Berita Blitar Hari Ini

Musala Penanda Dakwah Islam di Blitar Utara Sebelum Perang Diponegoro 1825-1830

Ajaran Islam menyebar di Blitar jauh sebelum Perang Diponegoro 1825-1830. Sekadar contoh, sudah ada Penghulu atau Pengulon di Kabupaten Srengat.

|
Penulis: Samsul Hadi | Editor: Yuli A
samsul hadi
Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jumat (22/3/2024). 

Ajaran Islam menyebar di Blitar jauh sebelum Perang Diponegoro 1825-1830. Sekadar contoh, sudah ada para ulama yang menjabat Penghulu atau Pengulon di Kabupaten Srengat (kini jadi kecamatan di bawah Kabupaten Blitar) awal abad 19 menurut arsip Belanda. Berikut ini ingatan kolektif masyarakat tentang dakwah Islam di Blitar sebelum Perang Jawa

SURYAMALANG.COM, BLITAR - Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, diklaim sudah berusia lebih dari dua abad.

Selain sebagai tempat ibadah, konon, musala itu dulunya didirikan sebagai pos atau kamp bagi Laskar Pangeran Diponegoro di wilayah Blitar.

Berkembangnya zaman, Musala Attaqwa akhirnya juga menjadi salah satu tempat dakwah Islam terutama di Blitar bagian utara sajak ratusan tahun lalu.

Meski kondisinya tidak seramai dulu, sampai sekarang Musala Attaqwa masih aktif difungsikan sebagai tempat ibadah masyarakat sekitar.

"Informasi yang saya terima secara turun temurun, musala ini berdiri sebelum perang Diponegoro, perkiraan tahun 1820-an. Itu periode mbah canggah saya," kata Syaiful Rizal (67), pengelola musala Attaqwa, Jumat (22/3/2024).

Syaiful merupakan keturunan generasi kelima dari pendiri Musala Attaqwa. Lokasi pembangunan musala juga berada di tanah milik kakek buyut Syaiful.

Sepengetahuan Syaiful, musala Attaqwa sudah turun temurun mulai dari dari kakeknya, lalu ke orang tuanya dan turun ke Syaiful.

Tapi, sebelum kakeknya, sudah ada dua generasi di atasnya yang telah mengelola musala. Mereka, Mbah Haji Usman dan Matraji.

"Mbah Haji Usman dan Mbah Matraji, itu generasi sebelum kakek saya. Jadi urutannya dari Mbah Haji Usman ke Mbah Matraji lalu ke Mbah Haji Kadir, ini kakek saya, baru ke generasi orang tua saya Pak Tafsir, tapi yang dari sini jalur dari ibu saya, Hajah Syafaatun," ujarnya.

Interior Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Blitar.
Interior Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar.

Syaiful mengatakan musala itu perkiraan berdiri pada 1820-an atau sebelum Perang Diponegoro. Perang Diponegoro terjadi pada 1825-1830.

Selain sebagai tempat ibadah, musala itu juga bisa dibilang sebagai pos atau kamp bagi Laskar Diponegoro.

Salah satu ciri musala itu juga menjadi pos Laskar Diponegoro, yaitu, di bagian depan musala terdapat pohon sawo.

Ciri khas pohon sawo di depan bangunan tempat ibadah itu juga terlihat di Musala Annur, Kelurahan Plosokerep, Kota Blitar, yang juga merupakan peninggalan Laskar Diponegoro.

"Pohon sawo ini seperti sandi. Nanti kalau mencari lokasi tempat berkumpul di musala yang depannya ada pohon sawo. Sampai sekarang pohon sawonya masih ada. Pohonnya sudah besar," katanya.

Selain itu, lokasi musala juga bisa dibilang terpencil, cocok untuk bersembunyi. Dari jalur alternatif Kota Blitar-Kediri lewat Candi Penataran, lokasi musala masuk ke dalam perkampungan sejauh lebih kurang 3 kilometer.

Sampai sekarang, bangunan Musala Attaqwa juga masih berdiri kokoh. Bangunan musala sudah berupa tembok dengan atap gaya limasan.

Bagian atap musala mulai genteng, kayu reng dan kayu usuk masih asli sejak berdiri belum pernah diganti. "Ukuran gentengnya kecil-kecil, model genteng kuno," ujar Syaiful.

Dari depan, model bangunan musala terlihat seperi rumah lawas dengan teras minimalis gaya pelana persis di tangga masuk.

Posisi bangunan musala lebih tinggi dari tanah.  Sedang pintu masuk musala dibuat lebih pendek. Orang ketika masuk musala harus menundukkan kepala.

Di bagian dalam, juga tidak terdapat ornamen ukiran maupun kaligrafi. Hanya terdapat tempat imam salat. Di kanan kiri tempat imam salat terdapat ruang seperti kamar.

Sedang lantai musala sudah direnovasi menggunakan bahan dari keramik. Dulu, lantai musala masih berupa plesteran semen.

Syaiful menjelaskan, ada filosofi dari model bangunan Musala Attaqwa. Menurutnya, posisi lantai musala dibuat lebih tinggi dari tanah sebagai filosofinya biar lebih dekat dengan Allah saat beribadah.

Sedang pintu masuk dibuat lebih pendek agar orang yang masuk ke musala menundukkan kepala sebagai bentuk hormat masuk di tempat suci.

"Semua pintu di makam wali juga pendek, agar orang yang masuk ke makam menunduk sebagai bentuk hormat," katanya.

Syaiful mengatakan, dari dulu hingga sekarang, Musala Attaqwa masih berfungsi untuk salat jemaah dan khataman Alquran. Saat Ramadan, Musala Attaqwa juga digunakan untuk salah tarawih.

"Tapi, untuk pendidikan sudah tidak ada. Dulu, musala ini sempat jadi tempat pendidikan. Periode Mbah saya banyak santri dari luar desa seperti Jiwut, Patuk, Nglegok, Trenceng, yang ngaji di sini," katanya.

Pemberian nama Attaqwa pada musala juga baru dilakukan pada zaman orde baru. Ketika itu, ada pendataan tempat ibadah.

"Dulu, waktu orde baru, musala disuruh diberi nama, untuk pendataan. Sebetulnya tidak ada nama, hanya musala," ujarnya. (sha) 

Foto : Kondisi bangunan Musala Attaqwa di Dusun Darungan, Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jumat (22/3/2024). 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved