Berita Magetan Hari Ini

Derita Hasan Bocah 6 Tahun di Magetan Tulangnya Mudah Patah Kesenggol Retak, Ayah Cuma Jualan Pentol

Derita Hasan bocah 6 tahun di Magetan idap penyakit langka mudah patah tulang, kesenggol retak, ayah penjual pentol, belum dapat bantuan pemerintah.

|
KOMPAS.COM/SUKOCO
Hasan bocah 6 tahun di Magetan bersama ayahnya, Eko idap penyakit langka mudah patah tulang, kesenggol retak, orang tua penjual pentol, belum dapat bantuan pemerintah. 

SURYAMALANG.COM, - Derita Hasan bocah 6 tahun di Magetan tulangnya mudah patah bahkan kesenggol langsung retak membuat orang tua pilu. 

Muhammad Hasan Nurdin alias Hasan harus mengalami situasi tersebut karena mengidap penyakit langka bernama Osteogenesis imperfecta (OI)

Di tengah kondisi sulit itu, ayah Hasan yang cuma seorang penjual pentol ternyata belum medapat bantuan apapun dari pemerintah. 

Padahal biaya pengobatan Hasan dengan jenis penyakit langka seperti itu tidak murah. 

Hasan dan orang tuanya tinggal di Desa Sidowayah, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan, Jawa Timur

Eko ayah Hasan menyebut anaknya mengalami rapuh tulang alias OI sejak lahir dan rawan mengalami patah tulang. 

Itu sebabnya, Eko harus berhati-hati merawat Hasan yang sangat rentan terhadap retak dan patah tulang.

Baca juga: Viral Antre Pelamar Kerja di Warung Seblak Mirip Demo, Bukti Sempitnya Loker, 10 Juta Gen Z Nganggur

Osteogenesis imperfecta (OI) adalah penyakit genetik langka dimana kondisi ini ditandai dengan tulang yang rapuh dan lemah, sehingga mudah patah.

Imbas penyakit tersebut, Hasan pun tidak bisa leluasa bermain seperti anak pada umumnya.

Bahkan ketika Hasan bermain lalu terantuk sesuatu dipastikan akan terjadi retak ataupun patah tulang.

"Terdeteksi sejak lahir kalau anak saya kena OI, tulangnya rapuh mudah patah," ujar Eko Rabu (22/5/2024) ditemui di rumahnya. 

Bahkan seminggu yang lalu kaki kanan Hasan retak saat tersenggol oleh adiknya ketika bermain bersama. 

Eko sadar kaki anaknya retak karena Hasan mulai rewel saat kakinya dipegang dan menangis lalu setelah diperiksa ternyata benar.

”Biasanya ceria tapi seminggu lalu rewel, saat dipegang kakinya nangis. Akhirnya diperiksa ternyata kakinya retak," imbuh Eko.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Egi Disebut Otak Pembunuhan Vina, Tempat Persembunyian hingga Profesi Terkuak

Hasan bocah 6 tahun di Magetan tulangnya mudah patah
Hasan bocah 6 tahun di Magetan tulangnya mudah patah (KOMPAS.COM/SUKOCO)

Tak hanya kaki, namun risiko retak maupun patah tulang sering terjadi pada bagian tangan Hasan

Tahun lalu tangan kanan Hasan juga patah karena terantuk dan seminggu kemudian tangan kirinya juga mengalami retak tulang.

Bahkan dokter harus memasang pen pada tangan kiri Hasan

"Tahun lalu tangan kiri retak, seminggu kemudian tangan kanan yang retak, setelah diperiksa ternyata harus dipasang pen karena tulangnya melengkung. Saat ini tangannya masih dipen," jelas Eko.

Pakai BPJS mandiri

Eko mengaku untuk pengobatan, Hasan harus dibawa ke Solo, Jawa Tengah karena sejak kelainan dengan Osteogenesis imperfecta dokter rujukannya adalah di rumah sakit Moewardi Solo. 

Rumah sakit Moewardi Solo diketahui memiliki dokter terkait penyakit yang diderita Hasan

Untuk pengobatan, Hasan harus menjalani terapi 6 bulan sekali dan jika tidak dilakukan akan ada tulang yang retak ataupun patah.

"Sejak diketahui menderita OI langsung dirujuk ke Solo dari Magetan. Kalau rutinnya itu 6 bulan harus ke Solo untuk terapi," ucap Eko. 

Untuk melakukan semua upaya pengobatan, Eko mengaku menggunakan BPJS mandiri dengan menyisihkan penghasilannya dari berjualan pentol.

Meski dari keluarga kurang mampu, namun nama Eko belum tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

"Selama ini dari umur satu tahun menggunakan BPJS mandiri. Iurannya Rp 70.000 setiap bulan dari menyisihkan penghasilan jualan pentol," terang Eko. 

Baca juga: Kisah TKW Arab Dinikahi Majikannya, Diberi Emas dan Berlian Satu Lemari Namun minta 10 Anak

Jika beruntung, Eko bisa menghemat ongkos transportasi ke Solo untuk membawa Hasan berobat karena menumpangi ambulans sedekah. 

Namun jika bertepatan dengan hari Selasa, Eko terpaksa harus merogoh koceknya untuk biaya transportasi ke Solo.

"Kalau naik bus biayanya sekali jalan itu Rp 79.000. Bisa menghemat kalau ada ambulans sedekah rombongan tapi kalau hari Selasa mereka libur, terpaksa pakai motor ke Masopati baru naik bus ke Solo" jelas Eko. 

"Berangkatnya jam 4 pagi, pulangnya sampai jam 3 sore di rumah," kata Eko. 

Berjualan Pentol

Untuk menopang kehidupannya, Eko berjualan pentol keliling dari pukul 4 sore hingga jam 9 malam. 

Untuk dua hari, Eko mengaku menghabiskan 6 kilo daging dan demi menghemat biaya pembuatan pentol dilakukan dua hari sekali. 

Selain Hasan, Eko juga harus merawat Muhammad Miftahul Asaufi, anak keduanya yang juga mengalami gangguan pendengaran.

Eko merawat sendiri kedua anaknya yang mengalami kebutuhan khusus karena sang istri memilih kerja ke Surabaya sejak 2 tahun terakhir dan sampai sekarang belum pernah pulang. 

Jika hendak berangkat berjualan pentol keliling, Eko menitipkan kedua bocah itu kepada sang kakek yang bekerja sebagai petani.

Dengan kondisi tersebut, Hasan sangat rentan mengalami retak tulang maupun patah tulang karena kurangnya pengawasan.

"Kalau mau berangkat jualan pentol jam 4 sore, keduanya saya titipkan ke kakeknya yang menjaga karena ibunya kerja di Surabaya 2 tahun terakhir dan belum pulang. Kalau kakeknya kerjanya di sawah," ucap Eko. 

Baru diusulkan masuk DTKS

Sinung selaku pendamping rehabilitasi sosial Dinas Sosial Kabupaten Magetan mengatakan, keluarga Eko saat ini baru menerima bantuan permakanan dari pemerintah atau BPNT.

Eko belum masuk menjadi keluarga penerima bantuan iuran yang ditanggung pemerintah karena saat ini namanya baru diusulkan masuk DTKS.

"Untuk bantuan Pak Eko sudah menerima bantuan permakanan melalui BPNT. Untuk jaminan kesehatan kami masih usulkan ," terang Sinung. 

Meski tidak mendapat bantuan untuk pengobatan anaknya, Eko mengaku ikhlas dan berusaha berjualan pentol keliling demi mengobati anaknya.

Eko berharap kedua anaknya akan bisa beraktivitas normal dan mandiri.

"Tahun kemarin Hasna difoto katanya mau disetorkan ke Dinas Sosial untuk dapat bantuan atau apa gitu" jelas Eko.  

"Kalau sekarang belum ada saya tidak apa apa, tidak protes atau apa saya ikhlas. Saya akan terus berusaha dengan menjual pentol untuk mengobati Hasan dan adiknya" ungkap Eko. 

"Semoga keduanya bisa sehat selalu, menjadi anak yang baik dan sukses," harap Eko.

(Kompas.com)

Ikuti berita lainnya di News Google >> SURYAMALANG.COM

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved