Berita Madiun Hari Ini

Kronologi Gadis Yatim Piatu Kehilangan Ginjal Akibat Tak Bisa Bayar Utang, Kerabat Syok Tinggal Satu

Kronologi gadis yatim piatu kehilangan ginjal akibat tak bisa bayar utang, kerabat syok tinggal satu, kini dirawat di RS Madiun.

|
Canva.com/Ilustrasi
Ilustrasi. Gadis yatim piatu kehilangan ginjal akibat tak bisa bayar utang, kerabat syok tinggal satu, kini dirawat di RS Madiun. 

SURYAMALANG.COM, - Kronologi gadis yatim piatu kehilangan ginjal akibat tak bisa bayar utang membuat hidupnya berubah. 

Kerabat juga sempat syok ketika mengetahui ginjal gadis berinisial CWT tersebut tinggal satu setelah pulang dari luar negeri. 

Kini kondisi CWT sakit-sakitan hingga menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit termasuk Jawa Timur. 

CWT diduga menjadi korban human trafficking atau perdagangan organ manusia di pasar gelap.

Baca juga: Sosok Bakir Maling Meteran Air PDAM Kota Malang, Beraksi 20 Kali Nyamar Pemulung, Pernah Bobol Kafe

Sebetulnya, CWT berasal dari Jawa Barat namun kini menjalani perawatan dan pengobatan di Rumah Sakit Griya Husada Madiun.

Kronologi CWT kehilangan ginjal dijelaskan oleh pendamping korban, Surasto Pramuji. 

Kata Surasto kejadian ini bermula sekitar pertengahan tahun 2020 tepatnya setelah ayahanda CWT meninggal dunia dan gadis itu baru lulus sekolah SMA.

Saat itu CWT juga sudah ditinggal wafat oleh ibundanya, sejak masih kecil.

Praktis CWT berstatus sebagai yatim-piatu atau tidak memiliki orang tua. 

"Korban berasal dari kondisi ekonomi pra sejahtera" ujar Surasto kepada SURYAMALANG.COM, melalui sambungan telepon, Senin (15/7/2024).

"Korban setelah lulus, kemudian kerja di Bandung, tetapi karena tidak betah, akhirnya pulang mencoba usaha online,” imbuh Surasto.

Surasto Pramuji menambahkan, saat itu CWT ingin membeli sepeda motor demi kelancaran usahanya.

Akan tetapi karena tidak ada uang, CWT akhirnya mencari pinjaman ke temannya yang kemudian oleh temannya dikenalkan kepada seseorang.

"Setahu saya, korban ingin punya kendaraan supaya bisa jualan online, mengantarkan pesanan ke konsumen" kata Surasto.

"Pinjam uang senilai Rp7 juta. Korban tidak tahu yang meminjami uang ternyata orang yang masuk dalam kelompok tidak benar," sambung Surasto.

Baca juga: Nasib Mujur Alman Eks TKI Arab Saudi Diberi Rumah Wasiat Tapi Ditolak, Kini Sukses Jadi Pengusaha

Selama kurun waktu tahun 2021 sampai 2023, CWT berada dalam penguasaan kelompok tersebut karena tak mampu membayar utangnya.

Situasi yang sulit membuat Surasto terus berusaha mengeluarkan CWT dari lingkaran kejahatan tersebut.

"Saya bebaskan dia dari Kamboja pada Desember 2023. Pulang ke Indonesia pada Januari 2024, ginjal tinggal satu" terang Surasto.

"Sempat mencoba kerja seperti biasa, tapi tidak bisa, lantaran kondisinya sangat lemah," beber Surasto.

Korban yang mengalami penurunan kesehatan akhirnya dirawat di Rumah Sakit Sentosa Bandung.

Selama perawatan, Surasto menyebut kondisi CWT sempat pulih pasca-dilakukan cuci darah dan tranfusi darah.

Namun karena keterbatasan dana, CWT kemudian coba dibawa ke Ruang Isolasi.

"Waktu itu Ruang Somasi/Isolasi penuh, sehingga ia dipindah ke Rumah Sakit Hamori Subang" jelas Surasto.

"Belum bernasib baik, di Subang pun ruangan juga penuh, akhirnya dipindah ke Madiun" kata Surasto. 

"Rumah sakit terus memantau kondisi korban," tutur Surasto.

Surasto mengaku cukup kesulitan membantu CWT secara ekonomi. 

"Saya mengalami keterbatasan, karena saya juga punya tanggung jawab keluarga sendiri. Maka dari itu saya hanya bisa mendampingi dari jauh" jelas Surasto. 

"Rumah sakit terus memberikan kabar kepada saya" imbuh Surasto. 

"Jadi yang bisa lakukan adalah menyelamatkan nyawa korban terlebih dahulu," sambung Surasto. 

Pengobatan pun juga terus diupayakan demi kesehatan CWT agar lebih baik.

Mengingat dengan satu ginjal saja diperlukan banyak upaya, mulai transfusi dan cuci darah yang rutin dilakukan sampai dengan pemulihan tubuh.

"Pengobatan sendiri memakan biaya yang tidak terjangkau.  Untuk enam kantong darah plus infus, total biayanya mencapai Rp 3.700.000," papar Surasto. 

Selain upaya untuk menolong korban, Surasto juga berencana membawa permasalahan ini ke Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak. 

"Harapan saya adalah meminta perlindungan keberadaan korban," pungkas Surasto.

Sindikat Jual Ginjal di Kamboja

Tahun lalu, Polda Metro Jaya pernah membongkar ratusan Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjual ginjalnya ke Kamboja demi tuntutan ekonomi. 

Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi menyebut total, ada 122 orang yang jadi korban dari sindikat jual-beli ginjal jaringan internasional.

Sebanyak 122 WNI itu diberangkatkan ke Kamboja. Di negara itu, ginjal mereka diambil di rumah sakit dan kemudian dijual.

"Pada saat korban dibawa Polda Metro Jaya setelah kembali dari Kamboja, itu luka masih dalam keadaan basah," kata Hengki di gedung Dirreskrimum Polda Metro Jaya, (20/7/2023) melansir Kompas.com

Para korban kembali ke tanah air dalam keadaan luka yang belum kering karena hanya mendapat waktu satu minggu pemulihan ketika berada di Kamboja.

Hengki menyebut, tiap korban mendapat bayaran Rp 135 juta dari hasil menjual ginjalnya. 

Dari 122 korban yang diberangkatkan itu, polisi memastikan tidak ada yang meninggal dunia.

"Hasil pemeriksaan kami sampai saat ini belum ada yang meninggal dunia," kata Hengky.

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved