Berita Viral

Akhir Perjuangan Guru Supriyani Divonis Bebas, Tak Henti Menangis dan Ucap Terima Kasih

Akhirnya Guru Supriyani divonis bebas setelah perjuangannya menuntut keadilan selama ini.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
Tribunnews
Akhirnya Guru Supriyani Divonis Bebas, Tak Henti Nangis dan Ucap Terima Kasih Usai Semua Perjuangan 

SURYAMALANG.COM - Akhirnya Guru Supriyani divonis bebas setelah perjuangannya menuntut keadilan selama ini.

Guru Supriyani divonis bebas dari kasus dugaan penganiayaan terhadap muridnya.

Putusan hakim menyatakan dirinya tak terbukti melakukan tindak pidana.

Guru honorer itu pun menangis.

Berkali-kali Supriyani menyeka air matanya menggunakan tangannya.

Selepas sidang, berkali-kali pula guru SD di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, itu berterima kasih kepada pihak-pihak yang mendukungnya.

“Terima kasih untuk semuanya yang sudah mendukung,” ujarnya di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Senin (25/11/2024), dikutip dari Tribun Sultra.

Supriyani bersyukur atas vonis bebasnya.

"Alhamdulillah bisa divonis bebas dan dinyatakan tidak bersalah. Makasih semuanya,” ucapnya.

Ia mengucapkan terima kasih kepada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), tim kuasa hukum, wartawan, dan pihak-pihak yang mendukungnya selama ini.

“Semua pihak, dari PGRI seluruh Indonesia, semua pengacara saya yang sejak awal mendampingi sampai saat ini," ungkapnya.

"Terima kasih, dan semua wartawan juga, semua media yang sudah ikut sampai saat ini," imbuhnya.

Vonis bebas guru Supriyani

Dalam sidang yang digelar di PN Andoolo, Senin (25/11/2024), Supriyani divonis bebas oleh majelis hakim.

Ketua Majelis Hakim PN Andoolo Stevie Rosano mengatakan, Supriyani tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dakwaan dalam alternatif pertama dan dakwaan alternatif kedua.

“Menyatakan terdakwa Supriyani S.Pd binti Sudiharjo tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana,” tuturnya.

 Guru Supriyani divonis bebas di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan
 Guru Supriyani divonis bebas di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (25/11/2024).

Majelis hakim membebaskan terdakwa Supriyani dari semua dakwaan penuntut umum. Kemudian memulihkan hak-hak terdakwa, nama baik, kedudukan, harkat, serta martabatnya.

Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, memandang bahwa vonis bebas ini diberikan karena hakim menilai perkara ini tidak cukup alat bukti, sehingga dugaan kekerasan yang dituduhkan kepada kliennya tak terbukti.

“Alhamdulillah, majelis hakim mempertimbangkan semua yang tersaji dalam persidangan. Ibu Supriyani sudah diberikan keadilan dengan putusan vonis bebas, berarti Ibu Supriyani tidak terbukti melakukan kekerasan seperti dakwaan gitu," jelasnya.

Vonis bebas Supiryani jadi kado Hari Guru Nasional

Andre mengungkapkan, vonis bebas ini merupakan kado bagi Hari Guru Nasional.

"Dan hari ini berbuah baik dan manis, Ibu Supriyani bisa dibebaskan, jadi mudah-mudahan dengan vonis bebas tadi merupakan hadiah atau kado Hari Guru hari ini. Luar biasa, hari ini hari PGRI, dan Ibu Supriyani tidak bersalah," terangnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi menyatakan, vonis bebas Supriyani merupakan kado bagi para guru dalam Hari Guru Nasional 2024.

“Kami mengucapkan selamat, ini kado dari pemerintah daerah bahwa Ibu Supriyani bebas murni tanpa syarat,” jelasnya, dilansir dari Antara.

Berkaca dari kasus Supriyani dan kasus dugaan penganiayaan lainnya, PGRI mendorong pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar dapat menyusun UU Perlindungan Guru.

“Kami menjadikan kado perjuangan di dalam HUT PGRI ini pada UU Perlindungan Guru, itu jelas,” tandasnya.

Kasus Supriyani bermula dari tuduhan penganiayaan yang dilakukan sang guru terhadap seorang muridnya. Supriyani dilaporkan ke polisi pada 26 April 2024.

Supriyani sempat ditahan. Namun, penahanannya ditangguhkan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan pada 21 Oktober. 

Cerita Guru Supriyani Diperas

Guru Supriyani menceritakan penyidik Polsek Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara meminta uang Rp 2 juta dan Kejaksaan Rp 15 juta agar tidak dimasukkan ke penjara.

Guru honorer yang sempat dipenjara selama seminggu itu menceritakan kronologi dugaan kriminalisasi yang dialaminya kepada reporter TribunSultra usai sidang kedua pada Senin 28 Oktober 2024.

Lokasi wawancara di Rumah Jabatan Camat Baito. Rumah itu menjadi tempat ‘perlindungan’ sementara Supriyani selama kasus hukumnya bergulir.

Supriyani saat ini menghadapi sidang demi sidang dan menanti vonis majelis hakim terhadapnya di Pengadilan Negeri atau PN Andoolo.

Supriyani yang menjadi korban orang tua siswa di sekolahnya itu dengan tekad menolak memberi uang kepada oknum penyidik dan diduga mafia hukum yang mengatasnamakan Kejaksaan.

Ia pun memberanikan diri menghadapi kasus yang menderanya. Pasalnya, guru Supriyani mengaku yakin tidak bersalah dan tidak pernah menganiaya siswa di sekolahnya itu.

Penyebab Camat Baito Dicopot Buntut Kasus Guru Supriyani, Dianggap Tak Netral, Mobilnya Ditembak
Penyebab Camat Baito Dicopot Buntut Kasus Guru Supriyani, Dianggap Tak Netral, Mobilnya Ditembak (TribunnewsSultra.com/Samsul)

Bahkan, guru Supriyani pun terpaksa menerima perlakuan oknum polisi yang menjebloskannya ke lembaga pemasyarakatan (lapas) wanita. 

Sebelum menjelaskan kronologi kasus yang menimpanya, reporter TribunSultra meminta guru Supriyani menceritakan masa mengajar di SD.

Supriyani mengaku telah mengajar selama 16 tahun. Sekarang usia Supriyani 36 tahun. Artinya sejak usia 20 tahun, Supriyani telah menjadi guru. 

“Setelah lepas SMA, masuk sebagai guru honorer kemudian sambil kuliah,” ceritanya.

Awal mengajar, Supriyani mengaku mendapat honor Rp 200.000. Beberapa tahun kemudian naik menjadi Rp 250.000, sekarang mendapat upah Rp 300.000. 

“Cuma, (upah) bayarnya tiga bulan sekali,” ujar Supriyani.

Ia mengaku Senang menjadi guru lantaran bisa bertemu dengan anak-anak. Ia mengatakan anak didiknya lucu. 

“Kalau anak-anak lagi marah, ribut di kelas, tapi kita tetap sebagai guru harus rendah hati dan bekerja sesuai dengan pekerjaan guru,” ujarnya.

Apakah Anda bahagia? Supriyani pun menjawab bahagia. Karena, saat istirahat bertemu dengan anak-anak, bisa ngobrol. Baginya, itu hal yang menyenangkan.

Namun, ada dukanya juga. Ia menceritakan ketika anak-anak ribut, susah diatur.

“Tapi saya tetap bersykur, dengan gaji tak mencukupi kebutuhan hidup, tapi ada saja jalan lain untuk mencukupinya” katanya. 

Mengenai kasusnya, Supriyani sempat bertemu langsung dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. 

Ia mendapatkan afirmasi untuk masuk PPPK. Sekarang, Supriyani tinggal mengikuti ujian.

Usai menjalani sidang kedua, Supriyani merasa lebih tenang daripada sidang pertama. 

Menurutnya, sidang pertama masih merasakan kesedihan mendalam. 

“Terus tadi ada hasil yang ke depannya bisa lebih baik,” harapnya. 

Ia menjalani sidang mulai pukul 10.00 WIB hingga 13.00 WIB. 

“Perasaan saya tenang dan tetap semangat,” ungkapnya. 

Di sela wawancara itu, Supriyani menceritakan kronologi kasus yang menimpanya.

Ia mengatakan kasus itu berawal pada hari Jumat 26 April 2024 pukul 12.30 WIB. 

Saat itu, Supriyani ditelpon Kapolsek Baito. Kapolsek itu meminta Supriyani datang ke kantor Polsek. 

Sesampainya di kantor itu, sudah ada penyidik, Kapolsek, orang tua korban dan korban sendiri.

“Di situ saya didudukan oleh orang tua korban. Saya langsung ditanya, ibu tahu dipanggil ke sini,” tanya ortu korban dengan ketus. 

Supriyani lantas menjawab, “Tidak tahu”. 

Lalu seorang penyidik mengatakan, Supriyani datang di Polsek untuk dimintai keterangan, karena telah dilaporkan sama ortu korban. 

Ia mengatakan, kebetulan korban sekolah di tempat Supriyani mengajar. Kebetulan ortunya juga tugas di Polsek Baito.

“Saya tanya, dilaporkan apa pak?” tanya Supriyani. 

Penyidik menjawab laporan dugaan penganiayaan, memukul pakai sapu ijuk. 

“Saya jawab, demi Allah saya tidak melakukan itu. Karena anak itu bukan murid saya. Anak itu ada di kelas IA, sedangkan saya mengajar di kelas IB,” jawab Supriyani.

Kata penyidik kejadian dugaan penganiayaan pada Rabu 24 April 2024. 

Padahal, Rabu itu mulai pagi sampai siswa pulang, Supriyani berada di dalam kelas. Begitu juga dengan guru kelas IA. 

Di dalam ruangan Polsek Baito itu, ortu korban mengatakan, “Kalau begini, saya tidak terima. Saya akan membawa ke jalur hukum,” ancamnya. 

Terus, penyidik menyuruh Supriyani pulang. Penyidik bilang, kalau ada berita lanjutan, nanti akan mengabari. 

Supriyani pun pulang. Pada Senin pekan depannya, Supriyani mendapatkan surat panggilan dari penyidik. 

Sebelum Supriyani mendatangi panggilan penyidik, malamnya ada telepon. 

“Penyidik mengintimidasi saya. Ibu ke rumahnya Pak Bowo untuk minta maaf supaya masalah itu tidak berlanjut,” katanya menirukan suara penyidik.

Supriyani lalu menjawab, ”Tidak mau Pak, karena saya tidak melakukan itu,” katanya.

Terus, siang pukul 14.00 WIB-19.00 WIB, Supriyani menghadiri panggilan penyidik. Pagi sebelumnya, guru kelas IA dipanggil penyidik. 

Saat diperiksa, Supriyani mengaku penyidik memintanya lagi dirinya datang ke rumah ortu korban bernama Bowo untuk minta maaf. 

“Saya sebenarnya menolak. Tapi terpaksa saya ke sana bersama kepala sekolah dan guru guru lainnya. Saya tetap seolah olah dituduh menganiaya anak itu,” katanya.

Seminggu kemudian, Supriyani dipanggil lagi oleh penyidik. Tapi penyidiknya ganti. Pertanyaannya sama dengan panggilan pertama.

Setelah itu, Supriyani disuruh bayar uang Rp 2 juta. Yang menyuruh Kapolsek Baito. Supriyani hanya punya uang Rp 1,5 juta. 

“Uang Rp 2 juta itu untuk apa? Supaya saya tidak ditahan. Tapi tidak ada hasil. Sampai ada juga dari perlindungan anak menelpon penyidik meminta uang Rp 15 juta untuk kejaksaan,” cerita Supriyani. 

Tapi Supriyani berpikir, kenapa disuruh bayar padahal tidak salah. Pada akhrinya Supriyani pun berani menghadapi. “Dan saya akhirnya ditahan,” ujar Supriyani.

Untuk menunggu persidangan Supriyani ditahan selama 20 hari di Lapas perempuan. 

Di situ, anak Supriyani yang masih kecil ikut menyaksikan dirinya ditahan. 

“Begitu saya dibawa ke lapas, anak saya pulang bersama suami. Jadi tidak ada persiapan pakaian selama satu minggu di sana,” ceritanya sembari menangis. 

Anak Supriyani yang ikut mengantarkannya berusia 8 tahun. Sedangkan anak pertamanya usia 15 tahun.

Supriyani pun menjalani hidup di penjara selama satu minggu.

Supriyani mengatakan bukti dari korban berupa sapu ijuk, pakaian, saksi dan bukti visum.

Apakah ibu pernah berinteraksi dengan korban setelah keluar penjara? 

“Tidak pernah. Tapi guru guru di sana sudah tahu. Ada mantan guru TK nya (korban) berpesan, awas kalau menangani anak itu, karena aktif,” ujar Supriyani menirukan pesan. 

Selama satu minggu, kalau peserta baru tidak dikasih kamar, supaya penghuni lama tidak iri. 

“Saya disuruh jalan jongkok. Tapi ketika di ruangan, saya langsung disambut (tahanan lama). Mereka senang ada teman baru,” ujarnya.

Dibebaskan? Awalnya guru-guru dari PGRI mendukung dan hari itu juga mengajukan penangguhan penahanan kepada Supriyani. 

“Hari itu juga saya keluar,” katanya.

Apakah pihak korban menghubungi ibu? 

“Tidak pernah. Dari pihak korban inginnya damai. Tapi saya tidak bisa. Saya ingin berlanjut,” bebernya. 

Supriyani berharap ke depan masalahnya cepat selesai. 

“Saya dibebaskan tanpa hukuman papapun karena saya tidak bersalah. Saya berterima kasih kepada teman teman yang telah mendukung dan saya akan menjadi guru yang rendah hati dan tetap semangat,” harapnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved