Mahasiswi UTM Madura Dibunuh Pacar

Sosok Een Jumianti Mahasiswi UTM yang Dibunuh Pacar di Madura, Ortu Gagal Melihatnya Jadi Sarjana

Sosok Een Jumianti Mahasiswi UTM yang Dibunuh Pacar di Madura, Ortu Gagal Melihatnya Jadi Sarjana

Penulis: David Yohanes | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/David Yohanes
Een Jumianti dimakamkan di Desa Purworejo, Kecamatan Ngunut, Tulungagung, Senin (2/12/2024). 

SURYAMALANG.COM, TULUNGAGUNG - Jenazah Een Jumianti (20), tiba di rumah duka Dusun Sumurwarak, Desa Purworejo, Kecamatan Ngunut, Tulungagung sekitar pukul 21.00 WIB, Senin (2/12/2024).

Een Jumianti adalah mahasiwi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang menjadi korban pembunuhan oleh pacarnya, MMA (21) alias Welid warga Dusun Besorok, Desa Lantek Timur, Kecamatan Galis, Kabupaten Bangkalan, Madura.

Jenazah sempat disemayamkan di rumah duka untuk disalatkan pihak keluarga dan warga.

Pukul 22.05 WIB jenazah bersiap diberangkatkan ke lokasi pemakaman Pati di desa setempat.

Sepasang kembar mayang mengapit keranda jenazah yang membawa Een Jumianti.

Kembar mayang ini simbol jika sosok yang meninggal dunia belum menikah.

Baca juga: KRONOLOGI Mahasiswi UTM Madura Dibunuh Lalu Dibakar Sang Pacar Gegara Tak Mau Menggugurkan Kandungan

Menurut Kepala Desa Purworejo, Sudarto, Een merupakan anak tunggal pasangan Jainul Musdopi dan Sri Rahayu.

Masa kecil Een sampai TK ada di Desa Purworejo, kemudian keluarga ini pindah ke Tanjung Balai Karimun, Karimun, Provinsi Riau.

“SD sampai SMA di Tanjung Balai Karimuns aja. Lulus SMA daftar di Brawijaya sama Trunojoyo, dan diterima yang di Trunojoyo,” ujar Sudarto mewakili pihak keluarga, kepada SURYAMALANG.COM.

Keluarga Een belum genap 1 tahun pindah alamat ke Desa Purworejo.

Een sudah masuk ke semester 5 di Fakultas Pertanian UTM.

Ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Jakarta, sementara ayahnya buruh tani.

Pasangan ini punya cita-cita menguliahkan anaknya hingga lulus sarjana.

Jainul sangat gigih bekerja demi memastikan anaknya tidak kekurangan uang selama kuliah.

Uang hasil kerja serabutan sebagian besar dikirim untuk Een, sisanya untuk keperluan sendiri.

“Misalnya seminggu dia dapat Rp 400.000 atau Rp 500.000, dia hanya ambil Rp 100.000 saja. Sebagian besar langsung dikirim ke anaknya,” ungkap Sudarto.

Saat jenazah Een dimakamkan, ibunya dalam perjalanan dari Jakarta.

Sudarto menambahkan, pupus sudah cita-cita Jainul Musdopi dan Sri untuk melihat anaknya lulus kuliah.

Kini keluarga hanya berharap tersangka dihukum seberat-beratnya.

“Keluarga berharap pasalnya dikembangkan menjadi 340 KUHP (pembunuhan berencana). Pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal," tegasnya.

Sebelumnya polisi menjerat tersangka dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dengan ancaman pidana penjara selama 15 tahun.

Sementara ancaman pidana untuk pasal 340 adalah penjara paling lama 20 tahun, atau pidana seumur hidup, bahkan hukuman mati.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved