Berita Batu Hari Ini

Hotel Songgoriti Jadi Angker, Koordinator LSM Pro Desa Menilai Jasa Yasa Harus Dievaluasi

Mangkraknya aset Pemkab Malang bernilai ratusan miliar, Hotel Songgoriti dan pemandian sumber air panas, akhirnya menuai banyak kritikan.

Penulis: Imam Taufiq | Editor: Eko Darmoko
hotelsonggoritiairpanas.blogspot.com
Hotel Songgoriti di Kota Batu. 

SURYAMALANG.COM, BATU - Mangkraknya aset Pemkab Malang bernilai ratusan miliar, Hotel Songgoriti dan pemandian sumber air panas, akhirnya menuai banyak kritikan.

Itu dianggap Jasa Yasa sebagai perusahaan daerah (Perumda) milik Pemkab Malang, yang bertanggung jawab atas pengelolaan hotel di Kelurahan Songgokerto, Kota Batu itu tak becus.

Padahal diibaratkan, mengelola aset yang sudah jadi seperti hotel itu ditinggal tidur saja, bisa mencetak cuan sendiri. Sebab, ada fasilitas lain, seperti pemandian air panas, yang alami dari sumber yang tak dimiliki hotel lainnya.

"Ya, eman semestinya itu bisa jadi andalan buat PAD. Tapi, kalau sudah tak terurus begini, gimana tanggung jawab managemen Jasa Yasa yang baru saat ini," tegas Ahmad Kusairi, koordinator LSM Pro Desa, Rabu (18/12/2024).

Bahkan, yang membuat mantan jubir pemenangan Bupati Sanusi saat Pilkada 2024 itu tak habis pikir, berkali-kali dikerja-samakan dengan pihak ketiga namun ujung-ujungnya seperti 'katurug katutuh' atau bahasa Sundanya itu adalah sudah jatuh tertimpa tangga.

Sebab, untuk mengambil-alih hotel yang berada di lahan 5 Hektare (Ha), Pemkab Malang harus mengerahkan kekuatan. Yakni, kepolisian dan Satpol PP, agar si pengelola dari perusahaan swasta itu mau hengkang dari hotel yang pernah jaya tahun 1990-an itu.

"Kenapa kok sampai eksekusi itu dipimpin Pak Pj Sekda sendiri (Nurman Ramdansyah) kemarin itu karena Jasa Yasa tak berdaya berhadapan dengan pengelola pihak ketiga itu."

"Infonya, juga ada kewajiban Rp 5 miliar, yang belum dibayar sehingga langsung dieksekusi itu. Ini lucu dan harus dijelaskan oleh Jasa Yasa, kenapa kok jadi nggak profesional seperti itu," ungkapnya.

Kalau kondisi hotel dibiarkan kian mengenaskan seperti itu, apakah pengelolaan oleh Jasa Yasa tetap harus diteruskan, menurut Kusairi, ya tidak lah.

Alasan Kusairi karena khawatir tempat wisata lainnya, akan menyusul jadi musium atau rumah hantu, yang angker. Itu akan jadi wisata mistis karena tiap malam didatangi orang yang mencari tuyul atau nomer togel.

"Anggota dewan harus tegas, bagaimana menyelamatkan hotel itu. Begitu juga, Pak Nurman. Wong, kondisi hotel sudah sekarat seperti itu dan harus diselamatkan kok Pak Nurman, masih menyerahkan pengelolaannya ke Jasa Yasa, ya jadi jujukan para pencari pesugihan atau togel," ungkapnya.

Begitu juga M Zuhdy Ahmadi, Gubernur LIRA Jatim. Ia menyesalkan jika hotel yang pernah jadi jujukan wisatawan yang mau berlibur ke Kota Batu itu akhirnya jadi cerita masa lalu.

"Ya, dievaluasi saja kinerjanya Perumda itu. Karena, terkesan jangankan memperbaiki hotel yang sudah sekarat seperti itu, bayar kontribusi ke PAD saja, saya dengar perumda itu nunggak-nunggak. Ya, Pemkab dan dewan harus tegas," ungkapnya.

Sementara, Abdul Qodir, anggota DPRD Kabupaten Malang juga mengaku setuju jika kinerja perumda itu dievaluasi. Sebab, bukan cuma tak berhasil menyelamatkan Hotel Songgoriti, yang sedang mengubur dirinya jadi cerita masa lalu, namun Jasa Yasa itu juga tak mampu memenuhi target pendapatannya.

Padahal, dari sekian tempat wisata yang dikelolanya itu, menurut ketua Fraksi PDIP itu, cukup dari pendapatan wisata pantai Balekambang saja, kok sepertinya tercukupi.

"Kemarin, hearing di gedung dewan, iya nggak mampu memenuhi target. Cuma, mampu Rp 1 miliar tahun ini. Makanya, saya setuju dengan wacana teman-teman LSM itu, kinerja perumda harus dievaluasi atau diaudit," tegas wakil ketua DPC PDIP yang dikenal paling vokal saat ini di gedung dewan itu.

Sementara, Dr Yetty Nurhsyati M Sos, Mhum, Plt Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) ditanya terkait leletnya Jasa Yasa yang belum juga membayar bagi hasil ke PAD itu tak menampik. Bahkan, bukan cuma tahun ini namun tahun lalu juga masih menunggak, dari kewajiban Rp 2 miliar per tahun.

"Bukan PAD namun ke Pemkab Malang dengan bentuk deviden," tutur Yetty.

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved