Menanggapi Polemik Kewenangan dalam RUU KUHAP, Ini Kata Dekan Fakultas Hukum Unisma Malang

Menanggapi Polemik Kewenangan dalam RUU KUHAP, Ini Komentar Dekan Fakultas Hukum Unisma Malang

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Kukuh Kurniawan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma), Dr Arfan Kaimuddin SH MH. 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) terus menuai kontroversi dan polemik.

Kali ini, kritikan tegas terhadap RUU KUHAP disampaikan oleh Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (Unisma), Dr Arfan Kaimuddin SH MH.

Dirinya menyoroti, bahwa RUU KUHAP dapat membuka peluang potensi tumpang tindih kewenangan yang dapat mengganggu integritas sistem peradilan pidana.

Salah satu pasal yang disorotnya, adalah Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP. Di mana pasal ini mengatur bahwa jika dalam waktu 14 hari laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian, masyarakat dapat langsung mengajukan laporan kepada kejaksaan.

"Kewenangan penyidikan adalah bagian integral dari sistem peradilan pidana dan telah diatur secara tegas dalam Pasal Pasal 1 angka 2 KUHAP."

"Jika kejaksaan diperbolehkan memproses laporan tanpa melalui mekanisme penyidikan polisi, ini dapat menciptakan ketidakharmonisan dalam proses hukum," jelasnya kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (26/1/2025).

Dirinya menjelaskan, bahwa pembagian kewenangan antara penyidik dan jaksa penuntut umum didasarkan pada asas specialty dan separation of powers.

setiap lembaga memiliki peran dan fungsi yang spesifik, untuk menjaga akuntabilitas serta mencegah intervensi yang tidak semestinya.

"Di samping itu, Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP membawa dampak negatif terhadap asas due process of law."

"Karena jika jaksa penuntut umum (JPU) langsung terlibat dalam proses penyidikan, hak-hak tersangka bisa terancam karena proses hukum yang ideal mengharuskan adanya pembagian kewenangan yang jelas," terangnya.

Di samping itu, dia juga menyoroti Pasal 111 ayat 2 RUU KUHAP. Yang mana pasal tersebut memberikan kewenangan kepada JPU dapat mengajukan permohonan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan.

"Sekali lagi, jaksa dan polisi adalah bagian dari rantai penegakan hukum yang harus bekerja secara kolaboratif."

"Bukannya saling menilai atau saling mengintervensi, sehingga ini dapat menciptakan konflik kepentingan yang serius," tegasnya.

Sebagai kalangan akademisi, pihaknya pun mengusulkan kepada legislator untuk mempertimbangkan kembali  ketentuan-ketentuan dalam RUU KUHAP.

"Pendekatan dalam sistem peradilan pidans, dititikberatkan pada koordinasi dan sinkronisasi antara kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan."

"Bukannya memberikan ruang atau celah yang berpotensi dapat menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar aparat penegak hukum," pungkasnya.

 

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved