Perumahan Elit di Surabaya Disorot karena Enggan Gunakan Air PDAM, Melanggar UUD

Sejumlah perumahan elit di Surabaya menjadi sorotan tajam karena menolak menggunakan air dari institusi resmi, PDAM.

Penulis: faiq nuraini | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Faiq Nuraini
PERUMAHAN ELIT - Ketua Komisi A DPRD Surabaya Yona Bagus Widiatmoko. DPRD menyoroti fenomena perumahan elit yang enggan menggunakan PDAM. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Sejumlah perumahan elit di Surabaya menjadi sorotan tajam karena menolak menggunakan air dari institusi resmi, PDAM.

Dalam memenuhi kebutuhan air bagi warga di perumahannya, pengembang lebih memilih mengelola air sendiri ketimbang membeli dari PDAM.

Dalam rapat di Komisi A DPRD Surabaya, Jumat (7/3/2025), praktik mengelola air sendiri itu disoal. Jika pengelolaan air dengan tidak melibatkan institusi resmi dalam sumber daya air, dalam hal ini PDAM, bisa berkonsekuensi hukum.

Apalagi dalam rapat itu juga dihadiri lembaga antikorupsi, Surabaya Corruption Watch Indonesia (SCWI). Bahkan lembaga ini yang mendorong agar dilakukan praktik mengambil sumber daya air dengan caranya sendiri itu disudahi.

Seluruh bumi air dan kekayaan alam dikelola oleh negara dan dimanfaatkan untuk rakyat.

"Pengembang mengelola sendiri air jelas melanggar UUD. Kami meminta Komisi A DPRD ikut melaporkan ulah pengembang begini," kata Ketua SCW Hari Cipto Wiyono usai rapat.

Dalam rapat itu mengemuka, selama ini sebagian besar perumahan elit di Surabaya tidak bermitra dengan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air warga perumahan. Mereka mengelola air harian sendiri. Mengambil air dari Brantas dan Kali Cangkir.

Rapat di Komisi A itu dihadirkan Perumahan Citraland, Pakuwon, Graha Family, dan Royal Residance. Selain dari pengembang, rapat itu juga menghadirkan Bagian Hukum Pemkot Surabaya dan PDAM Surya Sembada Surabaya.

Ketua Komisi A Yona Bagus Widiatmoko yang memimpin rapat meminta pengembang yang mengelola air sendiri harus menunjukan izin resmi.

Sebab mereka mengambil air permukaan di sungai untuk diolah menjadi air harian perumahan.

"Alasannya mengelola air sendiri karena PDAM tak mampu menjangkau perumahan elit itu."

"Salah satunya Citraland. Mereka memutuskan ambil bahan baku dari Brantas dan kali lain. Apakah sudah ada izin resmi dan disepakati Pemkot Surabaya," reaksi Yona.

Politisi Partai Gerindra ini menyinggung soal tata kelola air bahwa sesuai UU tentang pengelolaan air negara lah yang menguasai penuh. Pemanfaatannya bisa melalui institusi negara seperti PDAM dan lembaga lain.

"Kami paham bahwa pengembang sudah mengeluarkan investasi tidak sedikit dalam mengelola air ini."

"Tapi mari lakukan komunikasi yang baik. Apalagi saat ini pengembang juga sudah mulai membeli bahan baku dari PDAM. Informasinya sudah 50 persen mandiri dan 50 persen disuplai PDAM," kata Yona.

Harus dikomunikasikan, kapan pengembang bisa kembali modal dan selanjutnya bisa bermitra dengan PDAM. Bertahap ditingkatkan. Kalau sudah 50 persen ditingkatkan menjadi 75 persen begitu pengembang kembali modal.

Dalam kondisi saat ini, pemerintah harus hadir. Pemkot harus intervensi. Apalagi pendapatan daerah saat ini anjlok. Perlu intervensi dalam pengelolaan air. Bisa dihitung berapa pendapatan ke PDAM saat semua perumahan elit beralih ke PDAM.

City Manager Citraland Surabaya Maria Nancy Rosalina dalam rapat di Komisi A memang mengakui bahwa saat ini sudah mulai menggunakan air PDAM hingga 50 persen. Kondisi ini disambut baik Dirut PDAM Surabaya Arief Whisnu Cahyono.

"Tentu kami menyambut positif jika para pengembang bermitra dengan kami. Kami jamin bahwa saat ini PDAM Surabaya bisa diandalkan."

"Kami punya IPAM Karang Pilang dengan kapasitas dan kualitas air bisa diandalkan," kata Arief.

 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved