3 Poin Penting Nasib Ojol di RUU LLAJ: Turunkan Potongan Tarif, Status Kemitraan, Jadi Angkutan Umum

3 Poin penting nasib ojol dibahas dalam RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ): turunkan potongan tarif, status kemitraan, jadi angkutan umum.

KOMPAS.com/ELSA CATRIANA/Tribunnews/Jeprima
RUU LLAJ - Komisi V DPR RI (KIRI) melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama apliktor ride hailing mulai dari PT GoTo Gojek Tokopedia, PT Grab Teknologi Indonesia, dan PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) di ruang rapat DPR Jakarta, Rabu (5/3/2025). Pengemudi ojek online (KANAN)menunggu orderan di kawasan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (14/6/2024). 

“Itu dia urus pool-nya, dia urus olinya, tabrakan dia bertanggung jawab, sopir ditangkap diurus ke polisi, dan sebagainya. Tapi keuntungannya sepertinya lebih besar yang online ini,” ucap Adian.

Atas dasar itu, Adian mengusulkan agar revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) bisa mengatur keselamatan para driver taksi dan ojek online, hingga pemotongan tarif layanan yang lebih adil.

“Dulu kalau tidak salah, pernah 10 persen ya, jatah aplikator itu. Lalu naik terus 15 persen, 20 persen, dan dalam praktiknya bisa di atas 20 persen,” ucap Adian.

“Kalau kita tidak atur itu dengan baik, kita juga berlaku tidak adil sama rakyat. Menurut saya ini harus menjadi bagian penting dalam pasal kita nanti mengatur,” sambungnya.

Adian bahkan meminta pimpinan Komisi V DPR RI agar penurunan pemotongan tarif layanan tersebut bisa disampaikan lebih awal kepada pemerintah, tanpa menunggu penyelesaian RUU LLAJ.

“Menurut saya, sambil menunggu revisi UU ini, apakah memungkinkan kita menjadikan ini sebagai kesimpulan atau menyampaikan kepada Menteri Perhubungan agar potongan tarif dikembalikan lagi menjadi 10 persen?” pungkas Adian.

2. Status Kemitraan

Dalam paparannya, Maxim Indonesia mengusulkan ke DPR agar aturan mengenai status kemitraan pengemudi (driver) ojek online dimasukkan ke RUU LLAJ.

Head of Legal Departement Maxim Indonesia Dwi Putratama menyatakan, pihaknya mendorong agar regulasi ke depan dapat lebih jelas dan inklusif.

Hal ini untuk menerapkan atau memberikan kepastian hukum mengenai status hubungan kemitraan para driver ojol.

“Status hubungan kemitraan tersebut perlu dan sudah semestinya dimasukkan dan ditegaskan dalam RUU LLAJ,” ujar Dwi Putratama melansir Kompas.com.

Baca juga: Menunggu THR Ojol 2025 Cair, Pemerintah Minta Aplikator Beri Dalam Bentuk Uang, Berapa Nominalnya?

Dwi beralasan saat ini kemitraan antara driver dengan aplikator belum dikategorikan sebagai hubungan kerja profesional.

Lebih lanjut, Dwi menerangkan hubungan kemitraan ini berbeda dengan definisi pekerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Oleh karena itu, Dwi mendorong agar UU LLAJ dapat menegaskan status kemitraan tersebut secara lebih inklusif.

“Hubungan kemitraan ini dasarnya adalah hubungan perdata, jadi memang berbeda dengan definisi pekerja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,” kata Dwi.

Halaman
1234
Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved