Merawat Kemabruran Puasa, dari Meditasi ke Khalwat 

Meditasi bisa diartikan dengan semedi atau melakukan pertapaan disebuah tempat yang sunyi dari keramaian untuk memperoleh suasana hening

Editor: Eko Darmoko
Foto Dok. Tribunnews
Menteri Agama Prof. Dr. KH Nasaruddin Umar, MA 

Oleh Menteri Agama Prof Dr KH Nasaruddin Umar MA

Meditasi (Inggeris: meditation) bisa diartikan dengan semedi atau melakukan pertapaan disebuah tempat yang sunyi dari keramaian untuk memperoleh suasana hening.

Hanya saja semedi dan pertapaan sering kali dihubungkan dengan suatu tujuan antara, yaitu untuk memperoleh kualifikasi ilmu-ilmu batin atau gaib. Sedangkan meditasi lebih diarahkan untuk memperoleh ketenangan di tengah kebisingan rutinitas sehari-hari seseorang.

Praktisi meditasi dan semedi tidak mempersoalkan agama dan kepercayaan. Siapa saja bisa bergabung atau secara sendiri-sendiri menjalani praktek itu dan biasanya melibatkan pembimbing yang akan mengarahkan terutama kepada para pemula.

Khalwat berasal dari khulwah dari akar kata khala yang berarti ”sunyi” atau ”sepi”. Khalwat kemudian berarti keadaan seseorang yang menyendiri dan jauh dari pandangan orang lain.

Rasulullah SAW berkhalwat seorang diri di puncak gunung Hira dalam sebua goa (Goa Hira). Dalam suatu sirah disebutkan Rasulullah secara rutin bertahun-tahun melakukan khalwat di tempat ini dan pada puncaknya ketika ia menerima wahyu pertama (Q.S. al-’Alaq/96:1-5).

Tidak diperoleh sumber apakah Rasulullah masih terus melakukan khalwat seusai menerima wahyu atau sudah tidak lagi. Yang diceritakan panjang lebar dalam riwayat ialah Rasulullah Saw ketakutan bercampur beratnya beban yang harus diemban beliau, sehingga isterinya, Khadijah harus mencari orang arif untuk membantu menenangkan Rasulullah seusai mendapatkan wahyu.

Khalwat dalam dunia tasawuf bagian dari upaya spiritual (mujahadah) untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah SWT. Bedanya dengan meditasi ialah, khalwat bukan tujuan akhirnya untuk memperoleh ketengan jiwa atau batin seperti dalam dalam tradisi meditasi.

Khalwat lebih merupakan media untuk memperoleh kedekatan diri dengan Sang Khaliq. Pengamal khalwat tidak membebani dirinya untuk menggapai ketenangan jiwa. Boleh saja seseorang tidak memperoleh ketenangan jiwa tetapi sudah berhasil mengkhatamkan Al Quran atau mengkondisikan diri sebagai ahli ibadah dan ahli dzikir selama beberapa saat.

Ketenangan batin bukan merupakan tujuan akhir. Yang menjadi tujuan akhir ialah kedekatan diri dengan Allah Swt (taqarrub ila Allah). Kalau sudah merasa lebih dekat dengan Allah SWT biasanya ketenangan itu dengan sendirinya terwujud (ala bidzikrillah tathmainnul qulub), walaupun itu tidak menjadi tujuannya.

Seorang peserta meditasi merasa rugi kalau di dalam meditasinya gagal untuk mencapai ketenangan jiwa. Untuk meraih ketenangan jiwa seringkali peserta meditasi harus dilengkapi dengan berbagai alat dan sarana seperti musik-musik meditasi dan sarana lain untuk mengeco pikiran (mind) agar tidak ikut terlibat di dalamnya.

Instruktur meditasi sering kali mengeluarkan statmen bahwa di dalam menjalankan praktek meditasi peserta harus berada pada posisi ”no mind”. Sedangkan dalam khalwat kita diajak untuk bersahabat dan mencintai semua, termasuk pikiran. Walaupun disadari juga bawa khalwat atau mujahadah yang paling tinggi kualitasnya manakala kita berhasil menyinkirkan segalanya kecuali Tuhan, la ilaha illallah.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved