Perjuangan Penjual Kambing di Kota Malang Jelang Idul Adha, Hadapi Cuaca dan Daya Beli yang Menurun
Perjuangan Penjual Kambing di Kota Malang Jelang Idul Adha, Hadapi Cuaca dan Daya Beli yang Menurun
Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM, MALANG - Terik matahari menyengat di Jalan Sulfat, Kota Malang, siang hari, Senin (2/6/2025).
Di balik tenda sederhana yang berdiri di pinggir jalan, deretan kambing tampak gelisah, mengembik satu sama lain.
Di tengah hiruk-pikuk persiapan Idul Adha, Mujahidin, pedagang hewan kurban, berdiri tegap di antara puluhan hewan dagangannya.
Tangannya sigap memeriksa kondisi satu per satu kambing. Meski peluh membasahi dahi, matanya tajam mengawasi setiap gerak hewan-hewan itu.
Sudah 18 tahun Mujahidin menjajakan kambing kurban di Jalan Sulfat.
Namun tahun ini, ia mengaku lebih was-was dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Alasannya, cuaca yang tak menentu dan daya beli masyarakat yang turun.
"Ini kemarin saya sudah potong empat. Karena sakit. Kambingnya flu dan kembung," keluhnya saat ditemui SURYAMALANG.COM di lokasi, Senin (2/6/2025).
Flu dan kembung jadi musuh utama di musim pancaroba. Dikatakan Mujahidin, kalau sudah flu, cenderung ke arah kembung.
"Risikonya besar, sulit," katanya.
Musim hujan yang tak menentu membuat hewan lebih rentan sakit.
Saat seekor kambing menunjukkan tanda tak kuat bertahan, Mujahidin tak ragu memotongnya lebih awal.
Ada empat kambing yang telah dipotong dengan kerugian mencapai Rp 15 juta.
"Kalau sudah kelihatan tidak mampu, kami potong saja."
"Tapi tetap, kami tidak boleh jual kambing sakit ke konsumen. Risiko kesehatan," tegasnya.
Tak hanya cuaca yang jadi tantangan. Tahun ini, daya beli masyarakat menurun drastis.
Banyak calon pembeli yang lebih memilih berpatungan beli sapi daripada membeli kambing sendiri-sendiri. Dampaknya, jumlah kambing yang terjual turun dibanding tahun lalu.
"Sekarang baru keluar sekitar 20-an ekor. Biasanya H-5 Lebaran sudah 40 sampai 45 ekor," keluh Mujahidin.
Penurunan hampir setengah dari penjualan tahun lalu. Bagi Mujahidin, berdagang kambing bukan sekadar jual beli. Harus ada keberkahan di baliknya, terlebih di momen Idul Adha.
Ia pun tak ragu menolak menjual kepada pembeli yang datang mengatasnamakan masjid atau lembaga.
Menurutnya, tidak seyogianya nama masjid dibawa-bawa untuk transaksi ekonomi, beberapa peristiwa takmir tersebut meminta imbalan karena dapat mendatangkan banyak jamaah.
"Saya tidak mau jual kalau bawa-bawa nama masjid. Saya lebih percaya ke orang pribadi. Amanahnya jelas," katanya mantap.
Risiko Mengintai
Modal pun ia putar dengan sistem kepercayaan. Bersama dua rekannya, Mujahidin turun langsung ke petani.
"Kami beli dari petani, kadang juga bayar setelah kambing laku. Modalnya sedikit, tapi kami jalanin dengan kepercayaan," kata lelaki yang juga memiliki usaha katering tersebut.
Di balik ramainya penjualan kambing jelang Idul Adha, Mujahidin bercerita adanya risiko besar yang tetap mengintai. Selain risiko kesehatan, juga risiko keuangan hingga risiko kambing tidak laku.
Kambing yang tak laku akan dirawat hingga lebaran usai, dengan beban pakan dan kesehatan yang terus berjalan. Mujahidin tetap harus mengeluarkan biaya operasional.
Untuk makan, Mujahidin menggaji orang khusus untuk mencari ramban—pakan hijau dari alam.
"Saya tidak beli ramban. Tapi bayar orang buat nyari. Yang penting jangan sampai nyuri, jangan ngambil dari lahan orang," ujarnya.
Harga kambing tahun ini bervariasi, mulai dari Rp 2,3 juta hingga Rp 8 juta. Yang mahal, biasanya jenis etawa jumbo. Namun meski harga tinggi, tak menjamin keuntungan.
Meski begitu, Mujahidin tetap bertahan. Ia membaca pasar, menakar risiko, dan menjalani usaha ini dengan hati-hati. Baginya, menjual kambing kurban bukan hanya mencari untung, tapi menjaga amanah ibadah.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Malang, Slamet Husnan mengatakan bahwa daya beli masyarakat tahun ini cenderung stabil, meskipun kondisi ekonomi global sempat dipengaruhi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
"Kebijakan perdagangan sudah mulai mereda, daya beli masyarakat relatif stabil. Optimis jumlah hewan kurban masih mendekati data tahun 2024," pungkasnya.
Pemerintah Kota Malang memastikan kondisi hewan kurban sehat sehingga bisa dibeli masyarakat. Pemeriksaan kesehatan telah dilakukan per 2 Juni 2025.
Slamet menjelaskan bahwa pemeriksaan menyasar titik-titik penjualan hewan kurban yang tersebar di berbagai wilayah kota.
Pemeriksaan dilakukan bertahap hingga menjelang hari raya, termasuk saat penyembelihan pada 5 hingga 9 Juni 2025.
Slamet memaparkan, petugas akan memeriksa kondisi kesehatan hewan secara langsung. Hewan yang dinyatakan sehat diperbolehkan untuk dijual.
Namun, jika ditemukan gejala penyakit, termasuk PMK, petugas akan segera melakukan tindakan pengobatan.
"Kalau ditemukan saat petugas kami cek di lapangan, maka segera diambil tindakan pengobatan. Kalau petugas tidak ada, kami imbau peternak untuk minimal melaporkan."
"Nanti kami sampaikan saluran informasi yang bisa dihubungi melalui media sosial," jelasnya.
Optimisme Organda Jatim Penolakan Trans Jatim di Malang Bisa Dapatkan Solusi, Segera Duduk Bersama ! |
![]() |
---|
BEDA Situasi Arema FC dan Persib Bandung Jelang Duel Sama-sama Berat, Marcos Tanpa 4 Pemain Kunci |
![]() |
---|
7 Berkas PPPK Paruh Waktu 2025 Untuk Melamar di Kemenag Batas Waktu sampai 22 September |
![]() |
---|
Inilah 14 Desa di Kabupaten Nias Barat Sumatera Utara Terima Dana Desa 2025 Tertinggi hingga Rp1,1 M |
![]() |
---|
Hari 'Keramat' Reshuffle Kabinet Jokowi dan Prabowo, Gibran Tak Terlihat Keberadaannya Terungkap |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.