Perang Iran vs Israel

DAFTAR 5 Malapetaka Iran Tutup Selat Hormuz Imbas Serangan AS: Harga Minyak Dipastikan Melonjak

Petaka jika Selat Hormuz resmi ditutup oleh Iran imbas serangan Amerika Serikat. Harga minyak dunia bisa dipastikan naik.

Penulis: Frida Anjani | Editor: Frida Anjani
Wikimedia Commons
Peta Selat Hormuz. Apa yang akan terjadi jika Selat Hormuz ditutup oleh Iran? 

Imbasnya banyak negara industri (seperti Cina, Jepang, India)  yang bergantung pada minyak dari kawasan ini, akan berebut sisa pasokan yang tersedia, menyebabkan harga melambung tinggi.

Dalam krisis sebelumnya, seperti ketegangan Iran-AS pada 2019, harga minyak sempat naik 10–15 persen hanya karena ancaman terhadap Selat Hormuz.

Jika penutupan benar-benar terjadi, analis memperkirakan harga minyak bisa tembus 150 dolar AS per barel.

Baca juga: Kalian Mulai, Kami Akhiri Inilah 6 Pangkalan Militer Amerika di Timur Tengah Jadi Target Iran

2. Kelumpuhan Pasokan Energi ke Asia dan Eropa

Jika Selat Hormuz ditutup, negara-negara di Asia dan Eropa bisa terkena krisis energi besar-besaran.

Bencana ini dapat terjadi lantaran negara-negara besar pengimpor minyak seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, dan India sangat bergantung pada pasokan dari Teluk melalui Selat Hormuz.

Eropa pun sebagian mendapatkan LNG (gas alam cair) dari Qatar via selat ini.

Jika jalur ini diblokade, pasokan energi ke kawasan Asia dan sebagian Eropa akan terganggu, memaksa negara-negara untuk mencari sumber energi alternatif dengan biaya lebih tinggi.

Industri-industri energi tinggi akan terpukul, menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Baca juga: Puja Puji Netanyahu ke Donald Trump, Israel Sangat Berterima Kasih Usai Amerika Serikat Bom Iran

3. Picu Ketidakpastian dan Ketakutan Pasar

Penutupan Selat Hormuz oleh Iran bukan hanya sekadar isu regional, tapi dapat memicu gelombang ketidakpastian dan ketakutan besar di pasar global.

Mengingat selat ini merupakan jalur strategis untuk pengiriman sekitar 20 persen minyak mentah dunia, dan setiap ancaman terhadap kelancarannya langsung mempengaruhi harga minyak, kepercayaan investor, serta stabilitas ekonomi internasional.

Ketika ada ancaman penutupan atau konflik militer di sekitar kawasan itu, para pelaku pasar cenderung mengambil sikap agresif dengan menjual saham berisiko serta memindahkan aset ke tempat yang dianggap aman seperti emas atau dolar AS.

Langkah ini disebut sebagai “flight to safety”, atau pelarian modal ke instrumen yang lebih aman karena kekhawatiran terhadap ketidakpastian.

Namun upaya tersebut nyatanya bisa menurunkan pendapatan perusahaan, yang berarti nilai saham bisa turun tajam.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved