Pengamat Sebut Ada Potensi Besar Trans Jatim di Malang Raya, Tapi Jangan Sampai Salah Rute

Program angkutan massal Trans Jatim siap diperluas ke kawasan Malang Raya; Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu.

Penulis: Benni Indo | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM/Ahmad Faisol
FOTO ARSIP - Bus Trans Jatim bakal beroperasi di Malang Raya. Nantinya, bus ini akan menghubungkan wilayah Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. 

SURYAMALANG.COM, MALANG – Program angkutan massal Trans Jatim siap diperluas ke kawasan Malang Raya; Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu.

Pengamat transportasi publik Universitas Widyagama Malang, Profesor Aji Suraji, menyebut rencana ini sebagai langkah yang sangat potensial untuk mengurai kemacetan dan memperbaiki layanan transportasi publik yang selama ini dinilai tidak nyaman dan tak pasti.

"Kalau dilihat dari konsepnya, program ini menjanjikan pelayanan berbasis jadwal atau timetable, bukan sistem ngetem. Jadi penuh atau tidak, bus akan tetap jalan sesuai jadwal," kata Aji kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (27/6/2025).

Ia menekankan bahwa konsep buy the service atau pembelian layanan oleh pemerintah kepada operator menjadi kunci keberhasilan program ini.

Artinya, operator dibayar per kilometer berdasarkan kontrak dengan Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.

"Ini bukan hanya soal bus nyaman dan tepat waktu, tapi juga soal jaminan keberlangsungan pelayanan," ujar Aji Suraji.

Trans Jatim sebelumnya telah sukses diterapkan di kawasan Gerbangkertosusila seperti Surabaya dan Sidoarjo.

Bahkan menurut Prof Aji, animo masyarakat sangat tinggi karena merasa layanan tersebut bisa diandalkan.

"Sudah dua tahun lebih berjalan dan sekarang sudah jadi bagian dari perjalanan rutin masyarakat. Bukan sekadar orang coba-coba," jelasnya.

Harus Lewat Arjosari

Salah satu catatan penting yang disampaikan Aji adalah rute yang harus mencakup titik-titik strategis.

Ia menyarankan agar rute pertama Trans Jatim di Malang Raya harus melewati Terminal Arjosari.

"Arjosari ini simpul penting interaksi masyarakat. Kalau launching-nya tidak lewat sana, bisa kehilangan momen besar. Saya dorong agar rutenya mencakup Batu, Landungsari, Arjosari, dan terus ke Hamid Rusdi," tegasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa dengan memilih koridor utama seperti Jalan Soekarno Hatta, infrastruktur jalan di Malang masih memadai untuk dilalui bus berukuran sedang dengan kapasitas sekitar 35 penumpang.

Di sisi lain, ia bicara tentang dampak pengurangan kemacetan yang tidak bisa dirasakan instan. Butuh waktu, bisa lima tahun.

"Tapi kalau dari awal sudah dilayani dengan baik, masyarakat akan beralih dan ini jadi prospek jangka panjang," katanya.

Namun, Aji juga memberi catatan bahwa program ini tidak boleh berhenti di tengah jalan karena pergantian kebijakan atau pemangku jabatan.

Ia menegaskan agar program Trans Jatim tidak menjadi proyek pencitraan. Harus ada keberlanjutan subsidi dan pola diversifikasi.

Model Scrapping untuk Angkot

Salah satu tantangan terbesar ialah keberadaan angkutan kota (angkot) konvensional. Ia menyarankan pola scrapping, yakni konversi dari sistem lama ke sistem baru, baik dari sisi armada maupun pengemudinya.

"Supir lama direkrut ulang, tentunya lewat proses seleksi dan pelatihan. Ini untuk memastikan tidak ada gejolak. Model seperti ini sudah berhasil di daerah lain," ujar Aji.

Namun ia mengingatkan bahwa operator yang ingin terlibat harus punya modal kuat. Dikatakannya, investasi per armada bisa mencapai Rp 1 miliar.

"Operasi minimal 3–6 bulan pertama butuh cadangan dana besar. Kalau tidak kuat, bisa kolaps," jelasnya.

Dengan pendekatan yang tepat dan dukungan berbagai pihak, ia optimistis Trans Jatim bisa menjadi tulang punggung transportasi publik di Malang Raya.

"Kalau peluncuran dilakukan dengan matang, saya yakin pola perjalanan masyarakat akan berubah. Tinggal menunggu waktu saja," katanya yakin.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved