Mendulang Rupiah di HUT Kemerdekaan RI

Karnaval di Malang sampai September, Desa Kedungpedaringan Tampilkan Sound Horeg

Masih bertema peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), sejumlah desa menggelar karnaval pada September nanti.

Penulis: Luluul Isnainiyah | Editor: Zainuddin
SURYAMALANG.COM/LULUUL ISNAINIYAH
UPACARA - Warga lansia mengikuti upacara bendera di RT 23/RW 03 Kelurahan Cepokomulyo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Minggu (17/8). Warga menggelar berbagai kegiatan untuk memeriahkan peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik indonesia (RI). 

SURYAMALANG.COM, MALANG - Tidak semua desa menggelar karnaval pada bulan Agustus ini. Meskipun masih bertema peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), sejumlah desa menggelar karnaval pada September nanti.

Desa Kedungpedaringan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang akan menggelar karnaval pada 12 September. Acara tersebut akan menampilkan 13 kontingen dari masing-masing RT di Desa Kedungpedaringan.

Setiap RT akan mengenakan kostum adat yang diirngi dengan sound system atau yang dikenal dengan sound horeg. "Nanti kontingen akan berjalan mengikuti jalan kabupaten dari utara ke selatan, dan melewati desa ini menuju ke panggung kehormatan atau finish," kata Yudi Kiswanto, Sekretaris Desa Kedungpedaringan kepada SURYAMALANG.COM, Minggu (17/8).

Yudi menyebut keberadaan sound horeg masih menjadi magnet besar untuk meriahkan karnaval. Pada tahun sebelumnya, ribuan orang dari Kabupaten Malang dan luar daerah menyaksikan karnaval di Desa Kedungpedaringan.

"Mayoritas penonton tertarik dengan sound system dari suara dan lightingnya. Bahkan dari live streaming di media sosial (medsos), banyak tanggapan positif, dan minta kegiatan ini dilanjutkan," terangnya.

Untuk pelaksanaan karnaval tahun ini, Pemerintah Desa (Pemdes) Kedungpedaringan telah koordinasi dengan kepolisian terkait penggunaan sound system. Yudi mengatakan pihaknya siap mematuhi surat edaran (SE) penyelenggaraan karnaval.

"Kami akan mengundang kepolisian untuk sosialisasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat dan peserta agar mematuhi aturan penggunaan sound system," imbuhnya.

Yudi menambahkan anggaran karnaval ini dari swadaya masyarakat atau setiap RT yang mengikuti karnaval. Yudi tidak mengetahui besaran anggaran untuk karnaval dan penyewaan sound system dari setiap RT.

"Mungkin masyarakat sudah menabung sejak tahun lalu. Sebelum menggelar karnaval, kami sudah musyawarah, dan warga cukup antusias menyambut rencana karnaval ini. Kami hanya minta iurannya tidak memberatkan warga," terangnya.

RT 02/RW 01 siap berpartisipasi dalam karnval tahunan tersebut. Rencananya RT 02/RW 01 akan menampilkan cerita 'Prahara Cinta Ken Arok dan Ken Dedes'. "Warga sudah latihan sejak kemarin," kata Raswito, Ketua RT 02 Desa Kedungpedaringan.

Anggaran penyelenggaraan karnaval ini berasal dari warga. Agar tidak membeni warga, Raswito menarik sumbangan berupa jimpitan di setiap rumah. Setiap hari petugas akan mengumpulkan uang senilai Rp 500 dari rumah ke rumah.

"Program ini sudah ada sejak tahun lalu. Jadi kami sudah ada kas sendiri. Selain itu ada yang ada partisipasi secara sukarela untuk menutupi kekurangannya," imbuhnya.

Upacara Lansia

Warga RT 23/RW 03 Kelurahan Cepokomulyo, Kecamatan Kepanjen memiliki cara berbeda untuk memeriahkan HUT ke-80 RI. Mayoritas warga dari generasi tua atau lanjut usia (lansia) semangat mengikuti upacara yang digelar di perempatan jalan desa pada Minggu (17/8).

Pembina upacara, Direk De Ruiter mengatakan setiap tahun warga RT 23/RW 03 Kelurahan Cepokomulyo rutin menggelar upacara HUT RI. Untuk tahun ini, upacara digelar dengan mengajak para warga lansia sebagai peserta dan petugas upacara. "Peserta upacara usianya lebih dari 50 tahun, bahkan ada yang berusia 70 tahun," kata Direk.

Ketua pelaksana upacara, Dadang Solihin mengatakan panitia sengaja mengajak generasi tua untuk memberi contoh semangat nasionalisme kepada kalangan muda. "Kami ingin menumbuhkan jiwa nasionalisme bagi anak muda dengan mencontoh kegiatan yang dilakukan oleh lansia ini," kata Dadang.

Dadang mengaku tidak mudah melatih para warga yang usianya yang sudah tak muda lagi. Panitia butuh waktu selama dua minggu untuk mengarahkan petugas upacara ini. "Mungkin mereka tidak ada upacara saat masa sekolah dulu. Makanya sekarang mereka perlu pembelajaran lagi," tambahnya.

Sumber: Surya Malang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved