SURYAMALANG.com - Motif bunuh diri yang dilakukan EPA, siswi SMP berusia 16 tahun, di kamar kosnya di Blitar, Jawa Timur, mulai terkuak.
Teman-teman sekolah EPA ramai membicarakan bahwa penyebab bunuh diri itu lantaran EPA khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar, karena terbentur sistem zonasi.
Seperti dikatakan Wulan, siswa satu kelas EPA di SMPN 1 Kota Blitar. Menurutnya, EPA memang ingin melanjutkan di SMAN 1 Kota Blitar.
Tetapi, dengan sistem zonasi, dia khawatir peluang masuk di SMAN 1 Kota Blitar kecil.
Sistem zonasi ini memprioritaskan siswa domisili Kota Blitar. Kuota siswa luar kota hanya 10 persen.
Sedangkan EPA, domisilinya di Srengat, Kabupaten Blitar.
"Saingannya berat, karena anak-anak kabupaten nilai ujian nasionalnya juga tinggi-tinggi. S
elama ini anak SMPN 1 yang nilainya bagus tapi domisili kabupaten jarang diterima di SMAN 1," kata Wulan kepada Surya.co.id, Rabu (30/5/2019).
Hal serupa dikatakan Grace Margaret. Grace juga siswi SMPN 1 Kota Blitar seangkatan dengan EPA beda kelas.
Tetapi, Grace kenal dengan EPA karena teman satu tempat les.
Menurut Grace EPA memang ingin melanjutkan di SMAN 1 Kota Blitar.
"Dia anak pandai, sering mewakili sekolah ikut olimpiade," ujarnya.
Grace tidak menyangka EPA nekat mengakhiri hidup secara tragis.
Grace masih sempat ketemu EPA di sekolah pada Senin (28/5/2018). Saat itu, EPA biasa saja.
Tidak ada gelagat aneh pada diri EPA. "Semalam saya dan mama sudah ke tempat korban dikremasi," katanya.
Wakil Kepala SMPN 1 Kota Blitar Bidang Kesiswaan, Katmadi, mengatakan pihak sekolah sangat berduka dengan nasib yang menimpa EPA.
Para guru dan siswa sejak semalam sudah melayat ke tempat korban dikremasi.
"Saya saja ikut lemas ketika menerima kabar itu. Dia siswa berprestasi, sering mewakili sekolah ikut olimpiade matematika," katanya.
Soal kabar penyebab korban bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di SMAN 1 Kota Blitar, Katmadi tidak membantah dan tidak mengiyakan.
Menurutnya, siswa SMPN 1 rata-rata memang melanjutkan ke SMAN 1 Kota Blitar.
"Hampir 70 persen siswa lulusan SMPN 1 melanjutkan ke SMAN 1 Kota Blitar. Tapi korban tidak pernah cerita soal itu ke guru," ujarnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Blitar Kota, AKP Heri Sugiono mengatakan masih mendalami motif bunuh diri yang dilakukan korban.
Berdasarkan bukti dan keterangan keluarga yang didapat polisi, korban sedang ada masalah keluarga.
"Di surat wasiat yang ditulis korban sebelum bunuh diri juga tidak ada yang menyebutkan soal korban kecewa karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar. Isi surat itu hanya permintaan maaf korban ke keluarga dan pengasuhnya," kata AKP Heri Sugiono.
Sebelumnya, EPA (16) ditemukan tewas bunuh diri di kamar kos, Jl A Yani, Kelurahan/Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Selasa (29/5/2018).
Siswi yang baru lulus SMP tahun ini ditemukan tewas menggantung di kusen pintu kamar kos.
EPA, sempat menulis surat wasiat sebelum bunuh diri. Isi salah satu surat wasiat itu meminta keluarga segera mengkremasi jenazahnya dan tidak usah memasang bendera putih di rumah.
"Kami sudah tanyakan ke keluarga itu memang tulisan tangan korban. Surat wasiatnya sudah kami amankan," kata Heri.
Ada empat surat ditulis tangan yang ditinggalkan EPA di kamar kos. Satu surat berisikan tentang biodata EPA. Dalam surat itu EPA juga meminta maaf ke keluarga.
EPA juga mengucapkan terima kasih ke ibunya yang telah kerja siang malam untuk dirinya.
Dia juga mengucapkan terima kasih kepada kakak-kakaknya yang telah mendukungnya selama ini.
Lalu ada surat wasiat yang ditujukan ke ibunya. Dalam surat itu, EPA meminta keluarga agar segera mengkremasi jenazahnya.
EPA juga meminta keluarga agar tak memasang bendera putih di rumah.
Dia juga meminta ibunya tidak buka praktik sampai Lebaran.
Dia juga meminta maaf ke keluarga pemilik tempat kos karena sudah melakukan bunuh diri di lokasi.
"Jangan tunjukkan ke orang banyak bahwa aku telah menyerah," tulis EPA.
Surat berikutnya ditujukan ke pengasuhnya, Mariani. Dalam surat itu, EPA memanggil Mariani dengan sebutan Maklek.
Dia mengucapkan terima kasih ke Maklek yang sudah merawatnya sejak kecil. Dia juga meminta maaf ke pengasuhnya itu.
Surat terakhir, juga ditujukan ke pengasuhnya. Dia meminta pengasuhnya agar tidak teriak memanggil orang di sekitar lokasi.
Dia meminta Maklek untuk menghubungi nomor telepon RSUD Mardi Waluyo.
Di surat itu, dia mencantumkan nomor telepon RSUD Mardi Waluyo. Dia juga bilang ke Maklek kalau kartu BPJS sudah disiapkan di dalam amplop.
Menurut AKP Heri, hasil keterangan dari kakak korban, korban nekat bunuh diri karena ada masalah keluarga.
Soal kabar EPA bunuh diri karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA favorit di Kota Blitar, Heri belum tahu.
"Keterangan kakaknya, korban sedang ada masalah keluarga. Sekarang belum waktunya pendaftaran SMA," kata Heri.
Sedangkan Mariani tidak tahu persis apa motif yang membuat anak asuhnya nekat mengakhiri hidup dengan gantung diri.
Tetapi, belakangan, EPA memang agak kecewa karena khawatir tidak bisa masuk di salah satu SMA negeri favorit di Kota Blitar.
Sebab, sistem penerimaan siswa baru SMA di Kota Blitar menggunakan sistem zonasi.
"Soal itu, orang tuanya sudah berusaha menenangkannya. Orang tuanya meminta EPA agar melanjutkan SMA di Srengat," ujar Mariani. (sha)