Vihara Avalokitesvara terletak di Pantai Talang Siring, Dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis, sekitar 17 km sebelah timur kota Pamekasan, Pulau Madura.
Vihara ini merupakan tempat ibadah umat Tri Darma yang terbesar di Madura.
Mennurut dia, selama ini berkembang cerita lisan bahwa pada awal abad ke-14, terdapat Kerajaan Jamburingin di daerah Proppo sebelah barat Pamekasan, yang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit.
"Raja-raja Jamburingin yang masih keturunan Majapahit itu mempunyai rencana membangun candi untuk tempat beribadah, tepatnya di kampung Gayam, kurang lebih dua kilometer ke arah timur Kraton Jamburingin, dan mendatangkan perlengkapannya lewat Pantai Talang Siring dari Kerajaan Majapahit," jelas Kosala.
Dahulu Pantai Talang dijadikan tempat berlabuh perahu-perahu dari seluruh penjuru Nusantara karena pantainya yang landai dan bagus pemandangannya.
Terlebih bagi armada Kerajaan Majapahit untuk mensuplai bahan-bahan keperluan keamanan ataupun spiritual di wilayah Pamekasan. Di antaranya, pengiriman patung-patung dan perlengkapan ibadah.
Namun, setelah tiba di pelabuhan Talang, kiriman patung-patung dari Majapahit ke Kraton Jamburingin sama sekali tidak terangkat.
"Penduduk pada waktu itu hanya bisa mengangkat beberapa ratus meter saja dari pantai. Akhirnya, penguasa Kraton Jamburingin memutuskan untuk membangun candi di sekitar pantai Talang," terangnya.
Tempat candi yang tidak terwujud itu, sekarang dikenal dengan Desa Candi Burung, merupakan salah satu desa di Kecamatan Poppo dekat Desa Jamburingin. Burung dalam bahasa Madura berarti gagal (tidak jadi).
Rencana pembangunan candi di Pantai Talang pun tidak terlaksana seiring perkembangan kejayaan Kerajaan Majapahit yang mulai pudar serta penyebaran agama Islam mulai masuk dan mendapat sambutan yang sangat baik di Pulau Madura, termasuk daerah Pamekasan.
"Akhirnya, patung-patung kiriman dari Majapahit pun dilupakan orang, serta lenyap terbenam dalam tanah," ujarnya.
Sekitar tahun 1800, lanjut Kosala, Pak Burung tidak sengaja menemukan patung-patung dari Majapahit tersebut di ladangnya.
Kabar penemuan itu sangat menarik perhatian penjajah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda meminta Bupati Pamekasan Raden Abdul Latif Palgunadi alias Panembahan Mangkuadiningrat I (1804-1842) untuk mengangkat dan memindahkan patung-patung tersebut ke Kadipaten Pamekasan.
Namun karena keterbatasan peralatan pemindahan patung itu pun gagal.
Kurang lebih 100 tahun kemudian, sebuah keluarga Tionghoa membeli ladang tempat penemuan patung-patung tersebut.
Setelah dibersihkan, diketahui bahwa patung-patung tersebut bukan sembarang patung. Patung-patung tersebut memiliki khas Buddha beraliran Mahayana yang punya banyak penganut di daratan Tiongkok.
2. Penemuan Peninggalan Majapahit di Mojokerto
Usai proses ekskavasi Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur (BPCB) kembali menemukan situs purbakala berupa bangunan rumah, lingga dan fragmen porselen.
Tiga situs purbakala ini ditemukan sekitar 10 meter di sisi selatan dari titik ekskavasi awal di Dusun Sambeng, Desa Belahan Tengah, Kecamatan Mojosari, Mojokerto.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, situs bangunan itu berukuran 6 sampai 10 meter. Sayangnya, struktur pondasi bangunan sudah tidak utuh.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, situs bangunan itu berukuran 6 sampai 10 meter. Sayangnya, struktur pondasi bangunan sudah tidak utuh.
"Rata-rata pondasi bangunan tersusun 3 lapis bata. namun, kami hanya menemukan satu lapis dua lapis saja pada bagunan ini. Lapisan atas tersebut rusak terkena aktivitas sawah dan aktivitas pembuatan tembok TPA. Sebab, bangunan itu hanya 15 cm terpendam di dalam tanah," katanya, Selasa (25/12/2018).
"Situs sambeng memiliki bangunan rumah lebih besar ketimbang Trowulan. Kalau ukuran batanya sama yakni tebal 6 cm, panjang 28 cm dan lebarnya 18 cm," sebutnya.
Untuk porselen, lanjut Wicaksono, sebagian besar berasal dari Dinasti Ming dan Yuan atau abad 15. Porselen itu ditemukan dalam bentuk pecahan.
"Dari porselen bentuk bangunan dan luasan bangunan kita bisa menduga bahwa dahulu ini merupakan bekas pemukiman kelas menengah ke atas atau Ksatria. Porselen sendiri menggunakan bahan keramik yang notabene diimpor dari China," lanjutnya.