SURYAMALANG.COM, BATU - Persoalan bau sampah yang menyengat dari TPA Tlekung belum menemui solusi hingga lima tahun belakangan ini.
Warga Dusun Gangsiran, Desa Tlekung yang tinggal di dekat TPA Tlekung terpaksa harus menyesuaikan diri dengan bau tak sedap tersebut. Apalagi saat musim penghujan seperti saat ini.
Warga kemudian memasang banner di dekat pintu masuk.
Banner tersebut berisi tujuh poin yaitu pertama angkutan sampah berplat hitam dilarang masuk. Kedua, angkutan sampah dari kendaraan Tosa hanya dari Desa Tlekung.
Ketiga, hari Minggi dan libur nasional, TPA Tlekung ditutup. Keempat, sampah yang dibuang ke TPA Tlekung hanya berasal dari Kota Batu. Kelima, jenis sampah yang dibuang ke TPA Tlekung hanya sampah rumah tangga,
Keenam, angkutan sampah berplat merah wajib tertutup terpal, dan ketujuh TPA Tlekung buka mulai pukul 6.00 hingga 16.00 WIB. Di bawahnya terdapat keterangan bahwa peraturan itu berlaku mulai 21 Februari 2022.
Kepala Kesbangpol Batu, Agoes Mahmoedi mengatakan, tujuh poin yang tertera di banner tersebut bukan hasil dari pertemuan antara Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko dengan warga beberapa hari lalu. Ia menegaskan, Pemkot Batu tengah mencari solusi yang tepat agar persoalan itu teratasi.
"Intinya Pemkot Batu meminta waktu untuk menyelesaikan persoalan masyarakat karena tidak bisa serta merta seperti membalikan tangan. Ada langkah-langkah yang memproses sampah sesuai dengan mekanisme," katanya, Sabtu (19/2/2022).
Solusi yang sedang dicari bisa memberikan dampak positif kepada masyarakat. Agoes mengatakan solusi itu akan ditentukan dalam bulan ini.
"Jadi memang bisa sehat secara lingkungan, makannya butuh waktu, secara ekonimi masyarakat juga akan diuntungkan.
Dalam bulan ini sudah diproses," paparnya.
Agoes mengatakan, ada rekanan dari Dinas Lingkungan Hidup yang akan membangu tempat untuk mengatasi persoalan bau sampah.
Hanya saja, secara teknis Agoes menyerahkan semuanya ke Dinas LH.
Di sisi lain, Agoes mengatakan Pemkot Batu memahami persoalan yang dirasakan warga.
Ia meminta warga memberikan kesempatan kepada Pemkot Batu untuk menyelesaikan persoalan yang telah menahun terjadi.
"Ya kami memahami yang namanya masalah itu tidak enak, tapi ya tolong beri kesempatan karena Bu Wali sendiri yang janji untuk menyelesaikan. Yang penting hasilnya bisa semuanya enak. Pemerintah enak, masyarakat enak, kalau otot-ototan tidak selesai, malah nambah masalah yang lain," terangnya.
Riyono, warga sekitar mengatakan bau sampah sering muncul saat subuh dan selepas maghrib.
Kondisi itu sudah ia rasakan sejak awal-awal TPA dibangun.
Ia berharap Pemkot Batu betul-betul bisa menghadirkan solusi terhadap persoalan bau yang tak sedap tersebut.
Riyono menceritakan kembali pengalamannya saat akan makan bersama di sebuah masjid selepas kegiatan.
Orang-orang di situ lantas tidak berselera makan karena aroma menyengat sampah tercium. Ia pun tidak berharap kejadian serupa terulang kembali.
"Kejadian itu sebelum 2018, jauh sebelum pandemi. Jadi ya tidak selera mau makan," katanya.
Selain bau yang tak sedap, dampak akibat sampah yang menumpuk di TPA Tlekung adalah potensi kerusakan lingkungan.
Kebocoran lindi yang terjadi di tahun lalu belum teratasi hingga saat ini. Hal tersebut disampaikan Kepala Desa Tlekung, Mardi.
"Kebocoran lindi belum teratasi," katanya.
Mardi mengatakan bahwa Pemdes Tlekung telah bersurat ke Pemkot Batu agar ada pemecahan masalah mengenai dampah sampah. Hingga saat ini, belum ada solusi kongkrit yang dirasakan warga.
Sementara mengenai pemasangan banner di dekat pintu masuk TPA Tlekung, Mardi mengaku tidak mengetahui. Ia mengaku baru saja pulang dari Kota Madiun untuk mengikuti pelatihan.
"Soal itu saya belum tahu. Saya akan coba tanyakan ke Sekdes," katanya.
Sementara Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Aries Setiawan belum bisa dimintai keterangan hingga Sabtu sore.