SURYAMALANG.COM|MALANG-Forum Komunikasi Madrasah Swasta (MI, MTs dan MA) dan MKKS SMP Swasta Kota Malang menyampaikan uneg-uneg kepada Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika, Senin (15/8/2022).
Husaeni SPd I, ketua forum menjelaskan pengelola madrasah swasta dan SMP swasta di Kota Malang bahwa banyak lembaga pendidikan yang tidak beruntung tahun ini.
"Ini PPDB 2022 ini membuat menangis," kata Husaeni pada wartawan usai pertemuan.
Bahkan, kata Husaeni, ada yang zonk alias sama saekali tidak dapat siswa.
Dia menuturkan, jumlah MTs swasta di Kota Malang sebanyak 33 lembaga, MA swasta ada 10 lembaga, MI swasta ada 53 siswa dan SMP swasta ada 83 lembaga.
Setelah dianalisa, antara lain ada tudingan adanya Ujian Kompetensi Dasar (UKD ) yang diadakan Dikbud. UKD menjadi persyaratan masuk jalur prestasi nilai untuk masuk SMPN.
UKD ini diwajikan bagi siswa kelas 6 SD dan MI negeri dan swasta di Kota Malang.
Jika tidak ikut maka harus membuat surat pernyataan baik dari kasek dan orangtua.
"Maka mau tidak mau, anak swasta ditanya bagaimana masuk negeri. Sehingga swasta dimarjinalkan dan terkurangi jumlah siswa yang masuk swasta," kata dia.
Oleh sebab itu, dia berharap UKD tahun depan tidak diteruskan lagi.
Ia juga menyoroti tentang rombongan belajar (rombel) di SMPN yang mencapai 8 sampai 10 kelas. Jika per rombel 32 siswa dikalikan 30 SMPN, maka sudah mencapai 9600 siswa.
Sedang jumlah lulusan SD MI di Kota Malang disebut 12.000 orang.
"Ini belum lagi masih ada SMPN Terbuka. Belum yang ke pesantren. Tolong swasta diberi ruang," ungkapnya. Selain itu juga lulusan SD-MI terserap di MTsN diperkirakan 1000 siswa.
Sehingga jumlah siswa baru yang terserap sekolah swasta menjadi kecil. Ditambahkan, karena kondisi lembaganya, madrasah dan sekolah swasta hanya mampu membayar guru Rp 350 ribu/bulan.
Memang ada bosda dan bosnas. Untuk memenuhi kebutuhannya, guru ada yang nyambi jadi tukang cukur malam dan driver ojek online.
Ia meminta dewan juga melihat kondisi sekolah terutama sarpras. Selain itu bangunan yang tak memenuhi syarat.
Husaeni berharap kedatangan perwakilan sekolah ke dewan ini bisa ditindaklanjuti agar pada PPDB 2023 tidak terjadi lagi. Sehingga kedatangan mereka ada manfaatnyq. Selain itu juga disoroti kinerja Dewan Pendidikan Kota Malang yang belum pernah melakukan kunjungan.
"Ini yang melakukan evaluasi kondisi sekolah swasta malah wartawan," kata Sugeng, Kepala SMP Islam Tarbiyatul Huda Kota Malang.
Ia mendeskripsikan sekolahnya yang nyelempit di gang dan dikelilingi SMPN. Di forum itu disebutkan nama-nama sekolah yang kekurangan siswa.
Jumlah SMP swasta ada 83, yang terpenuhi pagunya hanya sembilan lembaga. Jika kondisi itu terus menerus, maka dikhawatirkan nasib guru baik yang sudah atau belum tersertifikasikasi akan ludes karena jam mengajar berkurang akibat kurang siswa.
Ketua MKSS SMP swasta Kota Malang Rudiyanto berharap pembuat kebijakan dalam dalam dua sisi. Terutama untuk jumlah rombel.
Serta melihat jalur zonasi di PPDB yang radiusnya bisa makin berkembang karena di radius terdekat tidak dapat calon siswa.
Padahal zonasi mencapai 50 persen dari total pagu siswa. Ini juga mengancam sekolah swasta.
Kepala SMP Sriwedari Kota Malang ini menceritakan mendapat siswa baru antara lain dari Kepanjen dan Pakisaji, Kabupaten Malang.
Itupun tak terpenuhi pagunya. Ia minta agar pagu per rombel tidak dimaksimalkan SMPN. Karena tambahan siswa yang tidak lolos ke SMPN bisa jadi surga sekolah swasta.
Di akhir acara itu disampaikan berbagai data ke Ketua DPRD. Ia minta agar ditindaklanjuti agar ada solusinya.
Ketua DPRD menyampaikan akan para pihak termasuk Kadis Dikbud Kota Malang. Sehingga pihaknya juga dapat banyak perspektif.
Termasuk tambahan tiga SMPN baru itu juga sudah melalui kajian yang berbiaya. Ia juga menjelaskan jika saat PPDB juga banyak orang tua datang ke dewan minta anaknya masuk ke SMPN yang gratis.
Dikatakan Rudiyanto, pelibatan MKKS SMP swasta dalam PPDB hanya saat pembuatan peraturan walikota.
"Tapi pas juknis PPDB tidak dilibatkan," keluhnya.
Menurut Made, dengan pertemuan ini ia merasa ada imbangannya karena mengetahui keluhan madrasah dan sekolah swasta. Sehingga data-data diperlukan. Termasuk jumlah guru, hibah-hibah yang diterima dan lainnya.
Menurut Made, salah satu penyebabnya bisa karena mutu sekolah. Selain itu masyarakat juga minded SMPN.
Sedang Gatot Priyono, Kepala SMP PGRI 3 di daerah sukun juga merasakan sulitnya mencari siswa.
"Ujungnya pada PPDB, membuat kami meneteskan air mata. Kalau sudah PPDB, kami ketar ketir," kata dia.
Apalagi kemudian hadir tiga SMPN baru. Made menawarkan jadwal resesnya pada forum agar ia bisa mempertemukan para pihak agar ada solusinya.
Pertemuan itu juga diikuti anggota dewan lainnya, seperti Ketua Komisi D Amitya Ratnanggani S. Sylvianita Widyawati