Sekaligus sebagai ajang meningkatkan pengetahuan, khususnya kedokteran nuklir untuk semua anggota perhimpunan dan spesialis kedokteran nuklir yang saat ini masih terbatas.
Koordinator Kelompok Fungsi Perizinan Fasilitas Kesehatan, Direktorat Perizinan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif (DPFRZR) BAPETEN, Iin Indartati, menambahkan penerbitan izin operasional layanan kedokteran nuklir di suatu rumah sakit harus melalui sejumlah prosedur yang ketat.
Prosedur ketat karena menyangkut aspek keamanan, khususnya penggunaan Radioisotop maupun Radiofarmaka.
“Karena ini termasuk kategori berisiko tinggi, jadi perizinan untuk kedokteran nuklir yang dilakukan bertahap mulai dari kegiatan konstruksi, operasi, dan yang terakhir kegiatan pembebasan pengawasan,” terangnya.
Forum Group Discussion (FGD) Perhimpunan Kedokteran Nuklir dan Teranostik Molekuler Indonesia (PKN-TMI) ini dihadiri sejumlah stakeholder, seperti Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan sejumlah pimpinan rumah sakit di Indonesia yang melayani pasien kanker dan radiologi.