SURYAMALANG.COM, MALANG-Ki Demang dikenal sebagai Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kota Malang menjelaskan bagaimana melestarikan kampung tematik. Selain lewat berbagai kegiatan, juga perlu dukungan warga setempat dan penguatan-penguatan.
"Jadi tak sekedar apa yang kami lakukan. Tapi juga ada peran serta masyarkatnya untuk mempertahankan kampung tematiknya," jelas Ki Demang dalam podcast di Studio Tribun Jatim Malang pada Selasa (24/10/2023) lalu. Selain itu juga perlu peran serta pemerintah daerah karena akan mendukung lewat event dan bantuan pendanaannya.
"Peran perguruan tinggi juga penting lewat program pengabdian masyarakatnya. Media juga penting karena yang memberitakan dan sangat dibutuhkan," jelas Ki Demang. Sehingga kegiatan di kampung tematik bisa diketahui masyarakat. Dijelaskan, jumlah kampung tematik di Kota Malang ada 23. Serta akan ada lagi yang lain dan dibentuk Pokdarwisnya.
"Awal ada kampung tematik itu justru di Malang. Di Indonesia belum ada waktu itu," kata Ki Demang. Pada 2016, Pemkot Malang mengadakan lomba kampung tematik untuk konsepnya untuk kelurahan-kelurahan yang ada. Yang ikut termasuk kampung tempe Sanan dan keramik Dinoyo. Lalu muncul kampung tematik lainnya termasuk kampung Warna Warni, Tridi dan Biru Arema. Ia juga menginisiasi kampung budaya Polowijen setelah lomba itu.
Untuk menjadi kampung tematik dan dijadikan tempat wisata, kampung itu harus layak huni dan layak dikunjungi. Dan programnya adalah pemberdayaan masyarakat berdasarkan potensi kampungnya. Sehingga agak sulit berkembang bahkan ada yang mati jika memaksakan jadi kampung tematik tapi tidak ada pemberdayaan warganya.
Beberapa kampung tematik ada yang sudah sebenarnya sudah dibina oleh dinas lain. Seperti kampung kripik Sanan. Namun karena juga bisa atau layak jadi tempat wisata, maka juga dibina oleh Dinas Pariwisata juga. Kampung tematik menjadi tangguh jika memang dikembangkan sesuai potensi ekonominya. Ada juga kampung tematik yang lahir karena diinisiasi pihak luar.
Seperti pernah dilakukan mahasiswa UMM dimana mereka mendesain kampung itu lewat warna warni catnya dan menjadi terkenal di kampung Warna Warni Jodipan. "Dan warga setuju dan berhasil," kata pemilik nama asli Isa Anshori ini. Juga kampung heritage Kayutangan lewat para penggiat sejarah. Dimana kampung itu banyak peninggalan rumah lama. "Lebih utamanya ya masyarakat bisa menggali potensinya lalu minta ada pokdarwis," papar dia.
Dikatakan, pada kampung tematik ada ciri khas sendiri, seperti sifatnya yang edukatif. Untuk mendapatkan edukasi, maka dibuat paket-paket. Sehingga harus reservasi dulu agar bisa mengikuti kegiatan disana. Seperti di kampung budaya Polowijen, keripik tempe Sanan dan lainnya. Beda dengan kunjungan ke kampung Warna Warni Jodipan yang setiap hari buka.
"Tapi wisata minat khusus ke kampung edukatif itu banyak juga yang suka. Apalagi sekarang ada MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) dan P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila). "Ini banyak dimanfaatkan kampus dan sekolah untuk kegiatan outing di kampung tematik. Jadi benar-benar praktik. Misalkan mewarnai topeng, menggoreng kripik tempe. Bahkan ada warga dari Cina yang belajar membuat batik dan menuntaskannya selama dua hari," papar dia. Hasil membatiknya dibawa pulang.
Dikatakan, Pemkot Malang tiap tahun juga melakukan monev dan dibantu membuat event juga di kampung tematik. Pada kampung tematik yang sedang lesu atau mati suri juga digerakkan lewat kegiatan. "Makanya ada kegiatan gugur gunung seperti ke kampung topeng, bambu mewek dengan melakukan bersih-bersih, penataan karena tak ada kegiatan," jawab tim anggota cagar budaya Kota Malang ini.