SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Berangkat dari rumah, mereka langsung mencari lokasi keramaian. Berharap saat keliling di kawasan ramai, handphone mereka bisa menangkap orderan penumpang ataupun pesanan makanan.
Begitulah cara driver ojek online bekerja. Namun, di balik ikhtiar mereka mencari rezeki ada saja yang meneror mereka dengan membuat orderan fiktif.
Setidaknya pada Sabtu malam (23/3/2024), ada 6 driver ojol menjadi korban orderan fiktif makanan.
Titik antarnya di sekitaran Puskesmas Lidah Kulon, Kecamatan Menganti, Surabaya. Kejadiannya sekira pukul 22.30 WIB.
Cahyo adalah salah warga setempat yang melihat kejadian tersebut. Ia saat itu sedang nongkrong di warung kopi samping Puskesmas Lidah Kulon.
Tiba-tiba datang satu driver ojek online membawa banyak makanan, namun hingga setengah jam lebih terlihat kebingungan mencari si pemesan. Masalah satu driver belum selesai, ternyata lima driver ojek lain datang secara bergantian.
"Jadi ada orang yang jadi korban. Pesanannya banyak. Ada order bawa makanan dengan total harga Rp163 ribu, ada juga yang sampai Rp370 ribu," ujarnya
Raut kekecewaan terlihat di para wajah ojek-ojek online. Wajar kasus order fiktif itu tentu saja melukai mereka. Bukannya untung yang didapat, si driver justru mengalami kerugian.
"Sayangnya aku lupa nama akun yang pesan. Pokoknya namanya aneh," ucapnya.
Sekjen DPP Himpunan Pengusaha Daring Indonesia (HIPDA), David Walalangi menanggapi kekacauan itu. Ia mengatakan itu adalah masalah lama. Saking lamanya, ia sampai menyindir sudah terjadi sejak dari zaman baheula.
"Tapi ya gitu aplikator tidak pernah ada solusi membuat cara memperkecil risiko ojek online dan taksi online terkena orderan palsu," keluhnya.
David menerangkan orderan fiktif rentan terjadi pada layanan orderan makanan. Ciri-ciri orderan palsu nama akun pemesan tidak jelas. Makanan yang dipesan banyak, namun dibayar secara tunai. Inilah yang membuat driver menjadi rugi. Karena driver harus terlebih dahulu menalangi pembayaran makanan.
"Sementara apabila driver menolak pesanan bayang-bayang harus siap mendapat risiko nilai performa turun dari aplikator. Kalau sudah gitu sudah cari orderan," ujarnya.
Menurut David sebaiknya para aplikator mulai menerapkan sistem pendaftaran untuk konsumen yang ketat seperti driver saat melamar menjadi mitra. Seperti halnya mengimput foto serta data-data konsumen.
Sehingga apabila ada konsumen yang berbuat jail terhadap driver bisa langsung dilacak.
"Aplikator itu ibaratnya membuat pertandingan, sesama driver disuruh bersaing mencari orderan. Tapi sebaiknya jangan hanya menjadi panitia saja, yang lebih tepat juga harus menjadi wasit. Apabila ada salah satu pihak yang melanggar langsung disemprit," tandasnya.