SURYAMALANG.COM, - Penyebab fenomena awan berlubang di langit Jember hingga membuat warga geger penasaran diungkap oleh BMKG.
Kendati fenomena awan berlubang ini tampak unik, namun ternyata juga bisa membahayakan
Fenomena awan berlubang di langit Jember viral setelah video-nya diunggah akun Instagram @terangmedia, Kamis (6/6/2024).
Dalam video yang beredar, penampakan di langit Jember itu begitu terlihat jelas.
'Fenomenan alam, pertanda apa? Jember' tulis keterangan dalam video.
Baca juga: Sosok Pemotor Viral Lewat Jalan Tol Surabaya-Sidoarjo Ternyata Warga Malang, Terungkap Penyebabnya
Tak cuma terlihat seolah-olah langit seperti berlubang, dalam video itu juga tampak gumpalan gumpalan awan lebih kecil berbentuk garis panjang.
Bila diperhatikan dengan seksama, bentuknya pun menyerupai kuburan, kolam renang, hingga perahu.
Di sekitar lubang juga dipenuhi oleh awan-awan bergumpal yang berbentuk seperti kapas.
Sontak, penampakan awan yang tidak biasa itu menyedot perhatian warga Jember.
Para warga hingga anak-anak langsung keluar beramai-ramai untuk melihatnya.
Baca juga: Curhat Marliyana Banyak Saksi Kasus Vina Muncul, Dulu Cari Satu Saja Susah Kini Bikin Bingung
Sedangkan di media sosial, netizen yang melihat postingan tersebut menimpalinya dengan beragam komentar lucu.
'Pertanda awal bulan bentar lagi gajian' komentar @kap***.
'Langsung kirim ke grup whatsapp keluarga' tulis @az***.
'Portal planet yg lain' tambah @ag***.
Lalu apa penyebab fenomena tersebut?
Melansir Kompas.com, Klimatologi Universitas Jember menyebut fenomena alam di langit Jember itu bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan di udara di bawah ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut.
Fenomena itu bahkan bisa memiliki efek membahayakan bagi dunia penerbangan.
Bukan tanpa alasan, hal itu bisa memicu terjadinya turbulensi pesawat udara.
Kendati demikian fenomena alam tersebut tidak membahayakan bagi lingkungan.
Sedangkan menurut Forecaster BMKG Banyuwangi Pos Meteorologi Jember, Hukama Nur Akmal, fenomena itu terlihat di Kecamatan Kaliwates pada Selasa (4/6/2024).
Baca juga: Nasib Emak-emak Viral Naik Motor Bonceng 6 Tanpa Helm Dicari Polisi Kena Tilang, Plat Nomor Mati
Hukama menyebut fenomena itu sebagai awan cavum atau dikenal dengan istilah awan celah melingkar, awan lubang jatuh dan awan lubang-lubang.
Menurut Hukama, fenomena bentuk celah pada awan itu sering ditemukan di lapisan awan altocumulus, kemudian diikuti oleh cirrocumulus dan stratocumulus.
Lubang pada awan tersebut, kata Hukama lebih tampak pada lapisan altocumulus atau awan menengah yang terbentuk.
"Ketika pesawat terbang melalui lapisan awan kumuliform yang tipis dan memicu glasial. Galsial membuat partikel awan yang berubah dari tetesan air menjadi partikel es. Sehingga muncul seperti efek domino," kata Hukama dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com (grup suryamalang), Rabu (5/6/2024).
Hukama menambahkan, efek domino pada awan itu menciptakan celah di awan, tempat partikel es turun di ketinggian, dan terkadang melengkung karena kecepatan angin yang berbeda di ketinggian yang berbeda-beda.
"Awan cavum dapat ditemukan di antara tiga jenis awan, yakni cirrocumulus, altocumulus, dan stratocumulus," kata Akmal.
Dalam ilmu cuaca, lanjut Hukama, awan tersebut bisa disebut sebagai cirrocomulus cavum, altocomulus cavum, dan stratocomulus cavum yang masing-masing disingkat menjadi Cc cav, Ac cav, dan Sc cav.
Kemunculan awan berlubang atau awan cavum ini bukan pertama kalinya sebab, beberapa bulan lalu, fenomena serupa juga pernah terlihat di langit Meksiko.
Dikutip dari Kompas.com (5/3/2024), para ilmuwan secara berkala telah menyebutkan fenomena awan berlubang tersebut dalam jurnal ilmiah dan berspekulasi tentang penyebabnya sejak 1940-an.
Penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dari University Corporation for Atmospheric Research (UCAR) pada 2010-2011 memberikan penjelasan terkait faktor yang menyebabkan terbentuknya awan cavum.
Para peneliti UCAR memanfaatkan kombinasi data penerbangan pesawat, pengamatan satelit, dan model cuaca untuk menjelaskan bagaimana awan terbentuk dan melacak berapa lama awan tersebut bertahan.
Pada 2010, para peneliti menemukan bahwa semakin dangkal sudut pesawat yang melewati awan, semakin besar cavum yang ditinggalkan.
"Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi panjang awan ini, termasuk ketebalan lapisan awan, suhu udara, dan tingkat geseran angin horisontal," tulis para peneliti.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, spektrum penuh jenis pesawat termasuk jet penumpang besar, jet pribadi, jet militer, dan turboprop dapat menghasilkan awan cavum dan kanal.