Lebih dari 30 tahun Muhidin mengajar, berbagai karakter anak telah ia temui.
Adakalanya, di ruang guru, ia dan beberapa rekan menangisi anak-anak yang terlampau nakal.
Meski begitu, ia tetap mendoakan agar segala ilmu yang ia berikan bisa bermanfaat buat mereka.
Dengan penghasilan sebesar Rp 2.000.000 sebulan, Muhidin harus putar otak untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Terlebih, pada Desember ini, ia tidak lagi menerima uang sertifikasi karena telah memasuki usia pensiun.
Kendati masih diperbolehkan mengajar, penghasilannya akan berkurang drastis karena mendapatkan gaji pokok Rp 500.000 per bulan.
“Untuk tambah-tambah, setelah mengajar, saya juga ngarit rumput untuk pakan sapi,” ujar Muhidin.
Meski penghasilannya sebagai guru honorer pas-pasan, Muhidin selalu berupaya memenuhi kebutuhan Gigih.
Saat sang anak menyampaikan keinginan untuk berkuliah di UGM, awalnya Muhidin merasa berat dan khawatir untuk melepas anaknya menimba ilmu yang jaraknya lebih 800 kilometer.
Muhidin sangat bahagia saat Gigih dinyatakan mendapatkan subsidi UKT 100 persen dari UGM.
Kini, ia dan Gigih pun tinggal menunggu pengumuman beasiswa KIP Kuliah.
“Saya sangat merasa terbantu dengan adanya subsidi UKT, khususnya dalam keadaan ekonomi yang sulit seperti ini,” ucapnya berterima kasih sambil berdoa agar subsidi ini dapat dimanfaatkan Gigih dengan sebaik-baiknya.
Menjelang keberangkatan Gigih ke Yogyakarta, Muhidin tak henti-hentinya memberikan nasihat.
“Nanti, setelah di Yogyakarta, jaga diri baik-baik. Jaga baik-baik apa yang keluar dari mulut sebab bila salah, itu bisa membahayakan. Bertutur kata yang lemah lembut, sabar, dan jangan lupa sholat,” pesannya.
K