LUJENG SUDARTO: JPU mestinya melihat kasus AK ini adalah pemerasan dalam jabatan, bukan penerimaan hadiah. Masak iya, pemerimaan berlangsung lama dan rutin dari sejak dia menjabat.
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan pemotongan insentif pegawai di internal Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Pemkab Pasuruan dianggap belum maksimal.
Sebelumnya, bekas Kepala BPKPD Kabupaten Pasuruan Akhmad Khasani (AK) dituntut 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsidair 6 bulan penjara. Selain itu, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 344 juta atau pidana selama 9 bulan penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 Undang- Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Tuntutan jaksa dengan menggunakan pasal 11 tentang penerimaan hadiah terhadap AK sangat tidak masuk akal. Penerimaan hadiah itu artinya posisi AK adalah pasif, padahal faktanya, ada pemotongan insentif staf di BPKPD,” kata Direktur Pusat Studi dan Advokasi Kebijakan (PUSAKA) Lujeng Sudarto,
Apalagi, ia menduga, pemotongan itu tidak hanya terjadi pada triwulan terakhir 2023, tetapi juga triwulan-triwulan sebelumnya. Seharusnya, untuk memenuhi unsur keadilan, jaksa bisa mempertimbangkan dengan menuntut menggunakan Pasal 12 huruf (e):
Di dalam pasal itu disebutkan jelas, pehawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya.
“JPU mestinya melihat kasus AK ini adalah pemerasan dalam jabatan, bukan penerimaan hadiah. Masak iya, pemerimaan berlangsung lama dan rutin dari sejak dia menjabat,” terangnya.
PUSAKA meminta kepada hakim tipikor untuk menjatuhkan vonis yang masuk akal dengan berdasarkan kronologi dan fakta - fakta terjadi. Jika faktanya adalah pemerasan dalam jabatan maka harus divonis dengan pasal 12 e.