SURYAMALANG.COM, MALANG - Pemkot Malang akan menuntaskan persoalan Anak Tidak Sekolah (ATS) berdasarkan data yang diperoleh dari Kemdikbud sejumlah 5.655 orang.
Oleh karena itu, dibuatkan program Ajak Kembali Anak ke Sekolah (AKAS) yang disosialisasikan pada 2 Oktober 2024 lalu dengan berkolaborasi bersama 18 stakeholder. Ada camat, lurah, PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), operator sekolah dan lainnya.
Dari 5655 anak itu, sebanyak 1875 DO, 1271 tidak melanjutkan sekolah dan 2595 anak tidak pernah sekolah/belum pernah bersekolah (BPB).
"Kesepakatan rakor, PKBM siap menerima berapapun nanti anak-anak ATS yang mau melanjutkan sekolah."
"Selain itu bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah negeri dibawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang secara gratis," jelas Indri, Perencana Disdikbud, kepada SURYAMALANG.COM, Jumat (11/10/2024).
Jika usia anak ATS SD melampaui usia maksimal 12 tahun, yaitu usia 15 tahun, maka ia bisa ke PKBM.
Maka akan dicarikan PKBM terdekat rumahnya agar tidak ada kendala masalah transportasi. Sehingga hal ini diharapkan tidak jadi hambatan bagi ATS dalam melanjutkan pendidikannya.
Dalam penanganan ATS, ada tiga kewenangan. Yaitu Disdikbud Kota Malang, Kemenag Kota Malang dan Cabdin Kota Malang (untuk SMA/SMK).
Sebab usia ATS dari berbagai jenjang pendidikan. Hasil verifikasinya yang dibawah kewenangan Disdikbud ada 435 orang. Ada 50 sekolah yang tidak ada ATS-nya.
Tidak ada yang DO dan semua lulus dan melanjutkan. Menurut Indri, data 5655 itu campuran antara data DO, tidak melanjutkan dan BPB. Data 2595 BPB itu yang sedang dipadankan antara NIK dan NISN (Nomer Induk Siswa Nasional).
"Sebab anak-anak itu punya NIK tapi tak punya NISN. Jadi dianggap tidak pernah bersekolah. Tapi bisa jadi anak-anak itu sekolah tapi ke pondok. Mungkin pondoknya belum punya NPSN (Nomer Pokok Sekolah Nasional) untuk sekolah formalnya," jawabnya.
Atau bisa jadi ada data ganda dan ternyata si anak yang BPB tercatat di daerah lain.
Maka, lanjutnya, 5655 anak itu bukan berarti tidak sekolah. Sudah pernah sekolah tapi ada yang DO dan tidak melanjutkan.
Namun hanya 2595 yang BPB. Hasil verfal nanti akan disampaikan pada Kemenang dan Cabdin Dindik Jatim wilayah Kota Malang untuk ditindaklanjuti. Sebab datanya by name dan by sekolah yang diperoleh dari Kemdikbud.
Untuk ATS apakah diarahkan ke sekolah formal atau PKBM, setelah dilakukan assesment. Sebab kebutuhan tiap ATS beda. Mungkin sudah bekerja dengan alasan membantu orangtua, maka diarahka ke PKBM terdekat.
"Seperti kasus Rafi dari Kelurahan Arjowinangun Kecamatan Kedungkandang itu, ia tidak melanjutkan pendidikan ke SMP setelah lulus SD karena kondisi orangtuanya."
"Ia membantu ekonomi orangtuanya. Dan kakaknya juga tidak meneruskan sekolah. Tapi ia sudah mau meneruskan pendidikan ke jenjang SMP ke PKBM terdekat rumahnya," jawab Indri.
Untuk verfal ke BPB akan dilakukan oleh kelurahan.
"Sebab mereka belum pernah bersekolah," katanya.
Jika ditemukan maka diarahkan pada kebutuhannya apa. Maka stake holder lain juga bisa turun, misalkan dinsos.
Jika ternyata halangan tidak sekolah karena mindset orangtua bahwa mencari uang lebih penting daripada pendidikan, maka orangtua didekati dulu. Jadi, tidak semata anaknya tidak sekolah lalu disuruh meneruskan pendidikan ke PKBM, misalnya.
Jika anak akhirnya meneruskan pendidikan ke PKBM/sekolah formal, maka otomatis data di ATS gugur.
"Jadi kalau data ATS di Kemdikbud dengan daerah ada yang tidak sama karena datanya bergerak. Apalagi sedang diselesaikan oleh daerah," kata Indri.
Sedangkan alasan mengarahkan ATS ke sekolah negeri dan PKBM karena gratis. PKBM mendapat BOP. Sedang sekolah negeri juga gratis dan sekolah mendapatkan BOS dari jumlah siswanya.
"Sedang kesiapan Forum PKBM Kota Malang untuk membantu menangani ATS itu bukan keputusan ketua forumnya. Tapi menjadi kesepakatam seluruh anggota forum untuk membantu," pungkasnya.
Jumlah PKBM di Kota Malang ada 24 lembaga. Terkait persiapan menangani ATS, ia yakin karena PKBM dibawah Disdikbud Kota Malang dimana ada bidang pengampunya dan ada monev.