Ekspor Briket Lumajang

Kisah Nur Hasan Rutin Ekspor18 Ton Briket dari Olahan Limbah Kelapa di Lumajang, Pasok Pasar Eropa

Penulis: Mohammad Erwin
Editor: Dyan Rekohadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Potret proses pembuatan briket milik Nur Hasan warga Lumajang Jawa Timur.. Briket buatan Hasan terbuat dari limbah kelapa dan berhasil menembus pasar mancanegara.

SURYAMALANG.COM, LUMAJANG - Berkat tangan kreatifnya, Nur Hasan (40) warga Desa Gucialit, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur memproduksi briket hingga diminati pasar benua Eropa.

Hasan menerangkan produk briket bikinannya menjadi pemasok rutin seorang pengusaha di negara Turki.

Pria ramah ini mengaku awal mula produk briketnya bisa menembus pasar mancanegara bermula ketika dirinya memasarkan produk kerajinannya di media sosial Facebook pada tahun 2023 silam.

"Awalnya saya produksi kerajinan dari batok kelapa kemudian dan laku ke Turki. Lalu pemesan juga menanyakan apakah juga membuat briket, lalu saya menerima pesanan tersebut," ujar Hasan di tempat produksi briket miliknya, Senin (20/1/2024).

Hasan pun membuat briket secara otodidak.

Ia mengaku mencari tahu cara membuat briket dari YouTube.

Ia pun menginprovisasi proses pembuatan briket dan akhirnya bisa membuat briket dengan kualitas mumpuni.

"Bahannya sangat mudah didapat dari limbah batok kelapa. Di Lumajang kan banyak kelapa. Tapi kalau lagi butuh banyak saya ngambil juga di Bondowoso dan Situbondo," paparnya.

Menurut Hasan, proses pembuatan briket terbilang gampang-gampang susah.

Produksi briket dimulai dari membakar batok kelapa yang sudah berbentuk cacahan atau kepingan kecil.

Lalu batok kelapa tersebut dibakar hingga menjadi arang.

Proses dilanjutkan dengan menggiling arang batok kelapa menjadi serbuk.

Serbuk tersebut kemudian dicampur dengan bahan tambahan. Diantaranya tepung tapioka dan sodium.

Bahan tambahan tersebut dicampur denga arang kelapa hingga menjadi adonan.

Adonan yang sudah kejadi kemudian dicetak menggunakan mesin dan ditata di papan untuk kemudian dioven atau dijemur jika cuaca sedang bagus.

Setiap 6 bulan, Hasan mengirim sebanyak 18 ton kepada pemesannya yang berasal dari Turki.

"Orang Turkinya sudah ke tempat saya dan melihat langsung briket ini. Per 1 kilogram briket produksi saya ini harganya Rp 15 ribu. Di Turki sana briket saya buat alatnya Shisha (rokok ala Arab)," katanya.

Setiap kali produksi untuk pengiriman ke Turki, Hasan mengaku bisa meraup keuntungan bersih hingga Rp 50 juta.

"Modalnya Rp 30 jutaan untuk tiap kali produksi briket ini untuk besaran produksi 18 ton," katanya.

Hasan memperkerjakan 13 orang pegawai yang merupaka warga sekitar untuk menunjang produksi briket miliknya.

 Ia juga dibantu oleh sang istri Dayang Andriana dalam mengelola bisnis produksi briket tersebut.

"Keunggulannya briket ini gak ada asap. Panas lebih stabil daripada arang biasa," ungkapnya.

Kendati diminati pasar luar negeri, Hasan mengaku produk miliknya justru tak terlalu diminati pasar lokal.

"Kalau lokalan saja pesan itu hanya kiloan gak sampai ber ton-ton kayak di Turki," papar pria asal Gucialit tersebut.

Selama membangun usaha, Hasan mengingat dirinya bersama sang istri bahu-membahu merintis usaha briket.

Ia merasakan bantuan atau dukungan dari pemerintah dalam mendukung usahanya sangat jarang. 

"Ya dilakukan sendiri, kalau dari pemerintah ngajuin umkm susah," keluhnya. 



 

Berita Terkini