Penganiayaan SMA Taruna Nala Malang

Dugaan Aksi Kekerasan Senior Terhadap Junior di SMA Taruna Nala Malang, Begini Respons Pihak Sekolah

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KEKERASAN DI SEKOLAH - Orang tua korban kekerasan senioritas di SMA Taruna Nala Malang bersama tim pengacara membeberkan foto anaknya, Selasa (13/5/2025).

SURYAMALANG.COM, MALANG - Dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh senior kepada juniornya terjadi di SMA Taruna Nala Malang, 16 Juni 2024 silam.

Kasus ini melibatkan korban yang berinisial A dengan dua orang senior saat mengikuti kegiatan menjelang libur sekolah pada saat itu.

Korban mengalami luka memar di sejumlah bagian tubuhnya.

Mata kanannya robek akibat tindak kekerasan itu.

Meski kasus ini sudah terjadi hampir setahun lamanya, namun orang tua korban merasa geram.

Lantaran kasus ini tak kunjung usai, meski telah melakukan laporan ke Polresta Malang Kota.

Saat dikonfirmasi SURYAMALANG.COM mengenai kasus ini, Kepala Sekolah SMA Taruna Nala Malang, Dr Husnul Chotimah MPd, tidak banyak memberikan komentar.

Dia hanya menjelaskan, kalau kasus kekerasan ini sudah ditangani oleh Polresta Malang Kota.

"Ceritanya panjang."

"Saat ini laporan sudah ditangani Polresta Malang Kota," tulis Kepala Sekolah, saat dihubungi SURYAMALANG.COM melalui pesan singkat, Selasa (13/5/2025).

Dr Husnul menjelaskan, saat ini dirinya masih fokus untuk melayani perlombaan STCC Tk secara nasional di Batu.

A, yang menjadi korban dalam kasus kekerasan senioritas ini juga menjadi peserta dalam perlombaan tersebut.

Dr Husnul memastikan, kalau korban A saat ini masih beraktivitas dengan baik di SMA Taruna Nala Malang.

"Nanti bisa menemui saya pada 16 Mei 2025, karena saya masih fokus lomba STCC Tk Nasional di Batu."

"Korban besok juga mau lomba."

"Jadi mohon sabar, yang pasti korban masih beraktivitas dengan baik di sekolah," ungkapnya.

Sementara itu, orang tua korban, Joni didampingi oleh kuasa hukumnya tidak terima anaknya menjadi korban di sekolah kesamaptaan itu.

Joni memilih melapor ke Polresta Malang Kota agar kasus ini bisa segera dituntaskan.

Akibat kasus kekerasan ini, korban A harus menerima sembilan jahitan untuk meredam luka di bagian wajah.

Mata kanan korban robek, sementara bagian perut dan bagian tubuh yang lain juga memar.

"Saya bawa visum dan saya melapor agar menjadi pembelajaran bagi semua."

"Saya yakin sekolah juga sudah berbuat maksimal, mari berbenah bersama," kata Joni didampingi pengacara, Wahyu Ongkowijoyo, Selasa (13/5/2025).

Pengacara yang tergabung dalam Aliansi Advokat Surabaya Raya (AASR) itu memberi dukungan penuh atas pengungkapan kasus kekerasan anak.

Perisitwa kekerasan dengan penganiayaan itu sebenarnya sudah terjadi pada 16 Juni 2024 lalu.

Namun orang tua geram karena hingga saat ini laporan ke Polres Malang belum tuntas.

Joni pun menyerahkannya pada pengacara.

Kronologi

Saat itu menjelang libur sekolah, siswa taruna ada kegiatan.

Setelah mengepel asrama, salah satu senior SMA Taruna itu terjatuh.

Diduga dia jatuh sendiri, bisa jadi terpeleset dan tersentuh pintu.

Senior ini merasa dipermalukan di hadapan junior.

Joni yang mendapat cerita anaknya dan temannya menuduh ada yang ngerjai.

"Anak saya dipukul karena dianggap menjegal."

"Karena dekat lokasi jatuh, anak saya dipukuli saat itu juga," kata Joni yang akrab disapa Pak Benk.

Anaknya tidak malawan. Tiga jam kemudian, A dipanggil senior itu ke kamar.

Namun korban menolak dan meminta Kakak Asuh untuk memberi saran.

Bukan ke kamar senior tapi malah ke kakak asuh.

Teman senior pelaku merangsek ke kamar kakak asuh A.

Di kamar inilah, korban mendapat kekerasan berikutnya.

"Dan yang menjadi sasaran mata kanan anak saya," urai Joni.

Orang tua A tahu anaknya menjadi korban kekerasan melalui grup WA.

Tapi disebut terlibat pertikaian, Joni kaget anaknya yang relatif pendiam bertikai.

Akhirnya, Benk yang cemas menjemput ke sekolah. Tapi posisi A sudah di rumah sakit.

Setelah menunggu, orang tua korban berhasil menjemput anaknya dibawa pulang ke Surabaya.

"Sehari setelahnya, balik ke Malang."

"Orang tua dengan niatan baik dan demi kepentingan yang lebih besar melapor ke Polresta Malang."

"Di sinilah proses mediasi dilakukan. Namun orang tua tetap lurus penegakan hukum," kata Wahyu.

Sementara di sisi lain, pihak sekolah menindaklanjuti kekerasan yang terjadi di SMA Taruna.

Wahyu menyebut bahwa dua pelaku adalah siswa kelas XI.

Dalam perkembangannya keduanya mendapat sanksi tegas. Kedua senior itu dikeluarkan.

Namun Wahyu mendesak ke Polresta Malang Kota untuk menuntaskan proses hukum kekerasan di bawah umur.

Pihaknya juga meminta kantor pemerintah ikut memikirkan masa depan anak, karena korban juga masih trauma.

Praktik bullying juga diharapkan diakhiri.

Sebab A saat seleksi mayoret grup drum band SMA Taruna itu alat dan baju disembunyikan.

"Kami menangkap ada keanehan. Sekitar 7 saksi kasus kekerasan yang sudah diperiksa Polresta tiba-tiba kompak mencabut keterangan."

"Apakah ada intervensi atau apa saya tidak tahu."

"Kami berbaik sangka saja. Kami mendesak Polresta mengusut tuntas," tandasnya.

 

Berita Terkini