Dedi Mulyadi Sentil Temuan KPAI: Ancaman Tak Naik Kelas Jika Tolak Barak Militer 'Turun Ambil Peran'

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENDIDIKAN DI BARAK MILITER - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KANAN) saat berbincang dengan siswa yang dititipkan orang tuanya untuk masuk sekolah di barak militer diunggah dalam video Instagram-nya (12/5/2025). Para siswa yang menjalani pendidikan di barang militer (KIRI). Kini Dedi Mulyadi jawab temuan KPAI, tolak barak militer ada ancaman tak naik kelas.

SURYAMALANG.COM, - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menjawab temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terkait program pendidikan karakter untuk siswa bermasalah di barak militer.

Salah satu yang menjadi perhatian KPAI, adanya ancaman tidak naik kelas kepada siswa bila tidak mau ikut sekolah khusus tersebut. 

Sebagai penggagas program, Dedi Mulyadi memberi penjelasan sekaligus sentilan terhadap KPAI yang diharapkan mau ambil peran. 

Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra menilai kebijakan Dedi Mulyadi tersebut berpotensi melanggar hak anak.

Baca juga: Sosok Nera Tidak Tahu Siapa Dedi Mulyadi, Siswi Jalan 2 Km ke Sekolah Naik Rakit Nyaris Putus Asa

Jasra Putra mengatakan, sejumlah pelajar dikirim ke barak militer tanpa melalui asesmen dari psikolog profesional. 

Pemilihan peserta program, menurut Jasra, hanya berdasarkan rekomendasi guru bimbingan konseling (BK).

Bahkan, di tiga sekolah menengah pertama negeri di Purwakarta, KPAI menemukan tidak ada guru BK sama sekali.

"Program tidak ditentukan berdasarkan asesmen psikolog profesional. Yang jadi temuan kita, melainkan hanya rekomendasi guru BK," ujar Jasra dalam konferensi pers daring, Jumat (16/5/2025).

Jasra juga mengungkapkan beberapa pelajar merasa tertekan karena mendapat ancaman dari guru BK bahwa mereka tidak akan naik kelas jika menolak ikut program tersebut.

“Ada ancaman bahwa siswa yang menolak mengikuti program bisa tidak naik kelas. Ini hasil wawancara kita dengan anak-anak di Purwakarta maupun di Lembang,” lanjutnya.

Baca juga: Siapa Doni Maradona? Tersinggung Pidato Dedi Mulyadi dan Walk Out dari Rapat, Tuntut Klarifikasi

Berdasarkan temuan KPAI, penyimpangan perilaku anak tidak dapat disederhanakan sebagai kenakalan belaka.

Banyak di antaranya berasal dari keluarga tidak utuh, seperti anak yang ditinggal orang tua atau korban perceraian.

Selain itu, pengaruh lingkungan, teman sebaya, dan absennya figur ayah juga menjadi faktor penyumbang.

"Disebabkan orang tua bercerai, tidak tinggal bersama orang tua, harapan anak untuk mendapatkan figur ayah, pengaruh teman sebaya, dan lingkungan sekitar juga berperan," kata Jasra.

Minimnya tenaga psikolog profesional, pekerja sosial, dan guru BK juga memperparah keadaan. 

Akibatnya, layanan konseling terhadap anak tidak berjalan maksimal.

“Hasil diskusi dengan dinas terkait menyatakan bahwa kekurangan tenaga profesional tersebut menyebabkan layanan konseling anak tidak berjalan optimal,” imbuhnya.

Baca juga: Kronologi Pidato Dedi Mulyadi Buat Fraksi PDIP DPRD Jabar Walk Out, Gubernur: Tak Pernah Menghargai

Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, turut menyampaikan kekhawatirannya terhadap pelaksanaan program tersebut.

Ai menilai, tanpa asesmen psikologis yang layak, program bisa mengarah pada pelanggaran hak anak.

“Kami mengharapkan tidak terjadi pelanggaran hak anak ini, tetapi potensi mengarah ke situ ada, tadi hilangnya referensi asesmen yang jelas (dari psikolog),” ujar Ai.

Lebih dari itu, sekitar 6,7 persen anak yang dikirim ke barak militer bahkan tidak tahu alasan mereka dipilih mengikuti program tersebut.

“Ada persentase anak 6,7 persen itu mengatakan tidak tahu kenapa ada di sini, artinya kan ada bentuk yang harus diimplementasikan secara optimal untuk menghindari potensi melanggar hak anak,” kata Ai.

Komentar Dedi Mulyadi

Menanggapi temuan KPAI, Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan program akan selesai pada 18 Juni mendatang dan mempersilakan KPAI untuk melanjutkan pendidikan anak-anak tersebut.

"Anak-anak sudah keluar nanti tanggal 18 Juni. Silahkan KPAI lanjutkan," ujar Dedi Mulyadi melalui sambungan telepon, Jumat (16/5/2025). 

Pria yang akrab disapa KDM ini tidak sependapat dengan KPAI terkait dugaan intimidasi terhadap siswa di barak militer sampai ancaman tidak naik kelas. 

Dalam wawancara terpisah, KDM menegaskan, KPAI harusnya ikut turun tangan dalam masalah anak alias tidak hanya berkomentar saja.

"Kalau KPAI merasa ada yang salah, mari kita turun bersama. Jangan hanya berkomentar dari jauh, tapi ambil peran dalam mendidik anak-anak," kata KDM, Minggu (18/5/2025) mengutip Tribun Jabar.

Dalam keterangan tertulis pada Sabtu (17/5/2025), KDM menyampaikan kebijakan ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi anak-anak di Jawa Barat yang semakin kompleks.

Dedi Mulyadi menegaskan tindakan yang dilakukan bersifat darurat karena banyak orang tua tidak lagi mampu menangani anak-anak mereka.

"Tindakan-tindakan yang kami lakukan itu lebih didorong oleh rasa kemanusiaan dan tanggung jawab... ketika ada kebuntuan seperti ini, gubernur, bupati, wali kota harus memberikan jalan meskipun jalan itu darurat,” ujarnya. 

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi mengajak KPAI untuk bekerja sama dalam menangani persoalan anak, terutama dalam kasus-kasus kekerasan seksual yang marak terjadi.

Dedi Mulyadi mengklaim hampir setiap hari menerima laporan terkait pelecehan seksual terhadap anak oleh orang terdekat mereka, termasuk ayah kandung, ayah tiri, dan guru mengaji.

Pernyataan TNI

Komandan Resimen Armed 1 Sthira Yudha, Kolonel Arm Roni Junaidi, menyatakan pihaknya siap terus membantu pemerintah daerah dalam program pembinaan karakter pelajar. 

Roni memastikan tidak ada kekerasan dalam proses pelatihan dan berjanji akan meningkatkan kenyamanan fasilitas barak ke depannya.

“Ini murni untuk pembinaan. Fasilitas akan terus kami benahi agar para pelajar merasa nyaman, dan tentu saja kami pastikan tidak ada kekerasan,” kata Roni.

KPAI Akan Kontrol

KPAI menyatakan akan terus berkoordinasi untuk menyempurnakan program dan memastikan tidak ada pelanggaran hak anak di dalamnya. 

Ai Maryati menegaskan, anak-anak berhak tumbuh dan berkembang secara optimal tanpa diskriminasi.

“Kami terus lakukan koordinasi lalu bentuk-bentuk penyempurnaan seperti apa dan menghindari adanya situasi yang berpotensi melanggar hak anak,” pungkasnya.

Program pendidikan karakter "Pancawaluya Jawa Barat Istimewa" yang digagas adalah mengirim sejumlah pelajar ke barak militer di Purwakarta dan Lembang, dengan tujuan membentuk kedisiplinan dan karakter anak-anak yang dianggap bermasalah.

(Kompas.com/Tribunnews.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Berita Terkini