SURYAMALANG.COM, BATU - Tak ingin hanya jadi simbol dan kenangan, Pemkot Batu mendorong petani apel, khususnya petani muda, untuk menanam apel dengan cara Smart Farming dan Hidroponik.
Seperti diketahui, dari tahun ke tahun lahan kebun apel di Kota Batu semakin berkurang, karena petani memilih mengganti tanaman apel menjadi pohon jeruk dan kopi, yang memiliki nilai jual lebih tinggi.
Wali Kota Batu, Nurochman, yang baru saja kembali dari Jakarta setelah mengikuti Economic Mission Belanda-Indonesia sebagai upaya memperluas jejaring kemitraan internasional dan membuka peluang kerja sama di sektor hortikultura, menekankan perlunya transformasi dan inovasi dalam praktik bertani.
Terutama melalui teknologi cerdas seperti Smart Farming dan hidroponik merupakan bagian dari visi besar pemerintah untuk mensinergikan dunia pariwisata dengan dunia pertanian agar tidak terjadi trade off.
“Kita tidak boleh membiarkan apel hanya menjadi kenangan atau simbol. Apel harus terus tumbuh, seperti harapan kita terhadap pertanian Kota Batu,” kata Nurochman kepada SURYAMALANG.COM, Kamis (19/6/2025).
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya pertanian sebagai identitas dan potensi besar Kota Batu, seiring dengan pesatnya perkembangan sektor pariwisata.
Untuk itu Nuorchman mengajak seluruh masyarakat, terutama generasi muda, untuk tidak melupakan akar agraris Kota Batu yang tak lepas dari sektor pertanian.
“Kami ingin pertanian di kota wisata ini menjadi atraktif, modern, dan membanggakan. Tidak ada lagi kesan ketinggalan zaman bagi para petani,” ujarnya.
Sementara itu menurut Utomo, petani apel asal Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji, para petani apel kini lebih mengandalkan hasil dari wisata petik apel dibanding hasil panen apel.
Pasalnya pundi-pundi uang yang diperoleh dari hasil dari wisata petik apel lebih banyak dibanding menjual apel.
Sehingga bagi petani yang tidak memiliki wisata petik apel, banyak yang memilih untuk mengganti pohon apel dengan sayur mayur dan kopi.
“Kalau dari wisata petik apel, kalau ramai khususnya pas akhir pekan bisa untuk menutup biaya operasional."
"Untuk sekali masuk satu orangnya Rp 25 ribu. Di dalam kebun bisa makan sepuasnya empat jenis apel. Di kebun saya ada jenis manalagi, granny smith, rome beauty dan anna,” jelas Utomo.
Soal alasan tetap bertahan menanam apel, Utomo mengaku ingin mempertahankan ikon Kota Batu, yang memiliki julukan Kota Apel, sekalipun ia pernah merugi ratusan juta di tahun 2023 lalu karena produksi apel yang anjlok dan harganya hanya Rp 4.000 per Kg.
“Kalau harga sekarang lebih bagus dibanding dulu, karena posisinya sekarang apel tidak sebanyak dulu,” pungkasnya.