Demo Warga Pati

Hak Angket Pemakzulan Bupati Sudewo Disetujui DPRD Pati, Warga Takbir Setelah 50 Ribu Massa Demo

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DEMO WARGA PATI - Bendera One Piece (KANAN) berkibar dalam unjuk rasa yang digelar di kawasan Alun-Alun Kabupaten Pati, Rabu (13/8/2025). Massa menuntut Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya. Bupati Pati, Sudewo (KIRI) saat menghadiri kegiatan Sosialisasi Mikroba PA 63 WD 05/Pati yang digelar di Ruang Pragolo, Setda Kabupaten Pati, Rabu (30/7/2025). Hak angket untuk pemakzulan Sudewo disetujui DPRD.

SURYAMALANG.COM, - Hak angket untuk pemakzulan Bupati Pati Sudewo mendapatkan persetujuan dari DPRD Pati di Gedung DPRD Pati, Jawa Tengah pada Rabu (13/8/2025). 

Persetujuan hak angket itu membuat warga atau massa pendemo mengucapkan takbir dan bersorak gembira setelah mereka berdemo untuk menurunkan Sudewo dari jabatannya. 

Dengan hak angket yang disetujui ini, warga bisa lega sebab Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mendengarkan aspirasi mereka. 

Hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah daerah yang dianggap penting, strategis, dan berdampak luas pada masyarakat, daerah, dan negara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Baca juga: 9 Fakta Terbaru Demo Warga Pati Ricuh, Viral Surat Pengunduran Diri Bupati Sudewo Dibacakan Pendemo

Sebagai contoh, hak angket ini dapat digunakan untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam penggunaan anggaran daerah atau dugaan pelanggaran dalam kebijakan perizinan yang merugikan masyarakat.

Hak ini merupakan salah satu bentuk fungsi pengawasan DPRD terhadap jalannya pemerintahan daerah.

Usulan Hak Angket untuk Pemakzulan 

Usulan hak angket pemakzulan Bupati Pati Sudewo diumumkan salah satu anggota DPRD Pati fraksi Gerindra meski Sudewo sendiri merupakan Bupati dari Partai Gerindra.

Pengumuman hak angket itu diambil saat sejumlah massa aksi berhasil meringsek masuk ke Gedung DPRD Pati dan ikut di tengah rapat keputusan Pansus untuk pemakzulan Sudewo. 

Kemudian seorang anggota DPRD menyebut Partai Gerindra sepakat dengan hak angket untuk memakzulkan Bupati Sudewo. 

Massa pun kemudian bersorak girang mendengar pernyataan tersebut, bahkan sebagian di antara warga menyerukan suara takbir. 

Baca juga: DEMO Warga Pati Membara! Bupati Sudewo Dilempar Sandal Temui Pendemo: Saya Akan Lebih Baik

Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin mengatakan, usulan hak angket tersebut telah memenuhi syarat secara formal.

”Ini rapat dengan momen yang sangat penting. Keputusan diambil sesuai tahapan yang berlaku. Kita menyetujui penjadwalan dan usulan angket ,” ujar Ali melansir WartaKotalive.com, Rabu. 

Ali menambahkan, setiap tahapan akan berjalan sesuai prosedur dan peraturan-undangan yang berlaku.

Hak angket ini akan fokus pada penyelidikan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Kenaikan PBB-P2 sebelumnya mencapai 250 persen dan menuai protes keras dari masyarakat, meskipun pada akhirnya kebijakan tersebut dibatalkan.

Kekecewaan masyarakat yang terlanjur meluas kini berujung pada tuntutan agar Bupati Sudewo mundur dari jabatannya.

Perihal Hak Angket

Sesuai dengan Pasal 199 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 persyaratan hak angket diusulkan paling sedikit oleh 25 anggota DPR dan harus lebih dari satu fraksi.

Maka publik juga harus paham ada beda ketentuan dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). 

Hak angket tunduk pada hukum tata tertib DPR, sedangkan PHPU tunduk kepada hukum acara Mahkamah Konstitusi.

Demo Besar-Besaran

Aksi demonstrasi warga di Pati diadakan di sekitar Alun-alun Kota Pati dan depan pintu masuk Pendopo Kabupaten Pati.

Unjuk rasa juga meluas hingga ke Kantor DPRD Pati hingga terjadi kericuhan saat massa melempari kantor Bupati dan gedung DPRD dengan botol dan batu.

Demo besar ini awalnya akan diikuti 50 ribu orang, namun di hari H ternyata jumlah massa terus bertambah hingga kemungkinan mencapai 100 ribu orang.

Aksi unjuk rasa dipicu oleh kebijakan kontroversial Bupati Sudewo yang menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen dan kebijakan sekolah lima hari yang juga ditolak masyarakat.

Baca juga: 4 Kasus Suap Seret Sudewo Muncul Lagi, Warga Pati Ancam Demo Berhari-hari Tuntut Bupati Lengser

Meski kebijakan tersebut sudah dicabut, tuntutan sekarang telah bergeser untuk melengserkan Bupati Sudewo.

Sudewo yang baru saja dilantik pada 18 Juli 2025 lalu juga dicap arogan sebab menantang warga untuk melakukan aksi unjuk rasa.

"Siapa yang akan melakukan penolakan, saya tunggu. Silakan lakukan. Jangan cuma 5.000 orang, 50.000 orang aja suruh ngerahkan, saya tidak akan gentar. Saya tidak akan mengubah keputusan," ujarnya dalam video yang viral di media sosial.

Tak lama kemudian, Sudewo mengunggah video klarifikasi di akun Instagram pribadinya, @sudewoofficial, pada Kamis (7/8/2025).

Pertama, Sudewo meminta maaf dan menegaskan tidak bermaksud menantang rakyat.

"Saya minta maaf yang sebesar-besarnya, atas pernyataan saya, 5.000 silakan, 50.000 ribu massa silakan. Saya tidak menantang rakyat, sama sekali tidak ada maksud untuk menantang rakyat, masak rakyat saya tak tantang," kata Sudewo.

Baca juga: Bisakah Bupati Sudewo Lengser? Warga Pati Tetap Demo meski Kenaikan PBB Dibatalkan

Kedua, Sudewo menyatakan akan meninjau ulang kebijakan kenaikan PBB-P2.

Ketiga, Sudewo mengakui masih banyak kekurangan selama lima bulan menjabat dan siap menerima masukan untuk memperbaiki Kabupaten Pati.

Alih-alih bisa meredakan amarah warga, ucapan Sudewo benar-benar mendorong warga untuk mempersiapkan aksi demonstrasi di depan kantor Bupati seperti yang kini terjadi.

Apa yang Akan Terjadi Jika Sudewo Lengser?

Jika benar-benar mundur, jabatan Sudewo otomatis akan digantikan oleh Wakil Bupati (Wabup) Pati Risma Ardhi Chandra.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, wakil bupati akan menggantikan posisi bupati sampai sisa masa jabatan berakhir jika kursi kepala daerah kosong.

Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 11 April 2025, Risma Ardhi Chandra memiliki total kekayaan sebesar Rp 3,89 miliar.

Asetnya terdiri dari tanah dan bangunan, kendaraan roda empat, serta kas dan setara kas.

Nilai tersebut jauh di bawah kekayaan Sudewo yang mencapai Rp 31,5 miliar, dengan kepemilikan lahan luas, deretan kendaraan mewah, serta surat berharga.

Selain itu, stabilitas pemerintahan daerah akan terganggu sementara, beberapa program pembangunan bisa tertunda. 

Jika lengsernya Sudewo dianggap sebagai kekalahan politik, partai atau koalisi yang mengusungnya bisa kehilangan kepercayaan publik.

Ini akan mempengaruhi peta politik lokal menjelang pemilu atau pilkada selanjutnya.

Figur-figur baru akan mulai bermunculan sebagai calon pemimpin Pati berikutnya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Prof Sunny Ummul Firdaus mengatakan, demo di Pati menjadi pelajaran penting kebijakan publik tidak hanya diukur dari legalitas kewenangan, tetapi juga dari legitimasi di mata rakyat. 

Kenaikan PBB hingga 250 persen yang diputuskan Sudewo secara hukum mungkin sah berdasarkan kewenangan yang diatur dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). 

Aturan tersebut menyebutkan, kepala daerah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. 

Namun, respons publik yang masif menunjukkan legitimasi politik dan sosial adalah dimensi yang sama pentingnya dalam menjalankan kekuasaan. 

“Kewenangan yang dijamin konstitusi. Dalam hukum tata negara, bupati adalah kepala daerah kabupaten sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah" ujar Sunny mengutip Kompas.com, Rabu (13/8/2025). 

"Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 menyatakan: 'Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis',” ujarnya. 

Sunny menerangkan, secara normatif kebijakan Sudewo berada dalam lingkup tugas pokok sebagai kepala daerah untuk mengelola penerimaan daerah dan membiayai pembangunan. 

Meski begitu, persoalannya tidak berhenti pada apakah ia berwenang, tetapi juga bagaimana menggunakan kewenangan itu. 

Kebijakan publik yang menyentuh langsung kehidupan rakyat, apalagi menyangkut pajak, memerlukan proses deliberatif dan komunikasi publik yang transparan. 

Pasal 354 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 menegaskan kepala daerah wajib memberikan informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. 

Prinsip ini sejalan dengan asas partisipasi masyarakat yang diatur dalam Pasal 354 ayat (3), yang menyebutkan penyampaian informasi bertujuan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan daerah. 

Ketiadaan konsultasi publik yang memadai berpotensi melemahkan legitimasi, bahkan ketika kewenangan formalnya tidak dipersoalkan. 

Dalam kasus Pati, kekecewaan publik memuncak bukan hanya karena besaran kenaikan PBB, tetapi karena warga merasa kebijakan itu muncul sepihak dan tanpa mempertimbangkan daya bayar masyarakat. 

Terkait pelengseran Sudewo, Sunny mengatakan secara hukum tata negara penolakan masyarakat tidak secara otomatis menjadi dasar pencopotan kepala daerah, baik oleh DPRD maupun Kementerian Dalam Negeri. 

(WartaKotalive.com/Kompas.com/TribunJateng.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Berita Terkini