Dalam wawancara tersebut, Ahmad Husein menjelaskan esensi penolakan terhadap kebijakan kenaikan PBB. Menurutnya, kebijakan itu melanggar Perda 2024, khususnya Pasal 1 dan 2 yang mengatur bahwa kenaikan NJOP maksimal hanya 100 persen. Namun, yang terjadi di lapangan jauh melebihi angka itu.
“Kenaikan ini melanggar Perda,” tegas Husein. “Pasal 1 dan 2 jelas mengatur batas maksimal 100 persen. Tapi ini bisa sampai 250 persen.”
Ia juga menilai kebijakan tersebut tidak bijak karena diterapkan di waktu yang tidak tepat. Di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih, kenaikan pajak justru menambah beban.
“Waktunya tidak tepat,” ujarnya. “Masyarakat baru bangkit dari pandemi, malah dibebani pajak tinggi.”
Target aksi pada 13 Agustus sangat jelas: Ahmad Husein dan warga Pati ingin pemimpin yang tidak arogan, tidak semena-mena, dan mampu menyejahterakan masyarakat.
Ia menolak pembangunan yang hanya berorientasi pada fisik tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat.
“Jangan ingin Pati maju, tapi rakyatnya belum sejahtera,” kata Husein. “Kami ingin pemimpin yang bijak, bukan yang semena-mena.”
Dalam aksi tersebut, Ahmad Husein mengenakan kaos bertuliskan “Bagong Gugat Bolodewo, janji gawe geger kayangan.”
Ia menjelaskan bahwa kaos itu dibuat karena sebelumnya ia adalah pendukung Sudewo. Namun, setelah terpilih, Sudewo justru mengeluarkan kebijakan yang mencekik masyarakat.
“Dulu saya pendukung Sadewo,” ungkapnya. “Tapi sekarang saya gugat karena janjinya dilanggar.”
Kini, Ahmad Husein menjadi tokoh sipil yang paling dikenal di Pati. Gerakannya telah menginspirasi banyak warga untuk bersuara dan menuntut keadilan.
Ia berharap pemerintah daerah mendengar suara rakyat dan memperbaiki kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
(SURYAMALANG.COM/SURYA.CO.ID)
Ikuti saluran SURYAMALANG di >>>>> WhatsApp