Masing-masing akan digunakan Pemkot Surabaya dalam berbagai program.
Bukan hanya pembagunan infrastruktur, namun juga Sumber Daya Manusia.
"Kalau tidak ada kejujuran, maka sulit kita menyelesaikan kemiskinan,” ujarnya.
Anggaran Daerah banyak digunakan sebagai bantuan untuk warga miskin, sekolah gratis, hingga rehabilitasi rumah tidak layak huni (Rutilahu).
“Semua ini tidak boleh hilang karena menjadi tanggung jawab negara,” katanya.
Maka dari itu, kejujuran membayar pajak merupakan wujud gotong royong yang diajarkan dalam Pancasila dan nilai-nilai agama.
“Jadi yang kaya (mampu), bantulah yang tidak mampu. Dengan apa? Dengan kejujuran-kejujuran (bayar pajak) yang kita lakukan,” ujarnya.
Eri mengakui bahwa ada potensi defisit keuangan hingga akhir tahun dari APBD yang direncanakan. Penyebabnya, penurunan Opsen pajak kendaraan bermotor sekitar Rp600 miliar dari yang ditargetkan.
Hal ini terkait keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang memastikan tidak menaikkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada 2025.
Dengan adanya Keputusan Gubernur ini, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Jawa Timur yang seharusnya menjadi opsen bagi pemerintah kabupaten/kota, menurun sebesar Rp4,2 triliun.
Mencakup bagi hasil Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), seharusnya Kota Surabaya memperoleh bagi hasil sekitar Rp 800 miliar sampai Rp 1 triliun.
Untuk menutup defisit tersebut, Pemkot Surabaya resmi mengusulkan kepada DPRD terkait alternatif penambahan anggaran melalui pinjaman sebesar Rp 452 miliar melalui Bank Jatim.
Menurutnya, mencari alternatif pembiayaan lebih bijak dibandingkan meningkatkan pajak daerah.
“Kalau hari ini kita melakukan pembiayaan, karena saya tidak ingin memberatkan masyarakat Surabaya dengan menaikkan PBB dan lainnya," kata Cak Eri.
Anggaran tersebut akan digunakan untuk pembiayaan infrastruktur. Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak dapat ditunda.