Lumajang
Perjuangan Kurir Paket Bertaruh Nyawa Lewati Jembatan Gladak Perak di Antara Letusan Sekunder Semeru
Perjuangan Edo menjalankan rutinitas pekerjaanya menjadi pertaruhan nyawa yang sebenarnya di saat kondisi bencana erupsi gunung Semeru saat ini.
Penulis: Mohammad Erwin | Editor: Dyan Rekohadi
Ringkasan Berita:
- Seorang kurir JNE bernama Edo (30) tetap menjalankan tugasnya seperti biasa di tengah kondisi Gunung Semeru yang masih mengeluarkan letusan sekunder
- Dengan sepeda motor Yamaha Jupiter tua, ia menembus gelap, abu pekat, dan jalanan licin menembus jembatan Gladak Perak demi mengantar puluhan paket kepada para pelanggan.
- Meski mengaku sebenarnya merasa takut, tapi ia tetap harus mengantarkan paket yang jadi tugasnya
SURYAMALANG.COM, LUMAJANG - Di tengah kondisi Gunung Semeru yang masih mengeluarkan letusan sekunder dan material vulkanik panas, seorang kurir JNE bernama Edo (30) tetap menjalankan tugasnya seperti biasa.
Perjuangan Edo menjalankan rutinitas pekerjaanya menjadi pertaruhan nyawa yang sebenarnya di saat kondisi bencana erupsi gunung Semeru saat ini.
Dengan sepeda motor Yamaha Jupiter tua, ia menembus gelap, abu pekat, dan jalanan licin demi mengantar puluhan paket kepada para pelanggan.
Baca juga: Gladak Perak Lumajang Berbahaya Dilalui, Terdampak Letusan Sekunder Aliran Lahar Gunung Semeru
Edo berangkat dari counter JNE di wilayah Candipuro, membawa paket menuju Tempursari perjalanan sejauh 36 kilometer sekali jalan.
Dalam satu hari, Edo bisa menempuh 72 kilometer pulang-pergi, melewati jalur ekstrem dan salah satu titik paling rawan yakni Jembatan Gladak Perak.
Menurut Edo, melintasi jembatan di tengah kondisi Semeru yang labil bukan hanya menegangkan, tapi seperti menantang maut.
“Waktu lewat jembatan itu abu pekat sekali, terasa panas dari arah gunung, terus tiba-tiba hujan turun bikin jalan licin banget. Motor sampai goyang-goyang, saya terus jaga kecepatan supaya tidak tergelincir,” cerita Edo di Jembatan Gladak Perak, Sabtu (22/11/2025).
Ia mengaku suara gemuruh dari arah gunung membuatnya semakin waspada.
Setiap kali roda motornya menginjak tumpukan abu basah, Edo harus menahan nafas sambil menguatkan pegangan.
“Saya takut sebenarnya. Tapi mau gimana lagi. Paket harus dikirim, orang sudah nunggu. Jadi saya terus maju pelan-pelan sambil lihat kanan kiri, siapa tahu ada material jatuh,” katanya.
Di tengah masa darurat ini, kurir seperti Edo tetap bekerja penuh sejak pagi hingga malam hari.
Ia berangkat sekitar pukul 07.00 WIB dan biasanya baru kembali sekitar pukul 20.00 WIB.
Bekerja sebagai kurir di daerah rawan bencana memiliki risiko tinggi: mulai dari jalan rusak dan licin, potensi longsor, hingga ancaman awan panas guguran yang sewaktu-waktu bisa menyergap.
Namun Edo tetap menjalani pekerjaannya dengan tekad kuat.
“Resikonya besar, apalagi sekarang. Tapi saya selalu berdoa sebelum berangkat,” ujarnya.
Meski tahu jalur yang ia lalui berbahaya, Edo merasa pekerjaannya adalah tanggung jawab yang harus diselesaikan.
Ia juga memahami banyak warga masih mengandalkan layanan kurir untuk kebutuhan sehari-hari di tengah situasi sulit ini.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/edo-kurir-paket.jpg)