Wisata Kicau Mania Malang Raya
Dari Hobi Berbuah Prestasi dan Cuan, Kisah Udin Pembudidaya Merpati Hias Impor di Kota Malang
Dari Hobi Berbuah Prestasi dan Cuan, Kisah Udin Pembudidaya Merpati Hias Impor di Kota Malang
Penulis: Mochammad Rifky Edgar Hidayatullah | Editor: Eko Darmoko
SURYAMALANG.COM, MALANG - Dari hobi berbuah menjadi prestasi, kalimat itulah yang menggambarkan sosok Muhammad Kusolihudin, breeder Merpati Hias Impor di Kota Malang.
Pria yang akrab disapa Udin ini telah menjadi jawara di beragam kontes burung merpati hias.
Sedari kecil, Udin telah hobi memelihara burung.
Ketertarikannya pada merpati hias muncul saat ia duduk di bangku kuliah pada periode awal 1990 an.
Kala itu, merpati hias masih tergolong langka, dan ia bersemangat mengoleksi berbagai jenis.
Burung-burung ini didapatkan dari pedagang yang berjualan di Pasar Comboran dan Pasar Burung Splendid Kota Malang.
Baca juga: Geliat Kicau Mania Kota Batu, Gantangan Ramai Didatangi Penghobi Burung dari Malang Raya dan Jatim
"Dulu di Comboran itu ada orang berjualan merpati."
"Hampir setiap pekan saya ke sana."
"Apabila ada jenis yang baru, pasti saya beli," ucapnya saat ditemui SURYAMALANG.COM di kediamannya, Rabu (17/9/2025).
Selain burung merpati, ada juga sejumlah burung berkicau yang ia pelihara.
Seperti Cucak Ijo hingga Kalcer yang menjadi burung koleksinya.
Memanfaatkan lorong sempit di samping rumahnya yang terletak di Jalan Satsui Tubun Gang 4 Nomor 19 Kota Malang, ia mulai beternak burung merpati.
"Ya namanya hobi, akhirnya saya semakin tertarik dan fokus budidaya merpati hias," ungkapnya.
Lambat laun, Udin makin berkembang di dunia merpati hias.
Sekitar tahun 2020 ia mulai upgrade dan fokus untuk mengembangkan merpati hias impor berkualitas.
"Untuk merpati hias impor berkualitas ini saya berburu ke Jakarta Pigeon Center."
"Harganya memang mahal, tapi kualitasnya terjamin karena bukan hasil silang sembarangan," ujarnya.
Udin pun mulai fokus memelihara berbagai jenis merpati impor dari Jerman, Inggris, hingga Belanda.
Beberapa di antaranya ialah English Nun, German Nun, Old Dutch Cappucine dan jenis lainnya yang memiliki standar penilaian ketat mulai dari bentuk tubuh, warna bulu, hingga detail marking.
Keseriusannya pun tidak sia-sia. Hampir setiap dua-empat bulan sekali, ia rutin mengikuti kontes di berbagai daerah.
Mulai dari Kertosono, Surabaya, Lamongan, Mojokerto, Jogja, Batu, hingga Kediri.
Hasilnya, deretan piala berhasil dibawa pulang.
"Kalau merpati hias, penilaian utamanya visual. Jadi, standar internasionalnya benar-benar detail, mulai dari kuku, bulu paha, hingga postur tubuh,"
"Berbeda dengan lomba burung kicauan yang lebih menilai suar," jelasnya.
Selain menyalurkan hobi, Udin juga berhasil mengembangkan breeding merpati impor berkualitas.
Ia menekankan pentingnya pemahaman genetika agar kualitas tetap terjaga.
Latar belakangnya sebagai lulusan pertanian di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membuatnya akrab dengan konsep genetika yang ia terapkan dalam perjodohan merpati.
"Kalau salah breeding, kualitas bisa turun drastis. Postur jadi kecil, marking rusak, dan akhirnya tidak sesuai standar. Jadi, butuh pengetahuan, bukan sekadar hobi," tegasnya.
Dari hasil breeding itu, beberapa anakan merpatinya bahkan sering juara dan laku dijual dengan harga tinggi.
"Kalau sering juara, harganya bisa sampai Rp 5 juta per ekor. Yang standar biasanya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta."
"Sedangkan merpati biasa di pasar mungkin hanya Rp 50 ribu," katanya sambil tersenyum.
Kini, Udin bukan hanya sekadar penghobi, melainkan juga salah satu pelestari merpati hias impor di Indonesia.
Baginya, memelihara merpati bukan soal bisnis semata, tetapi tentang menjaga kualitas dan estetika burung yang sudah mendunia.
"Kalau orang hanya lihat sekilas, mungkin semua merpati sama saja. Tapi bagi penghobi, setiap detail fisik punya arti. Itu yang membuat merpati hias begitu istimewa," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.