Berita Viral

Kontroversi Makan Seafood Digetok Rp16 Juta Viral, Pedagang Labuan Bajo Bantah: Mereka Minta Diskon

Kontroversi makan seafood digetok Rp16 juta viral, pedagang di Labuan Bajo bantah keras sebut pelanggan minta diskon bukan salah hitung.

|
ISTIMEWA via TribunJateng.com/Kompas.com/Nansianus Taris
DUGAAN GETOK HARGA - Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo (KIRI) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sangat terkenal dengan sajian hidangan laut (seafood) yang segar (langsung dari Laut Flores). Postingan nota yang viral di media sosial (KANAN) menunjukkan total harga Rp15.853. Seorang pedagang dituduh mematok harga makanan terlalu tinggi terhadap rombongan agen travel menjadi kontroversi. 
Ringkasan Berita:
  • Rombongan agen travel mengeluh menjadi korban "getok harga" saat makan di Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo. Tagihan awal mereka mencapai Rp16 juta (termasuk PPN 10 persen), dinilai terlalu tinggi
  • Setelah protes dan minta hitung ulang, tagihan diklaim turun drastis menjadi Rp11 juta.
  • Pedagang membantah keras tuduhan "getok harga" mengklaim telah menginformasikan harga di awal serta menjelaskan mahalnya tagihan disebabkan oleh beberapa faktor.

SURYAMALANG.COM, - Sebuah nota tagihan makan menjadi viral di media sosial, setelah rombongan agen travel mengeluh kena getok harga dari pedagang di sentra Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Minggu (26/10/2025) malam.

Dugaan getok harga menjadi kontroversi setelah pedagang membantah melakukan mark up, dan menuduh pelanggan meminta diskon.

Sebaliknya, pelanggan curiga ada permainan harga karena nota termasuk di dalamnya pajak 10 persen ditulis manual oleh pedagang.

Rombongan agen travel melalui Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Pauline Suharno mencurahkan kekecewaan mereka. 

Baca juga: Ulah Warung Kopi Getok Harga Ngecas HP Rp 15 Ribu Viral, Duduk Lama Rp 5 Ribu, Pelanggan Syok

Saat itu, rombongan berjumlah 20-30 orang menikmati hidangan di sentra Kuliner Kampung Ujung Labuan Bajo

Lalu, mereka terkejut saat menerima tagihan total mencapai Rp16 juta, sudah termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen.

"Rp16 juta berikut PPN, akhirnya karena kami minta dihitung ulang, diturunkan sampai Rp 11 juta. Itu kan preseden yang kurang baik," kata Pauline kepada wartawan di Labuan Bajo, Selasa (28/10/2025) lalu.

Pauline juga menyoroti nota tagihan yang ditulis tangan, yang menimbulkan keraguan.

"Ditulis tangan seperti itu kan kami nggak tahu PPN-nya lari ke mana" tambahnya. 

"Kami taat pajak, tapi kami mau membayar pajak ketika pajak itu memang disetorkan sebagaimana mestinya," imbuh Pauline.

Menurut Pauline, harga yang dipatok seharusnya lebih rendah untuk wisatawan lokal seperti mereka.

"Kami ini wisatawan lokal lo, jangan diperlakukan sama dengan wisatawan mancanegara," ujarnya. 

Selain itu, rombongan tidak diberi tahu harga makanan sebelum disajikan.

"Seharusnya diberi tahu harganya saat memilih ikan dan menu lainnya," keluhnya.

Pauline menjelaskan, tagihan awal adalah Rp14 juta ditambah PPN 10 persen, menjadi Rp 16 juta.  

Pedagang: Mereka Minta Diskon

Ketika ditemui, pedagang berinisial Y, yang menjadi tertuduh dalam insiden ini dengan tegas membantah informasi yang beredar di media sosial dan media massa.

"Apa yang disampaikan itu tidak benar. Faktanya tidak seperti itu," ujar Y pada Kamis (30/10/2025) malam.

Menurut Y, kejadian itu dimulai ketika ada seorang pria mendatangi tempatnya dan memesan makanan untuk 18 orang sekitar pukul 18.00 WITA.

"Saat itu dia buka HP dan pesan ikan, kepiting, dan udang. Lalu saya tanya, mau pesan ikan apa pak? apakah ikan ekspor atau lokal. Soalnya beda harga" ungkap Y.

"Begitu juga kepiting, mau yang di baskom atau akuarium. Setelah itu dia minta untuk difoto, katanya untuk dikirimkan ke rombongan yang mau makan," beber Y.

Baca juga: Kronologi Presiden Jokowi Terhindar dari Makanan Berformalin saat Kunjungan di Labuan Bajo

Tak lama kemudian, pria itu memilih ikan ekspor dan kepiting dari akuarium.

Y memberi tahu harga kepiting akuarium Rp 350 ribu per-kilogram karena ukurannya lebih besar, ikan ekspor Rp 300 ribu per kilogram (dibeli dari pengepul Rp225-250 ribu), dan lobster Rp 700 ribu per kilogram.

"Dia bilang tidak apa-apa, ambil yang di akuarium, begitu juga ikan pilih ikan ekspor. Lalu saya ambil sesuai pesanannya dan masak," jelas Y.

Saat Y memasak, rombongan tiba dan menambah pesanan karena jumlah orang bertambah menjadi 26.

Tambahannya meliputi lima ekor kepiting, lima ekor lobster, tiga ekor cumi besar, kerang darah, udang asam manis, ikan bakar, ikan kuah asam, dan sayur.

Tak lama, ada pesanan tambahan lagi, dan jumlah pun bertambah.

Ketika Y menunjukkan rekap total, rombongan kaget dan komplain.

"Ada bapak-bapak juga komplain, katanya kamu itu sembarang saja kasih harga" urai Y. 

"Saya jelaskan ke mereka, bahwa sebelum pesanan ini kami kerjakan, kami sudah informasikan harga terlebih dahulu" sambungnya. 

"Kami sudah timbang dan beritahukan harganya kepada yang pesan," jelas Y.

Mereka protes harga ikan Rp 300 ribu, tapi Y menjelaskan itu ikan ekspor.

Kebetulan, ada nelayan yang datang menagih, dan Y meminta tamu bertanya langsung.

Nelayan membenarkan harga sesuai pengepul untuk ekspor.

Salah satu anggota rombongan marah ke nelayan.

Baca juga: Nasib Penjual Sate Pinggir Jalan Getok Harga 536 Ribu, Pelanggan Ngamuk ke Pembeli Lain Beda Tarif

"Kau ini, banyak ikan di laut ini kau tinggal ambil saja, gratis. Kenapa jual mahal-mahal?" tiru Y. 

Beberapa orang mengancam akan membuat viralkan kejadian itu.

"Tapi saya bilang silahkan, karena saya punya bukti semuanya, ada CCTV saat pesan ikan, kami ambil ikan di mana" tegas Y.  

"Rincian notanya juga masih ada. Saat rombongan itu komplain, orang yang pesan pertama itu ada di situ, tetapi dia hanya diam," ujar Y.

Y mengungkap total pesanan Rp15,8 juta termasuk PPN 10 persen, tapi mereka minta diskon sehingga bayar Rp14,3 juta.

"Tidak benar kalau mereka hanya bayar Rp 11 juta, dan itu katanya setelah mereka protes dan hitung ulang. Seolah-olah saya berbohong" imbuhnya. 

"Bayar kurang dari Rp 15,8 juta itu karena mereka minta diskon, bukan karena salah hitung," lanjutnya sambil menunjukkan bukti transfer dua kali.

 

Penyebab Nota Termasuk Pajak Ditulis Manual

Terkait nota manual, Y menjelaskan semua pedagang di Kampung Ujung wajib bayar pajak. 

"Mereka pertanyakan kenapa tidak pakai mesin, hanya manual. Kami pun pernah mempertanyakan itu kepada Dispenda saat melakukan pertemuan" jelasnya. 

"Dinas terkait mengatakan, mereka sementara berusaha untuk pengadaan mesin. Bukan kami yang tidak mau" paparnya. 

Baca juga: Jawaban Pemilik Warung Sate Setelah Viral Getok Harga Rp 500 Ribu, Anggap Harga Seporsi Masih Wajar

"Kami tidak mengada-ada, silahkan cek sendiri di Dispenda apakah kami bayar pajak atau tidak," ungkap Y.

Soal keterlambatan pelayanan, Y menekankan makanan bukan siap saji.

"Apalagi yang datang 26 orang dan berapa kali pesan tambahan," imbuh Y. 

(Kompas.com)

Ikuti saluran SURYA MALANG di >>>>> WhatsApp 

Sumber: Surya Malang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved