Nenek Usia 90 Tahun Hidup Sendiri di Lereng Gunung Merapi

"Nggak pakai lauk, cuma sayur, kadang gori, kalau Semut ya makan apa yang saya masak," ujarnya.

Editor: eko darmoko
Tribun Jogja
Mbah Jirah, Nenek 90 Tahun yang hidup dengan anjingnya di gubuk di lereng Gunung Merapi, Dusun Turgo, Purwobinangun. 

SURYAMALANG.COM, SLEMAN – Usia nenek ini hampir satu abad. Dia tinggal sendirian tanpa sanak saudara. Nenek yang bernama Jirah berusia 90 tahun ini tinggal sendirian di gubuk di lereng Gunung Merapi.

Gubuk berukuran 2x3 meter itu terletak di Dusun Turgo, Purwobinangun. Nenek Jirah hanya hidup seorang diri dan hanya ditemani seekor anjing bernama Semut.

Tak begitu sulit menemukan rumah Mbah Jirah, atau biasa dipanggil Mbah Jinem oleh warga sekitar. Rumahnya tepat berada di depan greenhouse penangkaran anggrek Dusun Turgo. Kendati demikian membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa sampai di gubuk Mbah Jirah.

Hal itu lantaran jalan yang harus dilalui berupa jalan setapak berbatu dan memiliki sudut kemiringan sekitar 45 derajat. Di sekeliling jalan setapak masih terdapat banyak pohon-pohon rindang, begitupula di sekeliling rumah Mbah Jirah yang berpagar semak belukar.

Gubuk berukuran kecil tersebut hanya berdindingkan bambu dan spanduk bekas. Tentu saja rumah tersebut tak bisa melindunginya dari dinginnya udara lereng Merapi kala malam.

Di dalam rumah pun hanya terdapat meja dan kursi yang sudah usang. Sementara untuk tidur, ia hanya beralaskan tikar yang bagian atasnya berserakan baju-baju untuk membungkus tubuh tuanya.

Mbah Jirah menyambut kedatangan wartawan, tongkat dari batang kayu menopang tubuhnya saat berjalan. Anjingnya yang bernama Semut, setia mengikuti ke mana pun Mbah Jirah pergi.

Kepada wartawan ia mengaku tidak tahu pasti kapan dia tinggal di gubuk itu. Hal itu lantaran ia tidak mengenal penanggalan dalam menjalani hidupnya selama ini.

"Orang dulu tidak tahu tahun-tahunan, jadi lupa," ungkapnya.

Untuk kehidupan sehari-hari Mbah Jirah memanfaatkan alam. Ia memenuhi kebutuhannya dengan menanam salak dan sukun tak jauh dari rumahnya. Untuk memasak, ia memanfaatkan anglo yang ia letakkan di depan tempat tinggalnya. Sehari-hari ia berbagi makanan dengan Semut.

"Nggak pakai lauk, cuma sayur, kadang gori, kalau Semut ya makan apa yang saya masak," ujarnya.

Diceritakannya, semasa ia masih mempunyai tenaga, ia bekerja sebagai pedagang buah jambu dan salak di pasar Godean Sleman. Akan tetapi saat ini ia tak mempunyai tenaga untuk berdagang.

Beruntung warga sekitar tergerak hatinya membantu kebutuhan Mbah Jirah, dengan sesekali memberikan beras untuknya. Ia tak sanggup merawat kebun salak dengan kondisinya yang sudah tua ini.

"Saya juga tidak punya siapa-siapa. Anak saya dulu meninggal saat usia 2,5 bulan, dan setelah itu hidup sendiri," ujarnya tanpa pernah menyinggung perihal suaminya.

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved