Pasuruan
Saat Gunung Kelud Meletus, Koordinator Bencana Ini Tinggalkan Istri-Anak
Dharmo yang juga seorang perangkat desa ini bahkan meninggalkan istri dan anaknya ketika letusan terjadi.
SURYAMALANG.COM, PASURUAN - Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana cukup tinggi. Dikelilingi lingkaran api (ring of fire), masyarakat Indonesia hidup dalam ancaman bahaya.
Namun, pemahaman terhadap potensi bencana merupakan upaya preventif agar masyarakat dapat hidup aman meski di bawah bayang-bayang bencana. Hidup harmoni bersama alam.
Masyarakat Kediri paham benar cara hidup berdampingan dengan bahaya. Hidup di bayang-bayang ancaman erupsi Gunung Kelud, masyarakat Kediri sudah memiliki komunitas berbasis early warning system (EWS), yaitu Komunitas Jangkar Kelud (KJK).
Bunyi kentongan bertalu-talu di Desa Pondok Agung, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Kediri, menyusul status Awas Gunung Kelud, 13 Februari 2014 lalu. Namun tak ada kepanikan pada warga desa tersebut.
Bersama-sama, seluruh warga menuju titik kumpul di balai desa kemudian melanjutkan perjalanan menuju titik evakuasi di Kantor Kecamatan Kasembon.
Tak ada warga yang semburat kepanikan di desa yang berjarak 9 km dari Gunung Kelud ini. Semua tertib berjalan bersama-sama meski dalam kekalutan dan ketakutan.
Setidaknya, itulah gambaran singkat yang diutarakan Koordinator Umum KJK, Catur Sudharmanto (Mbah Dharmo), ketika erupsi Kelud terjadi di desanya.
Dharmo menuturkan warga di desanya sudah mengerti cara menyelamatkan diri dari letusan Gunung Kelud.
"Kami memang sudah melakukan simulasi penyelamatan diri ketika Kelud meletus. Ini yang membuat wilayah di sekitar Kelud bisa sistematis melakukan evakuasi dengan zero victim," kata Dharmo kepada Surya saat menjadi pembicara pada Sosialisasi Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Jatim, di PPK Sampoerna, Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Selasa (12/5/2015).
Sejak 2008, KJK secara militan melakukan sosialisasi serta simulasi menghadapi letusan Kelud.
Dijelaskan, memberikan kesadaran tanggap bencana ke masyarakat sangat sulit.
Masyarakat, lanjutnya, sering kali meremehkan situasi. Ini yang membuat sosialisasi tanggap letusan Kelud menjadi sulit di awal-awal, terutama bagi desa-desa yang secara geografis jauh dari Kelud.
"Namun, ketika warga berkaca pada letusan Gunung Merapi (2010), akhirnya semakin mudah mengajak masyarakat," sambungnya.
Tata kelola evakuasi yang disosialisasikan KJK ke warga Kediri, ungkapnya, memang diajarkan langsung dari Kapala Indonesia Jogja dan PSMB UPN Yogjakarta.
Sampai dengan saat ini, sudah ada 65 desa di 10 Kecamatan di tiga Kabupaten (Kediri, Malang, dan Blitar) yang terkoneksi langsung dengan KJK terkait aktivitas Gunung Kelud.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/suryamalang/foto/bank/originals/gunung-kelud_20150513_095542.jpg)