Lumajang
Suporter Bola Tewas Karena Mobil Pick Up yang Membawanya Terjun ke Sungai
Peristiwa itu bermula saat mereka pulang dari menonton sepak bola di lapangan Desa Pandansari. Penumpang mobil itu merupakan suporter klub Singojoyo
SURYAMALANG.COM, LUMAJANG – Larangan polisi agar mobil pick up (bak terbuka) tidak digunakan untuk membawa rombongan masyarakat, tidak dipatuhi warga Desa Klanting, Kecamatan Sukodono, Lumajang, Jawa Timur.
Ini setelah terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimpa delapan warga Lumajang, Minggu (1/6/2015) malam. Kecelakaan itu merenggut Winarto (40).
Kecelakaan lalu lintas itu terjadi di jalan umum Dusun Tekung, Desa Pandansari, Kecamatan Senduro, Lumajang. Warga Desa Klanting itu naik sebuah mobil bak terbuka bernomor polisi W 9545 L yang dikemudikan M Soni (28), warga Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan/Kabupaten Lumajang.
Mobil pick up itu mengalami kecelakaan tunggal dan terjun ke sungai di jalan dusun itu. Ada 10 orang yang naik mobil bak terbuka itu. Satu orang sopir, yakni M Soni, dan sembilan lainnya penumpang. Dua orang penumpang di samping sopir, dan sisanya naik di bak belakang.
Peristiwa itu bermula saat mereka pulang dari menonton sepak bola di lapangan Desa Pandansari. Penumpang mobil itu merupakan suporter klub Singojoyo Desa Klanting, Kecamatan Sukodono.
"Warga menonton pertandingan sepak bola partai final. Kebetulan klub di desa kami, Singojoyo, bertanding. Jadi tetangga itu menonton dan memberikan dukungan," ujar Hariyanto, warga Desa Klanting kepada Surya, Senin (1/6/2015).
Usai pertandingan, mereka hendak pulang ke rumah mereka yang yang berjarak sekitar 20 kilometer dari lokasi pertandingan. Beberapa suporter naik bak terbuka, seperti yang dilakukan Winarto dan kawan-kawan.
Menumpang dalam mobil itu adalah Winarto (40), Saiful Rizal (17), Sodikin (20), Dendi Firman (17), Faisal Ardiansah (17), Suhartini (40), Asiyah (50), dan Asmad (65), yang semuanya warga Desa Klanting Kecamatan Sukodono, serta Andik Agus (17) asal kelurahan Banjarwaru Kecamatan/Kabupaten Lumajang.
Mobil yang dikemudikan Soni itu melaju dari arah utara. Sebelum tiba di lokasi kejadian, kondisi jalan menurun dan datar sesampainya di jembatan. Setelah jembatan, kondisi jalan naik tajam. Warga setempat biasanya menggunakan persneling gigi satu ketika melintasi tanjakan itu.
Namun ketika itu, sopir memakai persneling gigi dua. Akibatnya mobil tidak kuat menanjak, saat berada di kemiringan 15 meter. Akhirnya mobil tersebut berjalan mundur.
Saat mobil berjalan mundur, penumpang yang ada di bak belakang tidak sempat melompat karena panik dan suasana sudah gelap. Apalagi di sekitar lokasi kejadian tidak ada lampu dan permukiman penduduk.
Sang sopir juga tidak sempat mengerem. Akhirnya mobil terus berjalan mundur, hingga akhirnya menabrak pembatas jembatan yang ada di sisi kanan jalan dari arah utara.
Meskipun menabrak pembatas jembatan, mobil tidak berhenti. Mobil akhirnya terus terjun ke sungai. Dasar sungai dari bibir jembatan setinggi lima meter.
"Penumpang yang di bak itu yang terlempar, masuk ke sungai. Satu meninggal dunia," ujar Kanit Laka Satlantas Polres Lumajang Iptu Tony Supartono.
Berdasarkan hasil olah TKP, faktornya karena kesalahan si sopir. Sopir tidak bisa mengendalikan laju kendaraan hingga akhirnya mandeg di tengah jalan dan mobil berjalan mundur.
'Tidak ada tanda-tanda pengeremen di lokasi kejadian. Sopir sepertinya tidak sempat mengerem," imbuhnya.
Peristiwa itu diketahui oleh warga dan suporter lain yang melintas jalan itu. Warga langsung menolong para korban. Polisi menetapkan M Soni, sang sopir, sebagai tersangka dalam peristiwa itu.
Semua korban dilarikan ke RS dr Haryoto Lumajang. Winarto, yang meninggal dunia, sudah dimakamkan di TPU desa setempat, Senin (1/6/2015). Winarto meninggalkan dua orang anak.
Anak sulungnya baru lulus SMP tahun ini dan hendak melanjutkan sekolah ke SMA. Winarto sehari-hari bekerja sebagai tukang kebun di SMPN 1 Sukodono, Lumajang. Sedangkan anak keduanya masih duduk di bangku SD.
Sementara itu, tiga orang lainnya sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit. Menurut Hariyanto, pemuda Desa Klanting mengumpulkan dana untuk meringankan beban tetangga mereka.
"Karena biaya rumah sakitnya cukup banyak, terutama yang operasi. Dua orang yang diminta menjalani operasi. sampai saat ini, tiga masih opname, dan lainnya sudah boleh pulang," ujar Hariyanto.
(Sri Wahyunik)