Bojonegoro
Tinggalkan Bangku Sekolah, Puguh Seorang Diri Rawat Ayahnya Yang Sakit
Ayahnya miskin dan sampai kini tak ada yang membantu. Seorang diri Puguh yang merawat ayahnya itu. Ia menangis setiap teringat teman-teman di sekolah.
Penulis: Iksan Fauzi | Editor: Aji Bramastra
Puguh dan Muawas mengontrak rumah di Desa Kedaton, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro. Buawas berasal dari Ponorogo, sedangkan istrinya (alm) berasal dari Tulungagung. Di Bojonegoro, tak ada satupun sanak saudara.
Muawas menjalani perawatan di rumah sakit karena kena penyakit paru-paru yang sudah diidapnya bertahun-tahun. Awalnya, tukang becak yang bisa mangkal di depan kantor koramil Kecamatan Kapas itu menolak dirawat di rumah sakit. Dia takut tak bisa merawat anaknya yang sedang sekolah.
Namun, pada saat mencari kayu bakar di sebelah desanya-Desa Kapas, Kecamatan Kapas-untuk memasak nasi dan lauk pauk dua pekan lalu, nafas mantan pemain ludruk itu tersenggal-senggal. Seorang perempuan bernama Rini melihat Muawas lewat di depan rumahnya dengan nafas tersenggal-senggal.
Rini mendekati dan menyarankan tukang becak itu supaya berobat ke rumah sakit, tapi ditolak oleh Muawas. Penolakan Muawas bukan semata-mata menolak, tapi karena dia tak memiliki biaya untuk berobat.
Meski sudah menjadi warga Bojonegoro dan ekonominya di bawah garis kemiskinan, Muawas tak pernah mendapat bantuan apapun dari pemerintah, termasuk jaminan kesehatan masyarakat atau jaminan kesehatan daerah, kecuali jatah beras miskin (raskin) dari pemerintah.
“Saya bilang ke bu Rini, saya tidak ada uang bu. Saya sudah berobat ke puskesmas,” kata Muawas kala itu.
Namun, Rini menyakinkan kepada Muawas, bahwa, penyakitnya itu harus diobati di rumah sakit. Rini pun minta Muawas memberikan kartu keluarga dan KTP untuk syarat mengajukan pengobatan gratis ke RSUD Sosodoro Djatikusumo.
“Karena ditolong Bu Rini (menguruskan permohonan biaya pengobatan) saya mau. Dan waktu itu, bersamaan dengan anak saya libur sekolah,” ujarnya. (*)