Malang Raya
BEM Malang Raya Tolak Perpanjangan Kontrak Freeport
Hadirnya PT FI selama 49 tahun dianggap tak memberi dampak positif. Justru, perusahaan yang beroperasi di Papua itu banyak memberi efek buruk
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: musahadah
SURYAMALANG.COM, KLOJEN - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya berdemo di depan Kantor DPRD Kota Malang, Kamis (3/11/2015).
Mereka mendesak pemerintah tak memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia (PT FI) tkarena dianggap merugikan negara.
Hadirnya PT FI selama 49 tahun dianggap tak memberi dampak positif. Justru, perusahaan yang beroperasi di Papua itu banyak memberi efek buruk, salah satunya dampak lingkungan.
Meskipun tak dapat dimungkiri, Kehadiran PT FI juga telah menyerap tenaga kerja terutama dari masyarakat Papua. Akan tetapi, hal itu dianggap tak cukup untuk mengganti kerugian yang dialami negara. Dalam aksi tersebut, turut berorasi mahasiswa yang berasal dari Papua.
Koordinator aksi, Ryanda Bawawi, menjelaskan, para pedemo geram melihat praktik perampasan aset publik selama puluhan tahun berdalih investasi.
"Ini sama halnya pemerintah menggadaikan aset publik. Indikasinya apa? Bisa dilihat di produk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing. Produk itu berpotensi membuka kran leberalitas ekonomi," katanya, di sela aksi.
Pedemo yang berasal dari gabungan BEM Universitas Tribhuwana Tunggal Dewi Malang, Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Malang, Universitas Gajayana Malang, dan Politeknik Negeri Malang, itu juga berharap Undang-Undang tersebut akan diubah. Mereka ingin peraturan yang ada berpihak pada negara dan rakyat sehingga kehadiran pemodal asing tak hanya menimbulkan dampak negatif.
BEM Malang Raya mengaku akan mengawal kebijakan pemerintah terkait kasus PT FI dan perpanjangannya. Karena itu, BEM mendorong pemerintah tegas menyelesaikan persoalan ekonomi. Pasalnya, dari data yang berhasil mereka himpun, kerugian negara mencapai Rp 2,366 Triliun.
"Dari sisi sosial dan budaya, aktivitas PT FI di Papua juga menimbulkan perkara. Contoh saja, dihancurkannya tujuh tanah adat pada saat peroperasian pertama PT FI. Dari sisi politik hukum, kehadirannya juga menimbulkan perkara di jajaran elit politik," pungkasnya.