Malang Raya
Usia 4,5 Tahun, tapi Berat Hafidha Hanya 8 Kg
“Menantu saya meninggal, anak saya meninggal, suami saya meninggal. Jadi kami hidup berdua,”
Penulis: David Yohanes | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, WONOSARI - Hafidha Nadifa (4,5) terbatuk-batuk dalam gendongan neneknya, Mujiatiningsih (46). Tubuh balita ini kurus kering. Wajahnya tirus dan matanya melotot cekung.
Hafidha adalah balita yatim piatu yang tinggal di Dusun Plandi RT 20, RW 4, Desa Selobekiti, Kecamatan Wonosari. Saat dalam kandungan, ayah Hafidha yang bernama Abu Hasan meninggal dunia. Saat Hafidha berusia 2 tahun, ibunya, Elis Sumartiningsih meninggal dunia.
Elis adalah anak tunggal Muji dan Sumarto. Sejak kedua orang tuanya meninggal, Hafidha diasuh oleh kakek dan neneknya tersebut. Namun tidak lama sejak kematian Elis, Sumarto juga meninggal dunia.
“Menantu saya meninggal, anak saya meninggal, suami saya meninggal. Jadi kami hidup berdua,”ucap Muji, saat ditemui di rumahnya, Jumat (12/2/2016).
Rumah yang ditinggali Muji dan Hafidha sangat sederhana. Di ruang tamu hanya ada satu meja kayu kecil dan empat kursi. Selain itu ada sebuah ranjang yang biasa digunakan Hafidha tidur.
Lantainya berupa semen kasar yang bolong di sejumlah titik. Tidak ada perabot lain, apalagi televisi. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Muji bekerja membuat kipas dari anyaman bambu.
Setiap lembar kipas dihargai Rp 500 hingga Rp 1000. Hasilnya setiap bulan juga tidak menentu. Alhasil keduanya lebih banyak hidup dalam kekurangan.
“Kalau Hafidha tidur saya bekerja, kalau dia bangun sudah tidak bisa bekerja lagi. Hasilnya juga tidak menentu,” ujar Muji.
Sejak kematian ibunya, Hafidha mengalami sakit-sakitan. Akibatnya bertumbuhannya pun terhambat. Hafidha yang mulanya sudah bisa berjalan, kini hanya duduk dan tidak pernah berdiri.
Akibat hidup di dalam kekuarangan, asupan gizi untuk Hafidha juga berkurang. Akibatnya pertumbuhannya juga melambat.
