Kota Malang

Program Jaring Sosial Pekerja di Kota Malang Terancam Turun pada 2026, Dampak DBHCHT Berkurang

Alokasi anggaran untuk tahun 2026 hanya sekitar Rp 4 miliar lebih, turun tajam dibandingkan tahun sebelumnya yang nilainya mencapai Rp7,2 miliar

Penulis: Benni Indo | Editor: Dyan Rekohadi
Tribun Jabar.id/Gani Kurniawan/Gambar dibuat dengan bantuan ChatGPT (OpenAI DALL·E)/suryamalang.com
ILUSTRASI - Program perlindungan bagi pekerja informal atau jaring sosial tenaga kerja di Kota Malang diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2026 

Ringkasan Berita:
  • Program perlindungan bagi pekerja informal atau jaring sosial tenaga kerja di Kota Malang diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2026
  • Indikatornya adalah alokasi anggaran untuk tahun 2026 hanya sekitar Rp 4 miliar lebih, turun tajam dibandingkan Rp7,2 miliar pada tahun sebelumnya
  • penurunan anggaran tersebut dipicu oleh berkurangnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang diterima Pemkot Malang

 

SURYAMALANG.COM, MALANG – Program perlindungan bagi pekerja informal atau jaring sosial tenaga kerja di Kota Malang diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2026.

Kondisi itu terjadi seiring berkurangnya anggaran yang diterima Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Disnaker-PMPTSP) Kota Malang.

Kepala Disnaker-PMPTSP Kota Malang, Arif Tri Sastyawan, menyebut alokasi anggaran untuk tahun 2026 hanya sekitar Rp 4 miliar lebih, turun tajam dibandingkan Rp7,2 miliar pada tahun sebelumnya.

Padahal, kebutuhan ideal untuk menjalankan program perlindungan pekerja informal mencapai sekitar Rp5,3 miliar.

“Yang ter-cover baru sekitar dua koma sekian miliar Rupiah. Itu untuk satu tahun dan mencakup sekitar 25 ribu pekerja,” ujar Arif, Selasa (4/11/2025).

Menurut Arif, penurunan anggaran tersebut dipicu oleh berkurangnya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (

Baca juga: Dana Transfer Jatim Dipangkas Rp 2,8 Trilliun Bikin Resah, Khofifah Minta Ganti DBHCHT 10 Persen

) yang diterima Pemkot Malang

Jika pada 2025 jumlahnya mencapai sekitar Rp 70 miliar, maka tahun depan diperkirakan hanya sekitar Rp 40 miliar lebih.

Kondisi ini membuat Disnaker-PMPTSP harus melakukan penyesuaian program dan menunggu kebijakan khusus dari Wali Kota Malang agar perlindungan bagi pekerja informal tetap berjalan.

 

“Kami berharap ada kebijakan dari Pak Wali supaya program perlindungan bagi pekerja informal tidak berhenti,” imbuhnya.

Arif menjelaskan, program perlindungan sosial bagi pekerja informal merupakan bagian dari Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, yang menargetkan minimal 40 persen pekerja informal di Kota Malang sudah terlindungi hingga akhir 2025.

Hingga Oktober 2025, dari total 43 ribu data pekerja informal yang masuk, baru 15 ribu yang dinyatakan lolos verifikasi dan menerima manfaat program.

Adapun kelompok yang terlibat mencakup ojek online, pedagang, kelompok tani, Supeltas, serta pelaku UMKM.

Sumber: Surya Malang
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved