Malang Raya
Resmi, Warga Terdampak Tol Malang-Pandaan Daftarkan Gugatan ke PN Malang
“Kami menunjukkan kepada pemerintah bahwa kami tidak menghambat. Selama ini kami menunggu berkas kami dikirim BPN (Badan Pertanahan Nasional),"
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, KLOJEN – Kesabaran warga Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang terdampak Tol Malang-Pandaan (Mapan) sudah abis. Selasa (5/3/2016). Sekitar 20 warga itu mendaftarkan laporan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Malang.
Mereka membawa berkas 50 warga terdampak yang belum sepakat dengan penilaian tim apresial untuk 65 bidang lahan dan bangunan dengan nomor perkara 86/Pdt.G/2016/PN.MLG.
Koordinator Forum Komunikasi Warga Terdampak Tol Mapan Endi Sampurna mengatakan, langkah itu diambil karena warga lelah disebut sebagai oknum penghambat rencana pembangunan tol. Warga juga mendaftarkan gugatan itu karena musyarawah yang selama ini diharapkan warga tidak terealisasi.
“Kami menunjukkan kepada pemerintah bahwa kami tidak menghambat. Selama ini kami menunggu berkas kami dikirim BPN (Badan Pertanahan Nasional) Kota Malang ke PN Malang, tapi mereka bilang, kami harus mendaftarkan dulu sebelum berkas dikirim,” kata Endi kepada Surya, Kamis.
Warga yang belum sepakat dengan harga yang ditaksir tim apresial sebenarnya juga sudah lelah meminta digelarnya musyawarah. Sudah beberapa kali hearing dengan berbagai pihak terkait digelar di gedung DPRD Kota Malang. Terkahir, hearing berlangsung pertengahan April lalu dan tak membuahkan satu kesepakatan pun.
Dengan pendaftaran gugatan itu, Endi berharap akan ada titik terang. Ia ingin masalah penaksiran ganti rugi ini terselesaikan sesuai aturan perundang-undangan. Setelah pendaftaran ini, Endi meyakinkan warga akan berpedoman pada aturan hukum sesuai yang akan ditetapkan PN Malang.
“Inginnya diselesaikan secara baik,” ucapnya.
Selain itu, Endi merasa ada intimidasi secara tidak langsung dari berbagai pihak terkait rencana warga mendaftarkan masalah ini ke pengadilan. Bentuk intimidasi itu antara lain dengan menakut-nakuti bahwa warga tidak akan mendapat apa-apa jika kalah dalam peradilan. Hal itu sering disampaikan, kata Endi, oleh pihak kecamatan.