Blitar

Sebanyak 8 Napi Anak Kasus Perkosaan Ikuti Unas dengan Pengawalan dan Penjagaan Ketat

"Selama mengikuti Unas, mereka harus bangun pagi. Yakni, belajar pelajaran yang akan diujikan, kemudian sarapan pagi dan baru berangkat ke lokasi,"

Penulis: Imam Taufiq | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM/Imam Taufiq
Delapan napi anak-anak turun dari mobil tahanan saat akan mengikuti UN di sekolah SMP Negeri 1 Kecamatan Garum, Senin (9/5/2016). 

SURYAMALANG.COM, BLITAR - Meski berstatus napi namun tak menghalangi dirinya mengikuti ujian nasional (Unas) SMP yang berlangsung serentak pada hari ini, Senin (9/5/2016). Sedikitnya, delapan napi anak-anak dari LPKA (lembaga pembinaan khusus anak-anak) kelas 1 Blitar, mengikuti Unas.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, mereka tak melaksanakan Unas di dalam Lapas, melainkan dititipkan di sekolah SMP Negeri 1 Kecamatan Garum. Untuk datang ke sekolah itu, mereka diantarkan dengan menumpang mobil tahanan, dan dikawal tiga petugas sipir. Mereka juga mengenakan seragam sekolah, sehingga tak terlihat kalau mereka itu berstatus napi.

"Selama mengikuti Unas ini, kami akan mengantarkan terus. Mereka juga dikawal petugas, dengan mengawasi dari luar kelas saat mengerjakan soal Unas," kata Andik Ariawan, Kasi Pembinaan dan Pendidikan (Binadik) LPKA kelas 1 Blitar.

Meski mereka tinggal di dalam LPKA, papar Andik, bukan berarti tak disiapkan mengikuti Unas. Namun, jauh-jauh hari, pihak Lapas menyiapkan mentalnya, di antaranya kedelapan napi itu dipisahkan tempat tinggalnya dengan tahanan lainnya.

Tujuannya, agar mereka bisa belajar dengan tenang. Untuk belajar, Lapas mendatangkan guru privat, yang mengajari mata pelajaran yang akan diujikan.

"Selama mengikuti Unas, mereka harus bangun pagi. Yakni, belajar pelajaran yang akan diujikan, kemudian sarapan pagi dan baru berangkat ke lokasi ujian," ungkapnya.

Kedelapan napi itu adalah Di (15), napi asal Desa Ngerancak, Kecamatan Tanggul, Trenggalek, Rf (15), warga Desa Randekan, Kecamatan Gandusari, Trenggalek, Ak (15), warga Desa Kalianyar, Kecamatan Arjasa, Sumenep, Df (15), warga Desa/Kecamatan Kangean, Madura, Bw (15), warga Desa Mangis, Kecamatan Ngancar, Kediri, Am (15), warga Desa Kandangan, Pare, Kediri, Bk (15), warga Desa Banaran Wetan, Kecamatan Bagor, Kab Garut, Jabar, dan Is (15), warga Desa Samaran, Kecamatan Sura Karya, Kab Garut.

Semuanya merupakan napi kasus perkosaan, dengan divonis mulai paling rendah 1 tahun, 1 bulan, seperti napi Bk dan Is, dan paling berat 4 tahun, seperti napi Ak, dan napi Df.

Ditambahkan Andik, rata-rata mereka sudah menjalani hukuman sembilan bulan, setelah dilayar dari daerahnya masing-masing. Data di LPKA, korban perkosaan mereka itu rata-rata teman sekelasnya.

Seperti pengakuan Bk. Ia mengaku dirinya berbuat tak senonoh pada teman sekelasnya, Ds. Ia mengklaim, perbuatan itu dilakukan atas suka sama suka, dengan berlangsung lebih dari lima kali. Namun, orangtua si korban tak terima, sehingga pelaku dilaporkan.

"Saya menyesal dan tak akan mengulangi lagi," akunya saat menunggu jam masuk ke kelas.

Data di LPKA, saat ini ada 112 napi anak-anak, dari kapasitas 400 napi. Mereka berasal dari berbagai daerah, mulai Jatim, sampai Jabar. Dari 112 napi, kebanyakan kasus perkosaan, baru disusul kasus pencurian, bahkan ada napi kasus pembunuhan dan narkoba.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved