Malang Raya
MCW : Pemkot Malang Lambat Sebabkan Perubahan Anggaran Keuangan Molor
“Dalam PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keunangan Daerah Pasal 83 ayat 2 disebutkan persetujuan DPRD terhadap Ranperda P-APBD selambat-lambatnya,"
Penulis: Aflahul Abidin | Editor: fatkhulalami
SURYAMALANG.COM, SURYA – Pemerintah Kota Malang dinilai lambat menyampaikan draf ajuan P-APBD 2016 ke DPRD. Malang Coruption Watch (MCW) dan pengamat menyepakati hal itu.
Akibatnya, hingga akhir september 2016 belum ada pergerakan pembahasan. Waktu yang tersisa dipastikan tak cukup untuk menghabiskan dana ratusan miliar rupiah itu.
Catatan MCW, pemkot baru menyerahkan dokumen P-APBD dalam rapat paripura 2 September 2016 lalu. Pembacaannya baru dilakukan empat hari setelahnya. Praktis, DPRD hanya memiliki waktu tiga pekan untuk membahas rancangan itu.
Membandingkan dengan Pemkot Batu, pengajuan Pemkot Malang terbilang telat. Pemkot Batu sudah mengajukan berkas serupa pada awal Agustus 2016.
“Dalam PP 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keunangan Daerah Pasal 83 ayat 2 disebutkan persetujuan DPRD terhadap Ranperda P-APBD selambat-lambatnya tiga bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran,” kata Divisi Advokasi MCW, Ulumuddin, Selasa (27/9/2016).
Jika mengacu pada aturan itu, ujar dia, rencana persetujuan DPRD terhadap P-APBD pada 3 Oktober menyalahi aturan. Itu sebabnya, Badan Anggaran dewan harus berkonsultasi terlebih dulu kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan terkait hal ini. Tim baru akan pulang dari Jakarta Rabu (28/9) besok.
MCW memprediksi, penggedokan P-APBD baru bisa terlaksana akhir Oktober. Jika demikian waktu yang tersisa untuk menghabiskan dana yang ada hanya dua bulan. Untuk proyek yang membutuhkan lelang, menurut dia, akan sulit terealisasi. Waktu yang dibutuhkan untuk lelang sektiar sebulan. Pengerjaan proyek hanya sebulan disebut nyaris tidak mungkin.
Molornya waktu pembahasan itu karena setelah proses penyetujuan oleh DPRD, P-APBD baru bisa digedok setelah melewati tahapan-tahapan lain yang meliputi pengesahan KUA-PPAS, Ranperda P-APBD, serta evaluasi gubernur.
“Pemerintah Wali Kota Anton agal lelet. DPRD juga sering ruwet dengan masalahnya sendiri sehingga sering membuat tidak konsen terhadap masalah ini,” tambahnya.
Kepada DPRD, MCW meminta agar tetap jeli pada program pada anggaran yang diajukan oleh pemkot. Ulumuddin menyarankan agar dewan menghapus berbagai usulan yang tidak rasional untuk diwujudkan pada P-APBD mendatang. Dana itu lebih baik masuk dalam Silpa ketimbang terserap tapi tidak maksimal.
“Kalau tidak mungkin, di-cut aja. Mending Silpa. Memang kalau Silpa, penilaian Lakip akan rendah. Tapi tidak ada-apa, memang rendah, wong kinerjanya jelek,” ujarnya.
Ketua Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP Otoda) Universitas Brawijaya, Ngesti Dwi Prasetyo, menganggap, telatnya pengesahan P-APBD akibat pengajuan pemkot yang lambat. Padahal, DPRD harus menyesuaikan anggaran yang disampaikan berdasarkan persiapan keuangan, politik anggaran, dan sejenisnya.
“Saat beberapa derah sudah megnajukan PAK (Perubahan Anggaran Keuangan), Pemkot Malang agak lambat,” ujarnya.
Ia menyarankan agar dewan tanggap dan cepat terhadap ajuan P-APBD yang diajukan pemkot. Selain itu, dewan juga harus menyesuaikan anggaran berdasarkan politik anggaran yang berpihak ke masyarakat.
Ngesti khawatir, pemkot sengaja memolorkan ajuan P-APBD agar dapat lebih banyak menyalurkan dana proyek lewat Penunjukan Langsung (PL). Jika demikian, kemungkinan proyek akan digarap dengan maksimal berkurang. Soalnya pomkot tidak memperoleh hasil ajuan proyek yang kompetitif.