Blitar
Temannya Dituduh Serobot Lahan, Ratusan Petani di Blitar Demo sebagai Bentuk Solidaritas
Yang ditanam warga itu hanya singkong. Namun, saat baru menanam singkong, sebanyak 42 petani, termasuk Slamet ditangkap Polres Blitar pada 2015
Penulis: Imam Taufiq | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM, BLITAR - Merasa temannya tak bersalah atas tuduhan kasus dugaan penyerobotan lahan eks perkebunan, ratusan petani asal Desa Tegal Asri, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, kembali berdemo.
Kali ini, massa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan itu mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Blitar, Senin (19/12/2016) siang, saat berlangsung persidangan temannya, Slamet Daroini (66), yang disidangkan dengan tuduhan dugaan penyerobotan lahan eks Perkebunan Sengon.
Kedatangan massa itu di luar dugaan petugas, sehingga pendemo berhasil menerobos masuk ke halaman PN karena tak ada penjagaan. Sebab, petugas baru datang setelah pendemo berorasi sekitar 20 menit.
"Kami datang ke sini, untuk memberikan dukungan moral, bahwa Slamet tak bersalah. Dia itu malah berjasa kepada kami karena ingin memperjuangkan para petani di desa kami. Sebab, sejak perkebunan itu dikuasai PT bertahun-tahun, kita nggak berani bercocok tanam di lahan itu. Begitu HGU-nya (hak guna usaha) mati, kami bersama Slamet baru berani bercocok tanam, namun bukan ingin menguasai lahan itu," ujar Dukut, kakek berusia 86 tahun, dalam orasinya.
Yang ditanam warga itu hanya singkong. Namun, saat baru menanam singkong, sebanyak 42 petani, termasuk Slamet ditangkap Polres Blitar pada 15 Oktober 2015 lalu. Untuk warga lainnya, dipulangkan sedang Slamet langsung dijebloskan ke sel sejak ditangkap dua bulan lalu.
"Kami minta pak hakim, agar Slamet dibebaskan karena tak bersalah," ungkapnya.
Usai berorasi, pendemo masuk ke ruangan persidangan. Saking banyaknya massa, mereka ada yang duduk di lantai saat berlangsung sidang dengan agenda pledoi (pembelaan) terhadap terdakwa. Dalam pembelaan itu, Istigfar Ade Nurdiansyah SH, kuasa hukum Slamet, menganggap penetapan tersangkas atas kliennya itu dianggap cacat hukum.
Alasannya, kliennya itu dilaporkan oleh penguasa perkebunan, dan ditangkap serta ditahan pada hari yang sama, Sabtu (15/12/2016) siang lalu. "Masak, hari itu dilaporkan ke Polres Blitar, langsung ditangkap dan ditahan. Kok cepat sekali, kok nggak diperiksa dulu sebagai saksi atau apalah," ungkap Istigfar usai dalam persidangan.
Karena itu, ia menilai persidangan ini cacat hukum karena prosesnya ditengarai menyalahi prosedur. Apalagi saat ini, kliennya masih mengajukan praperadilan karena tak terima atas penangkapannya oleh Polres Blitar.
Koordinator KRPK, M Trianto, yang mendampingi para petani itu menuturkan, bahwa HGU Perkebunan Sengon di Desa Tegal Asri itu sudah mati lama. Namun, PT itu kok masih menguasai.
"Perlu kami luruskan, perkebunan dulunya bekas permukiman warga. Itu ditandai dengan banyaknya bekas pondasi rumah, dan ada musala. Karena itu, kami minta para penegak hukum jeli, bukan petani malah dikorbankan," ujar Trianto.
Seperti diberitakan, buntut penangkapan dan penahanan Slamet Daroini (66), petani asal Dusun Sumberarum, Desa Tegalasri, Kecamatan Wlingi, Polres Blitar mendapat perlawanan. Senin (14/11/2016) siang, sekitar 50 petani dengan didampingi tiga orang dari YLBHI LBH Surabaya mendaftarkan praperadilan ke PN Blitar. Hingga kini, belum dilakukan persidangan pra tersebut. Terkait kasus ini, Slamet dikenai pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
Jauh sebelumnya, Sabtu (15/10/2016) lalu, 42 petani dibawa ke Polres Blitar karena dianggap menyerobot lahan Perkebunan Sengon, dengan ditanami ketela pohon. Bersamaan warga menanami ketela pohon di lahan yang diklaim milik perkebunan itu, petugas datang dan langsung membawanya ke Polres Blitar.
Setelah diperiksa, 41 orang dipulangkan dan dinyatakan wajib lapor. Namun, Slamet Daroini, langsung ditahan