Pesawat Hercules TNI AU Jatuh

Marlon Ardiles Kawer Lulusan Terbaik di Angkatannya : Inspirasi Keluarga dan Terkenal Supel

Suasana duka masih menyelimut kediaman Mayor (Pnb) Marlon Ardiles Kawer di komplek Amarta Blok G-10 Lanud Abdulrachman Saleh, Kecamatan Pakis

Penulis: Aflahul Abidin | Editor: eko darmoko
SURYAMALANG.COM/Aflahul Abidin
Mayor (Penerbang) Marlon Ardiles Kawer saat berfoto di Bandar Udara Wamena di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Juli 2016. Di foto kiri, Marlon tampak bergaya dengan latar pegunungan. Menurut keluarga, di pegunungan itulah Marlon mengalami kecelakaan, Minggu (19/12/2016). 

Oleh Aflahul Abidin

----------------------

Suasana duka masih menyelimut kediaman Mayor (Pnb) Marlon Ardiles Kawer di komplek Amarta Blok G-10 Lanud Abdulrachman Saleh, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Senin (19/12/2016) siang. Keluarga, sahabat, dan para rekan sesama anggota TNI AU berada di sana. Sementara peti jenazah Marlon masih berada di dalam rumah sembari dijaga dua tentara bersenjata.

Jenazah Marlon baru akan dikirim ke kampung halamanya, Biak, Papua, Selasa (20/12/2016) subuh. Di rumah itu, keluarga yang turut hadir antara lain sang bapak, adik, paman, dan sepupu Marlon. Mereka ikut berangkat dari daerah masing-masing di Biak dan Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Kehilangan Marlon, bagi mereka, sama halnya dengan kehilangan seorang inspirator.

“Marlon biasanya menghubungi saya jika akan ke Wamena. Tapi kemarin tidak,” kata Marthen Saroy, Pakde Marlon, di rumah duka.

Marlon terakhir kali terbang ke Wamena Juli lalu. Saat itu, sebelum berangkat, ia menelepon Marthen. Setelah menginjakkan kaki di Bandar Udara Wamena, keluarga itu pun bertemu. Selain Marthen, turut menemui juga adik sepupu Marlon, Hestifena Kawer, dan kerabat lain. Mereka pun sempat berfoto bersama saat itu.

Marthen tak menyangka, momen itu akan menjadi pertemuan terakhir antara dia dan Marlon. Kepada wartawan yang berkunjung ke rumah duka, foto-foto yang diabadikan di pertemuan terakhir pun turut ditunjukkan. Lembaran foto itu disimpan dalam sebuah buku album foto. Salah satu foto itu menggambarkan Marlon bergaya di Bandara Wamena dengan latar belakang pegunungan.

“Di bukit ini pesawat mengalami kecelakaan,” kata Hestifena. Kebetulan, jarak antara tempat tinggal keluarga Marlon di Wamena dengan bandara bisa diakses hanya dengan lima menit perjalanan sepeda motor. Itu sebabnya, perjumpaan semacam itu kerap terjadi saat Marlon berkunjung ke sana.

Bagi Marthen, Marlon adalah sosok yang sangat menginspirasi keluarga. Keturunan Papua-Jawa itu dari sebelum SMA memang sudah bercita-cita menjadi pilot di pangkalan udara. Pria kelahiran Biak, 30 Maret 1982 itu tidak pernah menjelaskan alasan cita-cita itu secara pasti kepada Marthen. Namun, Marthen menduga, Marlon ingin menjadi pilot agar bisa dengan mudah membawa sang ibu ke Jawa saat jika ingin pulang kampung.

Setiap kali datang ke Wamena, Marlon kerap membawa barang-barang kebutuhan keluarganya di sana. Sebaliknya, keluarganya pun kerap menitipkan sesuatu untuk keluarga Marlon di Malang, Jawa Timur. Bagi keluarga besar, sulung dari tiga bersaudara itu dikenal tak pandang bulu. Ia akrab dan ramah kepada siapa saja.

“Dia sumber insiprasi keluarga dan handai tolan. Dia tak pernah melihat suku atau perbedaan apapun,” tambah Marthen.

Saat informasi pesawat Hercules C 130 A 1334 mengalami kecelakaan, Marthen pun langsung mencari informasi. Kebetulan, Marthen adalah Wakil Ketua Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) Kabupaten Jayawijaya. Itu sebabnya ia tak kesulitan saat mencari informasi tentang Hercules yang jatuh. Termasuk ada tidaknya sang keponakan sebagai awak pesawat.

“Setelah tahu, saya langsung menghubungi keluarga yang lain,” katanya. Ia bersyukur proses evakuasi Marlon tak berlangsung lama. Awalnya ia sempat ingin menyusul proses evakuasi di lokasi kejadian. Namun, ia akhirnya mengurungkan niat karena mendengar kabar jenazah Marlon, juga 12 korban lain, sudah dalam proses pembawaan ke pangkalan udara.

Dari kecil hingga SMA, Marlon tinggal di Biak. Suami Maria Fatmawati tersebut lulus dari SMAN 1 Biak pada tahun 2000. Ia meneruskan pendidikan Akademi Angkatan Laut (AAL) dan lulus pada 2003. Bagi teman-teman seangkatan di AAL, Marlon adalah orang yang nyaris perfeksionis.

“Dia supel, dia mudah bergaul. Tidak ada orang yang tidak suka berada di sekitar dia. Begaul secara sosial, dia menyenangkan. Bekerja bersama pun, juga menyenangkan,” kenang Mayor (Penerbang) Bambang Baskoro Adi kepada wartawan saat berada di rumah duka.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved