Nasional
Mengenal Sosok Presiden Indonesia Kedua, Soeharto Yang Jarang Diketahui Publik
Banyak yang tertarik dengan cerita di balik sosoknya yang murah senyum tersebut. Termasuk perihal kehidupan pribadinya yang jauh dari sorotan media.
Sosoknya yang Lekat dengan Dunia Gaib, Supranatural, dan Spiritualisme Jawa
Sosok Pak Harto bisa digolongkan sebagai penganut Islam Kejawen, seperti cara para leluhur Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat (Mataram) yang telah berhasil "mengawikan" Islam Kejawen sejak Pemerintahan Raja Sultan Agung (1613-1645).
Dalam keyakinan dan kultur Jawa, dia diyakini memiliki ‘prewangan’ karena latar belakang kehidupan Soeharto yang penuh dengan perjuangan dan selalu selamat bahkan sukses dalam meniti kehidupannya.
Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya pusaka dan paranormal yang dimiliki Soeharto demi melanggengkan kekuasaannya sebagai presiden yang lamanya lebih dari 30 tahun itu.
Konon, sekitar 2.000 pusaka dimiliki Soeharto, di antaranya keris Keluk Kemukus yang membuat pemiliknya bisa menghilang (Majalah Misteri, 1998).
Sementara itu, berdasar tulisan berjudul Dunia Spiritual Soeharto karya Arwan Tuti Artha, Pak Harto juga memboyong topeng Gajah Mada dari Bali, gong keramat dan sejumlah keris pusaka Keraton Surakarta yang terpaksa dikembalikan, karena Surakarta dilanda banjir bandang.
Selain itu, Soeharto pun juga menghimpun sekitar 200 paranormal untuk membentengi kekuasaannya. Kesemuanya memberi nasihat spiritual dan peneropongan gaib.
Lalu apakah Pak Harto bisa digolongkan sebagai orang yang ‘salah’ jika dalam kehidupannya lekat dengan dunia gaib dan supranatural itu?
Tentu saja tidak. Pasalnya kehidupan semua orang selalu terkait dengan masa lalu, sekarang, dan masa depan.
Apa yang terjadi di masa depan serba gaib dan misteri karena orang bersangkutan jika ditanya juga tidak tahu.
Pak Harto juga selalu bercita-cita sebagai Presiden dan juga Raja di Indonesia agar semua rakyat yang dipimpinnya dalam kondisi gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerjo raharja.
Atau sesuai sila kelima Pancasila, ‘Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia’.