Pamekasan

Pelajar Tenggelam di Area Air Terjun Durbugan, Ternyata Ada yang Mengerikan di Bawah Air

TIDAK BISA BERENANG ngotot terjun ke area air terjun. Temannya yang akan menolong teriak-teriak. Ternyata, ada sesuatu yang mengerikan!

Penulis: Muchsin | Editor: yuli
muchsin
SUASANA proses evakuasi korban Firman Maulana yang tenggelam di area air terjun Durbugan, Desa Kowel, Pamekasan, Madura. 

SURYAMALANG.COM, PAMEKASAN – Firman Maulana (18), siswa kelas III Madrasah Aliayah Negeri (MAN) 1 Pamekasan, ditemukan tewas tenggelam di dasar air terjun Durbugan, Desa Kowel, Kecamatan Kota, Pamekasan,  Madura, Minggu (8/4/2018), sekitar pukul 12.15.

Korban warga Dusun Tomang Mateh, Desa Blumbungan, Kecamatan Larangan, Pamekasan, ditemukan tewas di dasar sungai berkedalaman 7 meter.

Itu setelah empat jam lebih aparat Polres, TNI, Brimob, Tim Tanggap Bencana (Tagana) dan anggota Badan Penanggulangan  Bencana Daerah (BPBD) Pamekasan, relawan dan warga sekitar, mengubek-ngubek lokasi tersebut.

Lamanya proses evakuasi tubuh korban lantaran terdapat pusaran air cukup deras.

Beberapa kali aparat dan warga yang berusaha menolong dan menyelam, bahkan sudah berhasil memegang  tangan korban, namun gagal lantaran tubuhnya tertarik ke permukaan air.

Akhirnya di antara mereka yang menolong itu tubuhnya menggunakan pemberat khusus yang dililitkan ke tubuh agar tidak ikut tenggelam ke dasar sungai berkedalaman 10 meter.

Menurut sumber di lokasi kejadian, saat itu korban bersama enam temannya naik sepeda motor menuju air terjun yang hanya berjarak beberapa km dari rumahnya. Sampai di lokasi, mereka tujuh orang berhenti dan bersiap-siap untuk mandi.

Tapa ada yang mengomando, korban lebih dulu membuka baju kausnya berjalan ke bibir tebing air terjun untuk meloncat ke dasar air terjun dengan ketinggian 4 meter.

Seketika itu sejumlah temannya berusaha mencegah dan meminta tidak usah berenang, karena korban diketahui tidak bisa berenang.

Namun korban ngotot ingin meloncat dan mengatakan tidak akan terjadi apa-apa dengan dirinya.

Korban langsung meloncat ke sungai, namun begitu masuk sungai, tubuhnya tidak muncul ke permukaan, membuat teman-temannya cemas.

Lalu beberapa temannya itu meloncat untuk membantu menolong korban dan sempat memegang tubuh korban.

Tapi karena derasnya pusaran di bawah, pegangannya terlepas dan temannya kembali naik bibir sungai berteriak minta bantuan penduduk sekitar, yang kebetulan lokasi itu berada dekat dengan perkampungan penduduk.

Kabar tenggelamnya korban itu, membuat warga sekitar berdatangan. Lalu Aparat desa Kowel menghubungi BPBD untuk minta bantuan.

Sehingga tidak sampai 30 menit, aparat datang untuk menolong. Setelah 4,5 jam warga dan aparat semuanya 45 orang itu berusaha menolong, akhirnya korban berhasil dievakuasi.

Begitu tubuh korban diangkat dan dinaikkan ke atas mobil  Patroli Polsek Kota, untuk dibawa ke RSUD Pamekasan, Samsul (50), ayah korban langsung menaruh tubuh korban ke pangkuan pahanya sambil menangis, sesunggukan. Sedang Ny Enju (40), ibu korban bersama keluarganya yang melihat korban ditemukan sudah menjadi mayat, tidak kuasa menahan tangisnya.

 “Kami di sini semua sudah melarang, agar Firman jangan mandi, karena kami tahu Firman tidak bisa berenang. Tapi tanpa diduga, Firman meloncat duluan ke air sungai. Tentu saja kami kaget dan tidak bisa mencegahnya,” kata Wawan, salah seorang teman korban.

Sedang Elma Syafiana, salah seorang teman sekolahnya mengatakan, sehari sebelum kejadian, menjelang pulang ia bertemu Firman di sekolah, hendak mengambil kartu ujian nasional (Unas),  namun Firman kurang sabar dan pulang, dengan alasanya mau diambil Senin (9/4/2018) besok.

“Kasihan  Firman, padahal besok itu unas. Kenapa masih pergi ke tempat air terjun itu yang dikenal angker dan sering membayakan. Apalagi Firman tidak bisa berenang, ini yang membuat saya heran,” kata Elma.

Koordinator Lapangan Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD Pamekasan, Budi Cahyono, yang turut mengevakuasi tubuh korban, kepada SURYAMALANG.COM mengatakan, kendala menolong korban hingga memakan waktu lebih dari empat jam, karena  derasnya pusaran air di bawah permukaan.

“Kami dan teman-teman tim, dari jarak tiga meter bisa melihat dengan jelas tubuh korban di dalam air. Tapi Karena derasnya pusaran air itu, yang membuat kami terhambat mengevakuasi tubuh korban,” kata Budi Cahyono.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved