Surabaya

Jaksa Sudah Tiga Kali Tak Bisa Hadirkan Dimas Kanjeng, Terdakwa Penipu Rp 35 Miliar

Terdakwa kasus penipuan lewat penggandaan uang sebesar Rp 35 M, Dimas Kanjeng Taat Pribadi kembali tak bisa hadir.

Penulis: Sudharma Adi | Editor: yuli
sudarma adi
Jaksa Rakhmad Hary Basuki sudah tiga kali tak bisa hadirkan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi. 

SURYAMALANG.COM, SURABAYA - Terdakwa kasus penipuan lewat penggandaan uang sebesar Rp 35 miliar, Dimas Kanjeng Taat Pribadi, kembali tak bisa hadir dalam lanjutan sidang di Pengadilan Neheri Surabaya.

Dimas Kanjeng disebutkan kena vertigo sehingga sidang ditunda pekan depan.

Kepastian Dimas Kanjeng tak bisa hadir pada sidang terungkap, ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hary Basuki hanya membawa surat keterangan saat persidangan dengan majelis hakim yang diketuai Anne Rusiana itu.

“Kami tak bisa menghadirkan Dimas Kanjeng pada sidang ini karena sakit vertigo,” jelasnya kepada hakim, Rabu (29/8/2018).

Hakim Anne Rusiana yang menerima surat itu lalu membaca dan menerangkan Dimas Kanjeng izin selama tiga hari atau Rabu (29/8) hingga Jumat (31/8). Surat itu diberikan dokter di Rutan Medaeng, tempat Dimas Kanjeng ditahan.

“Kalau begitu, sidang ditunda minggu depan, sekaligus menghadirkan saksi-saksi,” terang Anne.

Usai sidang, JPU Rakhmad menuturkan bahwa dia mendapat surat itu pada Rabu pagi, atau sebelum berangkat ke PN Surabaya. Karena sakit vertigo dan tak hadir, maka sudah tiga kali ini Dimas Kanjeng tak hadir dalam persidangan.

“Makanya, kami menunggu kehadiran terdakwa pada sidang minggu depan. Jika belum hadir, maka kami upayakan bisa hadir,” urainya.

Adapun kasus ini bermula pada 2013 dimana saksi Asmui Abbas tertarik dengan tawaran Kurdi dari Padepokan Dimas Kanjeng yang menghasilkan uang dari kantong jubahnya.

Dimas Kanjeng melalui Kurdi dari perwakilan padepokan menawarkan kepada Asmui tentang program kemaslahatan umat namun harus memberikan mahar.

Seketika itu, Asmui menelpon saksi lain yakni Muhammad Ali untuk jadi santri di padepokan yang terletak di Dusun Sumber Cangkelek, Desa Wangkal, Kabupaten Probolinggo.

M Ali mengiyakan ajakan Asmui, dengan menggunakan uang kantor sebesar Rp 60 juta sebagai mahar agar dilipatgandakan.

Pada Februari 2014, Noor Hadi selaku santri padepokan juga menawarkan program kemaslahatan umat itu kepada saksi Ali yang berencana ingin membangun pondok pesantren, rumah sakit, penampungan anak yatim piatu.

Lalu Noor Hadi mengatakan bahwa rencana Ali sejalan dengan program padepokan. Saksi Ali sempat tak percaya dengan program itu. Maka, Noor Hadi menegaskan bahwa program itu telah berbadan hukum serta harta-harta aset padepokan adalah harta tak mengandung unsur tindak pidana apapun baik terorisme, TPPU, korupsi, narkoba dan lain-lain.

Itu ditegaskan pula oleh Marwah Daud selaku pengurus padepokan, ia menyatakan bahwa banyak pejabat penting yang ikut di padepokan tersebut.

Demi meyakinkan saksi Ali, akhirnya ia diantar oleh Noor Hadi ke salah satu rumah saksi lain yang berada di daerah Probolinggo yaitu Suharti. Sesampainya di rumah Suharti, ia menjelaskan kepada Ali bahwa program itu legal dan bukan penipuan karena pengikutnya puluhan ribu.

Rencananya realisasi pencairan uang itu dilaksanakan pada April 2014 dengan syarat uang mahar harus senilai Rp 10 M. Mendengar nilai mahar yang dinilai besar, Ali berujar pada Suharti akan mempertimbangkannya dan kembali ke Kudus terlebih dahulu.

Akhirnya Suharti mengajak Ali bertemu langsung dengan terdakwa Dimas Kanjeng Taat Pribadi di kediamannya. Terdakwa menunjukkan foto dirinya dengan pejabat penting negara kepada Ali. Seketika itu Ali percaya keabsahan program itu.

Ali mengatakan bahwa ia berencana membangun pesantren dan lainnya kepada terdakwa Dimas Kanjeng. Lalu terdakwa meyakinkan bahwa rencana Ali sejalan dengan program padepokan dan harus memenuhi tiga syarat yaitu sanggup membaca wirid, puasa dan memberikan mahar.

Dengan jaminan bila perjuangan Ali besar, maka realisasi pencairan akan semakin cepat. Akhirnya Ali pulang ke Kudus untuk mempertimbangkan hal itu.
Kemudian, Ali menanyakan jaminan apa yang akan diterimanya kepada Suharti apabila telah menyetor uang sebesar Rp 10 M, lalu Suharti menyakan hal itu kepada Dimas Kanjeng.

Dimas Kanjeng berjanji memberi dua koper berisi uang pecahan Euro dan Rupiah senilai Rp 60 M. Koper tersebut tak boleh dibuka sebelum ada perintah dari terdakwa.

Setelah menyetor uang Rp 10 M, saksi Ali melihat sebuah koper yang terbuka tidak digembok dan melihat uang dollar dalam pecahan 10 dollar dan dijumlah sekitar Rp 60 M.

Lalu, Ali dimintai mahar lagi untuk pembukaan rekening Hanna Bank Rp 7 M, kemudian mahar pembukaan ICBC Rp 5 M dan pembukaan sekretariat cabang padepokan di Kudus Rp 2,5 M.

Lalu terakhir sekitar November 2015, saksi Ali disuruh mencarikan dana untuk pelantikan raja sebesar Rp 3,5 M, namun Ali sempat menanyakan kepada pengurus siapa yang bertanggung jawab atas dana talangan untuk pelantikan raja.

Lalu dijawab oleh saksi Suharti dari hasil rapat pengurus yang bertanggung jawab adalah semua santri untuk dana talangan pelantikan raja.

Pada saat kegiatan di Hotel Merlyn Park Jakarta yang hadir waktu itu sekitar 200 orang, termasuk para Sultan dan terdakwa Dimas Kanjeng yang juga disaksikan oleh saksi Ali sendiri membicarakan akan segera ada pencairan tetapi melalui rekening Bank Hana dan ICBC.

Bahwa kerugian saksi M Ali sebesar Rp 35 M namun untuk dana talangan sebesar Rp 3,5 M sudah dikembalikan oleh terdakwa Dimas Kanjeng melalui Vijay sebesar Rp 2 M dan ditransfer ke rekening Ali serta Misa Rp 1,5 M, sehingga kerugian Ali berkurang menjadi sebesar Rp 31,5 M serta diberikan keris berbentuk tongkat warna kuning emas oleh terdakwa yang katanya berdasarkan petunjuk dari maha guru untuk mensukseskan program itu.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved